SEKALI lagi, ramadan di kampung halaman di masa kecil menyisakan sejumlah kisah tersendiri. Penggalan kisah yang terasa menyenangkan, karena memang masih di usia anak-anak beranjak remaja. Â
Tidak banyak teringat tiap detilnya, bagaimana hari-hari puasa ramadan dijalani kala itu. Yang pasti, ramadan di kampung masa kecil berbeda suasananya, baik tradisi hingga iklim dan lingkungan alamnya.
Keluarga kami di kampung memang berada di wilayah pesisir pantai utara di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Karena berada di kawasan dekat pantai ini lah, cuaca sehari-hari berbeda, dengan suhu panas yang lebih terasa tentunya.
Tidak banyak pilihan lain menghabiskan waktu sembari berpuasa bagi anak kampung seperti kami kala itu. Karuan saja, era tahun 80-90 an belum ada ponsel pintar seperti saat ini. Internet di masa-masa itu juga belum dijumpai. Komputer ataupun gadget masih menjadi barang langka.
Belum disibukkan harus bekerja, maka sehari penuh puasa ramadan memang terasa cukup lama. Sesekali memang harus membantu orang tua mengurusi tanaman di ladang. Selebihnya, banyak bermaian dengan teman kampung atau anak-anak tetangga sekitar.
Dari sekian waktu, bermain di lahan persawahan atau telaga dekat perbukitan, termasuk tempat paling asyik dinikmati. Di telaga ini, kami bisa betah berlama-lama bermain menikmati alam terbuka, hingga tak terasa waktu sudah menjelang sore hari.
Di kampung kami, tepatnya di Desa Sedayulawas Berondong Kabupaten Lamongan, ada satu-satunya telaga kecil yang kala itu masih dikelilingi rimbunnya pepohonan dan alam lereng bukit yang masih alami. Tempatnya asri, namun sedikit berada di ketinggian. Airnya tentu saja sangat sejuk, karena langsung bersumber dari mata air bukit atau anak gunung Menjuluk.
Ada pengalaman paling mengesankan, ketika suatu ketika berpuasa ramadan hampir seharian di kawasan ini. Tepatnya, di areal persawahan yang berada di sisi timur lereng bukit. Saya dan sejumlah teman sekolah di SD, menemani salah satu anak yang kebetulan ikut membantu orang tuanya bertani di lahan itu.
Terik sepanjang siang hari waktu itu begitu menyengat, mengalahkan semilir angin seluas hamparan pematang sawah yang ada. Saking panasnya, kami terpaksa bolak-balik mandi dan bermain air di tempat itu. Karuan saja, ada satu tempat pancuran air begitu segar, yang biasa digunakan membersihkan badan usai bercocok tanam.
Di pematang lahan sawah ini, ada beberapa pohon kelapa yang sudah berbuah. Saking inginnya merasakan segarnya kelapa muda saat berbuka nantinya, kami berburu mencari dan mengumpulkan beberapa buah kelapa. Tentunya, harus pohonnya yang tinggi harus dipanjat terlebih dahulu untuk bisa memetik kelapa muda yang diinginkan.