Senja kala menyapaku dengan sejuknya embun kota Ngalam (dibalik jadi: Malang) yang sering disebut kota paling suantai di antero Nusantara, hingga akrab disapa ‘Malang Suantai Sayang’, suatu majas yang seakan Malang dihinggapi oleh para kaum yang damai dalam suatu suasana kota yang dingin, yang di dalamnya terdapat jutaan intelektual. Pertanyaanya adalah, Malang santai dalam hal apa? Sayang nya ditujukan kepada siapa? Dan Bagaimana pengistilahan itu ada?.
Diksi ‘Malang Suantai sayang’ membuat banyak spekulasi analisa tentang kondisi kota Malang saat ini. Malang yang dikenal sebagai kota paling dingin di Jawa Timur, kota wisata hingga predikat kota pendidikan. Menjadi pertanyaan dan spekulasi besar saya bahwa ‘Malang Suantai Sayang’ adalah representasi dari jawaban disorientasi intelektual muda di kalangan mahasiswa (Negeri/ Swasta) di kota Malang yang tidak lagi memiliki taring sebagai agent of change atau agent apalah yang sekiranya menunjukkan bahwa mahasiswa adalah Shubbanul Yaum Rijalul Ghodd. Ya,,, mungkin ini hanya keresahan saya pribadi selaku mahasiswa pejuang skripsi.
Setelah itu, anggap saja saya lagi berimajinasi sebagai mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Itu loh, yang disandang- sandang oleh Pak Rektor sebagai kampus islam negeri terbaik se Nusantara bahkan Asia, dan rupanya segera menyongsong Word Class University (WCU). Siang itu saya menghadiri forum seminar, yang katanya gratis dan mendapatkan sertifikat, kumpulin point buat daftar skripsi, lumayanlah. Setelah itu saya memasuki ruang itu dan ternyata salah satu narasumber nya adalah Dr. Zainuddin, M.A, selaku wakil rektor I bidang akademik UIN Malang dan disampingnya pembanding profesional di bidang pendidikan Perguruan Tinggi (PT), bukan PT yang setelah kamu luluskamu kerja disana biar gaji nya dijamin dalam bentuk UMR/ UMK.
Seminar tersebut ternyata membahas terkait pembangunan pendidikan dan mutu PT. Saya mencoba menelaahnya dan terus memahami apa yang diucap Pak Zain dalam dialognya membangun pendidikan di PT. Ya, saya mencoba serius lah, soalnya kan yang didialogkan terkait almamater saya juga. Seusai narasumber memaparkan materinya. Saya masih memantau acara tersebut, dan ternyata disalah satu sudut banyak yang mengangkat jari telunjuknya untuk bertanya kepada Pak Zain.
“Pak, Sebenarnya kampus UIN Maliki Malang ini kampus apa?, kok ya ada Mahadnya, kursus bahasa arab hingga bahasa Inggris?” Tanya salah seorang Mahasiswa berparas Timor
“Jadi begini, UIN Maliki Malang adala kampus islam terbesar di Indonesia, yang memiliki jargon ulul albab, sehingga mahasiswa/i harus memiliki 4 pilar itu, dan kampus ini dulunya berawal dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, cabang dari IAIN Sunan Ampel Surabaya, selanjutnya dengan perkembangan sejarah berdirilah UIN Maliki Malang, yang didalamnya mengutamakan sistem integrasi dalam kajian metodologi pendidikan didalamnya. Sehingga kedepannya kampus ini akan menghasilkan intelktual yang ulama’ dan ulama’ yang intelektual, sehingga kita harus bisa menguasai bahasa arab dan inggris khususnya dan mendalami agama di ma’had Sunan Ampel Al Aly” Jawab Zainuddin
“Gus, kok apa yang diomongkan panjenengan mirip dengan apa yang diomongkan Gus Prof. Imam Suprayogo ya? Pendidikan macam apa sih yang ingin dibangun?” Ucap peserta berpeci putih
“iya, memang demikian, kan pendiri UIN ini kan Prof. Imam Suprayoga dan graind desain kampus ini kan beliau juga yang memiliki filosofi nya. Sehingga apa yang saya paparkan tadi tidak lepas dari cita- cita awal didirikannya kampus ini. Pendidikan yang hendak kami bangun adalah pendidikan yang nantinya bisa menghasilkan alumni yang bermanfaat di masyarakat, sehingga mahasiswa sains dan teknologi bisa mengembangkan kelimuannya untuk pembangunan teknologi di masyarakat dan non saintek bisa juga mengamalkan ilmu sosial nya dalam kehidupan sehari- hari” Sahut Wakil Rektor I
“Pak Wakil Rektor bidang akademik yang kami hormati, saya ingin menanyakan maksud dan tujuan internasionalisasi atau yang ngetren di telinga kami ialah WCU itu apa?, kok kami merasa dibodohi dengan orientasi akreditasi yang demikian.” Mahasiswi cantik bertanya
“seperti ini mbak, jadi UIN Maliki Malang kan sudah memiliki prestasi yang lumayan dikancah nasional bahkan internasional, sehingga perlu didata lebih masif lagi biar kampus ini bisa go internasional. Banyak kan kampus ini menerima mahasiswa asing yang setiap tahunnya tak kurang dari 30 mahasiswa asing dari berbagai negara yang ingin ngaweruh di kampus Ulul Albab ini, bahkan banyak juga kita melakukan pertukaran mahasiswa ke luar negeri dan alumni kita juga banyak yang diterima studi S2 di luar negeri” Jawab Pak Zain dengan lembut.
Setelah itu, moderator mempersilahkan kepada peserta untuk melakukan pertanyaan yang terakhir, yang bersifat lebih mengkritik kampus UIN Maliki Malang ini. Dan beberapa peserta mengangkat tangannya sambil berteriak, ‘saya’ ‘saya’ dan ‘saya’. Sedangkan saya sendiri juga ingin dipersilahkan untuk menyampaikan kritik kampus ini, akhirnya meskipun saya di sudut surau ilmu itu saya tetap mengacungkan tangan sambil berteriak, ‘Pak Zen- I Love You, Saya ngefans sama Bapak’. Berhasillah saya sebagai mahasiswa pejuang skripsi untuk diperkenankan melontarkan kritik dan pertanyaan langsung.