[caption id="attachment_157430" align="alignright" width="300" caption="Gambar dari: sosok.kompasiana.com"][/caption] Saya mohon maaf kepada para pembaca yang sudah lama menunggu laporan hasil diskusi, yang biasanya saya tulis dengan judul standar pada awal setiap tema “Liputan Khusus Diskusi Aktual”. Ya, tema yang didiskusikannya aktual, tapi ketika menulis laporannya jadi tidak aktual karena lebih banyak telatnya. Bahkan hampir menjelang diadakannya diskusi aktual pekan berikutnya. Seperti saat tulisan ini dibuat, saya masih berkutat menyelesaikannya ketika hari sudah memasuki Senin, hampir seminggu sejak diskusi digelar. Ini memang ‘kebiasaan’ saya yang sulit mencari waktu (alasan sih hehehe) karena banyak kegiatan lain yang juga memerlukan perhatian. Insya Allah nulisnya sih cepat. Rata-rata hanya satu setengah jam hingga dua jam, tapi saya selalu kerepotan ketika harus membagi waktu dan ukuran prioritas dengan kegiatan lainnya. Contohnya, ketika selesai hari Rabu sore diskusi, saya tidak langsung menuliskannya. Sebabnya, setelah sampai di rumah saya malah harus berpindah pada tugas berikutnya. Menyiapkan bahan-bahan untuk siaran Kuliah Subuh bersama Pesantren Media di Radio MARS 106 FM Bogor esok harinya. Kamis pagi hingga siang saya harus maintenance beberapa website yang saya tangani sekaligus menyiapkan bahan untuk kajian Problem Anak Muda di Pesantren Media sore harinya. Selesai urusan di Pesantren Media tersebut, saya tak langsung pulang, tapi rutin menyambangi studio MARS 106 FM untuk menemani teman (termasuk juga harus siaran jika jadwalnya giliran saya) sekaligus memantau siaran Taman Curhat Remaja. Ini bisa berlangsung hingga di atas pukul 22.00 WIB. Maka ketika sampai di rumah waktu sudah menunjukkan pukul 23-an. Walhasil karena tenaga sudah terkuras maka saya langsung menuju tempat tidur. Esoknya saya harus mengajar di Depok dari pagi hingga sore hari. Petang hari sampai rumah dan siap mengajar kelas menulis online yang saya kelola selama ini di website menuliskreatif.com. Tutorial berlangsung hingga pukul 22.00 WIB. Esok harinya, antara waktu shubuh hingga menjelang jam 7 pagi biasanya gangguannya sangat banyak. Umumnya disebabkan oleh anak keempat saya,Thariq (usia satu tahun dua bulan), yang selalu ingin berdekatan dengan saya ketika sedang di depan komputer sambil minta ditayangkan film seputar fauna. Halah. Menjelang pukul 8 pagi saya harus berkemas untuk ikut kajian Tafsir al-Quran dan Hadits bersama Ustadz Dr Abdurrahman al-Baghdadi yang memang rutin setiap Sabtu pagi, diikuti juga di antaranya oleh para santri saya di Pesantren Media. Acara ini berlangsung hingga pukul 10. Siangnya, sebenarnya ada waktu yang kosong, tetapi keluarga saya juga minta diperhatikan. Ya sudahlah, hingga sore hari waktu itu saya sediakan buat keluarga. Menjelang maghrib malam minggu kemarin setelah saya mengantar kedua anak lelaki saya ke Pesantren Darut Tsaqafah untuk belajar, sebenarnya sudah saya siapkan waktu untuk menulis liputan khusus ini. Eh, saya mendapat telepon dari kawan yang mengeluh rencana ke Jakarta beli komputer pada minggu pagi terancam batal gara-gara teman yang mau mengantar dirinya tak jua merespon setelah di-SMS dan juga ditelepon. Dia bad mood dan akhirnya saya mencoba menawarkan bantuan untuk menemani dia membeli komputer di Bogor saja. Maka, setelah disepakati, berangkatlah kami berdua ke Jambu Dua. Malam mingguan di mal deh jadinya. Sampai di rumah waktu sudah menunjukkan pukul 21 lebih sedikit. Meski agak lelah saya harus menyiapkan materi presentasi untuk Workshop Jurnalistik di MAN 1 Jakarta untuk esok harinya. Hingga tengah malam barulah saya beranjak ke tempat tidur. Hari minggu dari pagi hingga malam full juga. Meski cuma mengisi acara dari pukul 10 hingga pukul 12, tapi karena acaranya di Jakarta maka pukul 7 saya sudah ada di stasiun kereta Bogor dan sampai di stasiun Bogor lagi menjelang Ashar. Tak langsung pulang ke rumah karena siang harinya istri saya kirim SMS mengabarkan bahwa dia dan anak-anak pergi ke MediaIslamNet, tepatnya untuk ikut mengantar kedua anak saya berlatih seni di Sanggar Kreativitas Anak dan Remaja Al-Hambra. Saya sudahlah, akhirnya saya jemput pada pukul 5 sore ke sana. Sampai rumah sepuluh menit menjelang maghrib. Bersih-bersih dan kemudian berangkat mengisi kajian rutin kru gaulislam setelah shalat maghrib berjamaah di mushola dekat rumah. Mengisi kajian yang berubah waktu memang agak repot (biasanya ahad pagi), apalagi malam hari adalah waktu sisa. Namun saya salut dengan kawan-kawan kru gaulislam yang tetap semangat mengikuti kajian Kitab Diraasat fil Fikril Islamiy karya Muhammad Husain Abdullah. Saat itu kami membahas Bab “Kekhasan Sistem Ekonomi Islam”. Kajian selesai pukul 21 lewat sepuluh menit. Tuan rumah seperti biasa sudah menyiapkan makanan, kali ini tentu makan malam bukan makan pagi seperti biasanya. Ngobrol seputar perkembangan masing-masing dan juga gaulislam diselingi dengan ‘mempermak’ komputer teman saya dengan memasukkan beberapa software dan ebook dari laptop saya. Pukul setengah sebelas malam kami sepakat mengakhiri kebersamaan di kajian rutin tersebut. Sampai rumah sudah pukul sebelas malam lebih. Tadinya mau mengerjakan laporan diskusi ini, eh saya baru ingat bahwa tulisan gaulislam belum saya kelarin beberapa ribu karakter lagi. Walhasil, meski mata agak sepet sudah minta jatah istirahat saya selesaikan tulisan gaulislam dan kemudian meng-uploadnya ke website gaulislam agar bisa dinikmati oleh para pembaca yang sudah rutin menyambangi website gaulislam setiap Senin dinihari untuk mendapatkan edisi teranyar setiap pekannya. Saya mulai ‘tepar’ menjelang pukul 3 pagi. Wah, berat memang. ‘Beruntung’ jadwal Senin pagi membantu distribusi gaulislam tidak ada karena edisi cetaknya sedang libur selama ujian dan menjelang liburan anak sekolah, maka saya bisa memanfaatkan waktu untuk istirahat setelah semalaman begadang. Nah baru siang menjelang sore inilah tulisan untuk liputan khusus diskusi aktual Rabu, 14 Desember 2011 lalu mulai saya kerjakan meski tetap diselingi dengan ngajar di sore hari dilanjut siaran di malam hari dan baru sampai rumah menjelang tengah malam dan tulisan baru ditengok lagi untuk kemudian dituntaskan. Itupun, semoga pembaca tidak bosan karena hampir sepertiga isinya malah berisi curhatan saya pribadi seputar terlambatnya menulis liputan khusus ini. Maaf. Ya, diskusi aktual pekanan edisi 14 Desember 2011 ini kurang berjalan mulus. Saat menuju tempat diskusi pun musibah itu datang. Ban sepeda motor bagian belakang bocor saat melintas di depan Terminal Bubulak menuju ke Rumah Media tempat diadakannya diskusi. Nah, karena waktu sudah mepet maka saya pasti telat datang ke sana karena harus mencari tukang tambal ban di sekitar Bubulak itu. Benar saja. Sampai ke tempat diskusi saya tidak kebagian prolog karena sudah menunjukkan pukul 16: 40 WIB. Artinya saya telat 40 menit. Waduh! Meski demikian saya berusaha mengikuti diskusi dengan seksama. Menulis yang saya anggap penting sebagai bahan tulisan ini, sambil menyimak pendapat kawan-kawan yang sudah hadir sejak awal. Pada saat itu, yang masih saya ingat adalah pernyataan Ustad Umar Abdullah di akhir pengantar untuk diskusi pekan itu, “Saat ini setidaknya ada tiga wanita yang menjadi tersangka korupsi yang sedang hangat diperbincangkan: Angelina Sondakh, Nunun Nurbaeti, dan Miranda Swaray Goeltom” Seperti biasa Ustadz Umar Abdullah kemudian mempersilakan peserta diskusi untuk bertanya atau menyampaikan komentarnya. Pertanyaan pertama disampaikan Abdullah, peserta cilik (kelas 4 homeschooling) yang biasanya juga agak lebay karena sering ikut berkomentar (yang kadang nyambung kadang tidak hehehe). Tapi yang pasti dia menjadi penggembira di acara diskusi dan semoga bisa ada yang ‘nyangkut’ juga informasinya untuk diketahui sebagai bekal wawasannya. Abdullah bertanya, “Nunun nyuap ke siapa dan kenapa dia nyuap?” Pertanyaannya sederhana tapi jawabannya yang butuh penjelasan maksimal. Taqiyuddin Abdurrahman (ini adiknya Abdullah—kelas 1 homeschooling), juga bertanya, “Suap itu apa sih?” Ini juga pertanyaan sederhana, tapi membutuhkan jawaban pas. Dari kalangan peserta akhwat, Fatimah NJL (siswa kelas 6 di sebuah SDIT dan juga Santri Pesantren Media) mengajukan pertanyaan: “Kenapa tema ini ditulis ‘koruptor-koruptor’ perempuan, seolah-olah banyak. Banyaknya itu segimana sih?” Fatimah penasaran. Tak mau tinggal diam, Junnie Nishfiyanti yang menjadi Koordinator Voice of Islam juga menyampaikan pertanyaannya yang terkait dengan informasi bahwa Nunun dan Miranda sudah saling kenal terutama saat menggolkan Mirandan S Goeltom menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004, “Satu, apa hubungannya Nunun Nurbaeti dengan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia? Dua, apa keuntungan Nunun dan Miranda kalau Miranda terpilih jadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia?” Peserta diskusi dari kalangan ibu-ibu juga ambil bagian dalam kesempatan bertanya. Eh, ada istri saya, Nur Handayani yang mengajukan pertanyaan, “Dibentuknya KPK itu ada pengaruhnya yang signifikan atau tidak (sebelum dan setelah dibentuk)? Kemudian dalam Islam sendiri lembaga apa yang berwenang menangani kasus korupsi?” Pertanyaan terakhir datang dari istrinya Ustadz Umar Abdullah, yakni Ustadzah Latifah Musa: ‘Kenapa Abi memilih tema perempuan-perempuan koruptor? Seperti ada tendensi tertentu karena lelaki sebenarnya juga banyak yang jadi koruptor” Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya Ustadz Umar Abdullah sering memberi kesempatan kepada peserta diskusi untuk menjawab. Saya sendiri ingin menjawab, tapi saya harus fokus kepada pencatatan momen dan kesimpulan diskusi untuk bahan penulisan, jadinya kurang maksimal. Respon dari peserta diskusi tidak ada maka pada akhirnya Ustadz Umar Abdullah sendiri yang menjawabnya. Untuk pertanyaan Taqiyuddin, jawabannya sebagai berikut, “Suap adalah pemberian seseorang kepada seseorang yang punya wewenang untuk mengambil keputusan agar keputusan tadi menguntungkan si pemberi suap. Baik pemberian tadi diberikan sebelum diambil keputusan ataupun setelah diambil keputusan,” jelasnya sambil menatap ke arah Taqiyuddn Abdurrahman yang seperinya juga agak bingung mendapat jawaban seperti itu, jika dilihat dari raut mukanya. Namun tak urung jua dia mengangguk tanda paham. Saya sengaja menyampaikan sebuah informasi bahwa saya pernah membaca di sebuah website bahwa ada keterangan atau dalil tentang suap yang dibolehkan, yakni ketika kita terpaksa harus memenangkan perkara karena kita pada posisi yang benar dalam sebuah kasus di pengadilan. Saya sendiri cenderung memilih pendapat yang mengharamkan suap—apapun alasan dan bentuknya. Tetapi saya tetap mengajukan pendapat itu ke forum. Lalu ditanggapi oleh Ustadz Umar Abdullah, “Apakah boleh kita menyuap hakim karena posisi kita benar? Tidak boleh,” tegasnya. Lalu Ustadz Umar Abdullah menceritakan sekilas kisah Qadhi Syuraih. Terutama yang berkaitan dengan pengadilan dan seputar keputusannya menjatuhkan sanksi kepada orang yang berperkara dengan hukum. Kesaksian sebagian saksi adakalanya meragukannya, namun dia tak kuasa menolak kesaksian yang memenuhi syarat pengadilan. Jika menemui hal ini maka Syuraih berkata kepada mereka sebelum bersaksi: “Dengarkanlah, semoga Allah memberi hidayah kepada kalian. Sesungguhnya yang menghukum orang ini adalah kalian. Sesungguhnya aku takut jika kalian masuk neraka karena bersaksi palsu, semestinya kalian lebih layak untuk takut. Berfikirlah kembali sebelum memberi kesaksian mumpung masih ada waktu.” Jika mereka bergeming, Syuraih berkata kepada terdakwa: “Ketahuilah saudara, aku menghukum Anda atas dasar kesaksian mereka. Andai saja kulihat engkau memang zhalim sekalipun, aku tidak akan menghukum atas dasar tuduhan, melainkan atas dasar kesaksian. Keputusanku tidak menghalalkan apa yang diharamkan Allah atasmu.” Dari kisah ini bisa diambil kesimpulan bahwa memang hakim bisa memberi keputusan salah sesuai bukti di pengadilan. “Itu sebabnya, orang yang meskipun salah tapi pandai bersilat lidah, bisa saja menang di pengadilan. Sementara orang yang semestinya berada pada posisi yang benar tapi dia tidak bisa mengungkapkan atau tidak bisa membela diri bisa saja divonis salah. Jadi, tidak perlu menyuap hakim untuk memenangkan perkara kita meskipun untuk menyelamatkan hak kita,” Ustadz Umar Abdullah melengkapi kisah Qadhi Syuraih. Menjawab pertanyaan Abdullah, bisa secara bersamaan dirangkai dengan pertanyaan Junnie yang memang berdasarkan fakta bahwa Nunun terlibat dalam kampanye Miranda S Goeltom menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Ya, berdasarkan pemberitaan yang marak di media massa, Nunun merupakan saksi kunci dalam mengungkap siapa sebenarnya dalang dari pelaku penyuapan terhadap anggota Komisi Keuangan DPR itu. Nunun disebut-sebut memerintahkan Ari Malangjudo untuk menyerahkan cek pelawat kepada para anggota DPR. Jumlah cek pelawat yang dibagikan kepada para anggota Dewan itu mencapai 480 lembar dengan nominal Rp 50 juta per lembar atau senilai Rp 24 miliar. Setiap anggota dewan menerima jumlah bervariasi, mulai Rp 250 juta hingga Rp 1,5 miliar. Pembagian cek pelawat terungkap berkat pengakuan Agus Condro Prayitno, anggota Komisi XI DPR periode 1999-2004 dari Fraksi PDIP. Agus mengakui dirinya menerima cek pelawat senilai Rp 250 juta pascapemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004 yang dimenangkan Miranda Goeltom. Kenapa menyuap? “Ya itu tadi, dalam rangka kampanye Miranda S Goeltom jadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia,” terang Ustadz Umar Abdullah sambil melengkapi data bahwa dari 26 yang diduga kuat terlibat, baru 2 orang yang divonis penjara. Ustadzah Latifah Musa menyampaikan pendapatnya bahwa, menurut Adang Darajatun (Suami Nunun) istrinya itu mendapatkan fee Rp 1 Miliar karena keberhasilannya mengkampanyekan dan menempatkan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Menjawab pertanyaan Junnie, Ustadz Umar Abdullah berkata, “Bagi Miranda untungnya dia jadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pasti banyak duit. Pegawai bank saja gajinya gede,” ujarnya. Melengkapi pendapat Ustadz Umar Abdullah, Ustadzah Latifah Musa berkomentar, “Peluang disuapnya juga besar. Selain itu, secara kebijakan, menjadi Deputi Gubernur Senior memiliki akses untuk mengendalikan perbankan dan itu pasti banyak celah yang bisa dimanipulasi pihak tertentu." “Ya, jika memang faktanya demikian, Nunun menjadi perantara Miranda ke anggota DPR. Tetap salah,” tegas Ustadz Umar Abdullah. Menjawab pertanyaan Fatimah, Ustadz Umar Abdullah mengurut nama-nama yang sudah kadung terkenal dalam kasus korupsi akhir-akhir ini seperti: Melinda Dee, Angelina Sondakh, Nunun Nurbaeti, Artalyta Suryani, Mindo Rosalina, dan Miranda S Gultom,” “Efektivitas KPK tak berjalan. Buktinya tambah banyak kasus kok.” Jawaban Ustadz Umar terhadap pertanyaan Nur Handayani. Sementara untuk mencari tahu orang-orang yang bisa jadi tersangka kasus korupsi, negara bekerja sama dengan pihak kepolisian dan kehakiman. Lalu pembahasan agak melebar sedikit, Ustadz Umar Abdullah menyampaikan bahwa, “Dalam Islam kepala intelijen negara Islam yang pertama adalah Huzaifah Ibnul Yaman (orang yang diberitahukan oleh Rasulullah ilmu-ilmu tentang kejahatan sebagaimana pernyataannya, ‘Kalo orang-orang bertanya tentang kebaikan dan bagaimana cara meraihnya. Tapi aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kejahatan dan bagaimana cara mencegahnya)." Hmm… “Ya, pelacakannya oleh badan intelijen, penangkapannya polisi, pengadilannya qadhi. Bisa dihukum langsung atau bisa dipenjara. Paling ringan dikembalikan harta korupsi. Atau disiarkan keluarganya, bisa juga dihukum mati,” tegas Ustadz Umar Abdullah . Saat menjawab pertanyaan Ustadzah Latifah Musa, Ustadz Umar Abdullah mengatakan bahwa: “Tidak ada tendensi. Anggapan bahwa jika anggota DPR banyak perempuan akan menurunkan tingkat korupsi, ternyata tidak terbukti. Justru banyak yang korupsi. Tetapi yang terbukti menurunkan korupsi adalah KEIMANAN.” Nah, dalam kesempatan ini pula Ustadz Umar Abdullah menjelaskan sosok teladan bernama Abdullah bin Rawahah yang ditugaskan ke Khaibar untuk memungut harta tentang akaq musaqah (akad bagi hasil untuk lahan yang sudah ada tanamannya) antara penduduk Khaibar dengan negara Islam. Ketika hendak membagi hasil kurma, maka orang-orang Khaibar yang perempuan mengumpulkan perhiasan untuk dijadikan suap kepada Abdullah bin Rawahah (nama lengkapnya Abdullah bin Rawahah bin Tsa'labah al-Anshari al-Khazraji). Melihat cara mereka memperlakukannya, Abdullah bin Rawahah berkata, "Hai orang-orang Yahudi! Demi Allah. Kamu semuanya adalah makhluk Allah yang aku benci! Meskipun demikian, aku tidak akan mencurangi kalian. Kalian menawarkan kepadaku barang suap, sedangkan barang suap itu haram. Dan kami membenci memakan barang suap!" Mendengar penolakan Abdullah, orang-orang Yahudi itu berkata, "Dengan sifat itu, langit dan bumi tegak berdiri." Suasana senja kian terasa, dan tak seberapa lama kemudian terdengar suara adzan Maghrib. Diskusi hari itupun berakhir dengan satu kesimpulan: “Kejahatan apapun, termasuk korupsi tidak melulu dilakukan oleh kaum lelaki. Wanita pun bisa melakukannya. Bahkan sejak zaman Nabi saw. wanita yang jahat sudah banyak, wanita yang penipu juga banyak, termasuk yang hendak melakukan penyuapan dengan cara bekerjasama dengan para pria di Khaibar dalam kisah Abdullah bin Rawahah. Artinya, yang bisa mencegah hanyalah keimanan. Bukan jenis kelamin. Ini juga sekaligus membantah pernyataan bahwa jika banyak anggota DPR dari kalangan perempuan maka tidak ada korupsi. Faktanya, kini sudah terbukti bahwa banyak perempuan menjadi koruptor dalam sistem kapitalisme yang sedang berlaku saat ini.” Akhirul keyboard, sampai jumpa pada liputan diskusi berikutnya. Semoga meski telat laporannya disampaikan ke pembaca, tetapi tidak mengurangi bobot informasi dan solusi yang ditawarkan dari diskusi aktual yang digelar tiap pekan itu. Insya Allah. [OS]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H