SELAMA masa pandemi kini, lebih banyak waktu luang bagi kita berada di rumah. Ya, sudah berbulan-bulan selama darurat kesehatan akibat pandemi corona memaksa kita membatasi kerumunan dan aktivitas di tempat-tempat publik. Tak terkecuali bagi anak-anak, keseharian di sekolah sebelumnya berganti, cukup belajar di rumah masing-masing dengan pembelajaran tanpa tatap muka alias daring (dalam jaringan).
Seberapa penting sih belajar daring ini bagi anak-anak, terlebih yang masih jenjang usia pendidikan dasar (SD/SMP)? Sebagai orang tua, sepatutnya kita lebih menyadari keseharian anak dan memperhatikan tumbuh kembang mereka. Terlebih, dalam situasi anak-anak masih harus jauh dari dunia normalnya, dan kini lebih banyak terpapar 'dunia maya'.
Ayah dan Bunda, kita bisa mulai saja dengan melihat keseharian anak-anak kini. Ingin tahu perubahan apa pada anak-anak kita? Coba kita perhatikan 24 jam yang dilewati mereka. Bisa jadi, gawai dan internet tidak banyak dikenali mereka sebelumnya, kini seakan menjadi teman setia melebihi kedekatan mereka dengan orang-orang terdekat seisi rumah.
Tidak buta teknologi informasi dan internet tentunya positif. Ini bisa menjadi bekal penting mereka untuk menghadapi dunia di masa depan, yang memang tak bisa lepas dari perkembangan teknologi. Harapannya, anak-anak tidak akan gagap dengan berbagai perubahan dan kemajuan yang bakal dihadapi kelak.
Alih-alih agar tetap belajar, sekaligus menjauhkan dari ancaman kesehatan, waktu belajar anak-anak di sekolah untuk sementara waktu digantikan dengan pembelajaran daring seadanya. Akan tetapi, perlu disadari juga bahwa terlalu lama dan berlebihan terpapar dunia daring lebih beresiko bagi tumbuh kembang anak secara utuh.
Mari kita lihat lagi 24 jam waktu yang dilalui anak-anak kita dalam kesehariannya. Belajar dengan bimbingan jarak jauh melalui daring, paling hanya 2 sampai 4 jam saja. Selebihnya, waktu begitu penting bagi anak-anak, bagi pertumbuhan fisik juga perkembangan psikis mereka.
Belum lama ini, tercatat dalam beberapa waktu terakhir terjadi peningkatan tren pemanfaatan internet. Asosiasi Penyedia Jasa Telekomunikasi berlomba-lomba merilis capaian kenaikan penggunaan internet ini, terjadi pada lingkup pengguna pemukiman. Efek bekerja dari rumah dan belajar daring di rumah memang.
Sayangnya, kenaikan pemanfaatan internet ini juga dibarengi tren akses online game yang cukup signifikan. Sangat mungkin juga, dari kontribusi aplikasi hiburan lain seperti TikTok, Likee, Youtube, atau lainnya yang juga menyediakan fitur pesan dan permainan. Apakah ini juga dilakukan anak-anak yang juga pelajar? Sangat mungkin iya!
Waspada Resiko Stunting
Kembali pada keseharian 24 jam anak-anak kita. Jika memang mereka sulit terlepas dari gawai atau gadget dan internet, apa resiko yang bisa mengancam mereka?
Sudah banyak ahli menyebutkan, ada waktu berkualitas yang mestinya tidak boleh dilewati begitu saja dalam keseharian anak. Waktu bermain, banyak bergerak dan istirahat (tidur). Semua hal tersebut saling berkaitan dan sangat penting bagi tumbuh-kembang anak.
Masa pertumbuhan anak tentunya membutuhkan asupan nutrisi dan gizi cukup. Anak-anak yang terlalu asyik dan terpapar dunia daring, menjadikan mereka malas bergerak, lalu diikuti dengan nafsu makan yang berkurang. Jika ini yang terjadi, pertumbuhan fisik anak pastinya terganggu dan bisa kurang normal.
Pernah dengar istilah stunting? Perlu diwaspadai, pertumbuhan fisik kurang normal ini bisa mengancam anak-anak kita. Bukan semata tersebab asupan gizi kurang, melainkan bisa juga karena pola makan tak normal.
Bunda sering harus berkali-kali mengingatkan buah hati untuk segera makan? Atau mendapati sisa makanan yang masih banyak di meja belajar anak? Bahkan, harus mengalah menyuapi makan mereka sambil sibuk ber-gawai? Jika ini sering terjadi pada anak-anak kita, maka perlu diwaspadai.
Apakah jam tidur anak-anak anda cukup, karena kebanyakan terpapar dunia daring? Anak anda jadi susah tidur saat malam, dan cenderung tak nyaman dan berhalusinasi? Ini lebih berbahaya lagi! Resikonya tidak hanya menyerang pertumbuhan fisik dan kesehatan, namun juga psikis dan hal-hal lainnya.
Para ahli kesehatan bersepakat, tidur merupakan saat terbaik bagi pertumbuhan anak. Disebutkan, fase usia anak membutuhkan waktu tidur yang berbeda. Dan, masa pertumbuhan anak berlangsung selama waktu tidur setelah tiga jam, dan dimulai pukul 11 malam.
Seperti dilansir di suara.com, dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K), Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik FKUI/RSCM menyatakan, anak yang tidur terlalu larut malam ternyata berisiko mengalami stunting. Ini dikarenakan anak akan mengalami hambatan dalam memproduksi hormon pertumbuhan yang berperan pada tinggi badannya. Anak yang kekurangan nutrisi berupa protein ditambah sering tidur larut malam, cenderung terhambat pertumbuhannya. Kesimpulannya, stunting dan kebiasaan tidur terlalu malam saling berkaitan.
Efek lainnya, anak susah berkonsentrasi juga banyak disebabkan anak Anda kurang waktu istirahat atau tidur. Anak usia sekolah membutuhkan setidaknya 10 - 12 jam tidur per hari. Tontonan TV, komputer, dan permainan video game, disebut-sebut bisa menjadi pemicu kurang atau sulit tidur ini.
Para peneliti di University of Virginia menemukan anak-anak yang menderita insomnia mengalami penurunan kecerdasan. Studi dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health juga menemukan, bahwa kurang tidur pada anak dapat menyebabkan obesitas. Diketahui, untuk setiap jam tambahan tidur pada anak, risiko berat badan turun sebesar 9 persen.
So, semua pihak mestinya lebih interes pada masalah ini. Jika memang daring harus dikenalkan sejak dini pada anak untuk menggantikan waktu sekolah mereka, semestinya diantisipasi juga dampak dan efek lebih panjangnya. Daring yang dipaksakan menjadi pilihan wajib aktivitas (belajar) di rumah, harusnya diimbangi dan disikapi lebih bijak.
Jangan sampai, karena harus memegang gawai tiap pagi untuk daring, justru akhirnya menyebabkan anak terpapar dan kecanduan online. Ini pastinya bisa mengalahkan dan mengabaikan kebutuhan bagi tumbuh-kembang anak yang lain.
Lompatan tinggi penguasaan teknologi informasi sejak dini adalah capaian harapan yang tak mudah. Namun, sebuah lompatan yang akhirnya kebablasan bagi anak justru akan merugikan. Anak tetap memiliki fase dan tahapan untuk tumbuh dan berkembang yang tak bisa dilewati begitu saja. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H