"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Telah meninggal dunia bapak M, warga kampung Kidul Sedayulawas," demikian pengumuman kematian yang disiarkan melalui pengeras suara masjid desa setempat, di Sedayulawas Kecamatan Brondong, Jumat (25/6/2021), pukul 09.59 WIB.
Kepulangan mendiang bapak M ini terhitung jenazah yang ke-14, yang harus dikebumikan warga Desa Sedayulawas dalam waktu tiga hari terakhir. Berselang dua hari sekembali saya ke tempat tinggal di Malang, informasi warga meninggal di kampung ini terus bertambah sebanyak 10 (sepuluh) orang. Ini belum termasuk yang berasal dari daerah lain di sekitar desa ini.
Kematian beruntun ini rata-rata disebabkan sakit mendadak yang dialami para almarhum, atau yang sebelumnya sempat menjalani perawatan di rumah sakit. Rata-rata gejala berat pada sakit yang dialami adalah 5-7 hari hingga sampai waktu ajalnya.
Kedatangan saya ke desa yang berada di wilayah pesisir utara Kabupaten Lamongan Jawa Timur ini sejak Selasa (22/6/2021) malam. Kebetulan, keluarga penulis juga harus dikebumikan malam itu setelah tiga hari mengalami sakit yang menyebabkan kesehatan almarhum turun drastis begitu cepat. Namun, belum sempat mengalami pemeriksaan atau perawatan intensif di faskes.
Kehilangan anggota keluarga paling memprihatinkan dialami keluarga D, yang kebetulan aparat pemangku pemerintah desa setempat. Dalam waktu yang tak berselang lama, harus kehilangan ibu kandung, disusul istrinya untuk selama-lamanya. Pemakaman kedua jenazah ini dilakukan dengan protokol kesehatan, karena meninggal saat masih dalam perawatan di dua faskes yang berbeda.Â
Sementara, beberapa warga meninggal lainnya punya riwayat dimana anggota keluarganya juga sempat sakit atau mendapatkan penanganan rawat inap rumah sakit beberapa hari sebelumnya. Ini menjadikan dugaan awal, bahwa setidaknya warga yang sudah meninggal ini pasien tanpa gejala (OTG), atau bahkan sebenarnya suspect karena mungkin kontak anggota keluarga lain atau tetangga yang sempat terserang Covid-19.
Apa yang terjadi di kampung kecil saya ini, Desa Sedayulawas, kabarnya juga dialami beberapa daerah tetangga di kecamatan lain. Seperti Desa Jompong, Dengok dan Brondong, juga Blimbing dan Paciran. Kebetulan, semua daerah ini berada di sepanjang kawasan pesisir utara (pantura) Lamongan, yang pusat aktivitas perekonomian hasil perikanan di Pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Jalur sepanjang kawasan pantura Lamongan ini terdapat sejumlah titik pelabuhan, juga industri pengolahan hasil perikanan. Keberadaan pelabuhan dan TPI ini tentunya menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pintu masuk peredaran berbagai bahan dan hasil perikanan atau lainnya dari berbagai daerah. Pusat kerumunan dan aktivitas ekonomi warga ini memang sangat sulit dibatasi, karena menjadi salah satu mata pencaharian dan sumber penghasilan utama masyarakat setempat dan sekitarnya.
Banyaknya kasus warga terpapar sakit dan kematian beruntun yang terjadi Desa Sedayulawas dan Brondong dan sekitarnya ini, jelas telah mengubah sejumlah daerah sepanjang pantura Lamongan ini menjadi kampung pandemik. Terlebih, dalam waktu bersamaan, di Kabupaten Lamongan dan sejumlah daerah terdekat seperti Gresik, Surabaya dan Bangkalan Madura, didapati menjadi daerah dengan kasus terkonfirmasi covid-19 sangat tinggi. Peningkatan kasus secara signifikan ini terjadi setelah liburan Hari Raya pertengahan Mei 2021 lalu.
Pihak rumah sakit rujukan yang ada di Lamongan, Gresik dan Surabaya pun, sudah sangat kewalahan menghadapi lonjakan warga terpapar sakit ini. Seperti, RS Muhammadiyah Lamongan dan RSUD dr Soegiri Lamongan, sudah tidak lagi memadai dan bisa menampung pasien terpapar sakit dengan gejala mengkhawatirkan yang dialami.
Dari perbincangan nonformal penulis bersama sejumlah warga Sedayulawas, beberapa faskes rujukan ini bahkan menolak lebih awal pasien yang dibawa keluarganya, dengan berbagai alasan. Paling utama, adalah penuhnya ruang rawat inap dan keterbatasan alat, atau banyaknya pasien berat yang harus ditangani, namun tak sebanding jumlah tenaga kesehatan yang ada.