Sebut saja ada sebuah sawah seluas 1000 meter persegi, ia termasuk sangat subur dan tanaman padi yang tertanam diatasnya bertumbuh sehat. Tapi, bisa dibayangkan bagaimana jika lahan itu berada di luasan sawah yang lebih besar yang tidak subuh dan banyak terjangkit hama.Â
Pertanyaan besarnya, akankah sawah yang subuh itu mampu bertahan atau sebaliknya ia akan terpengaruh menjadi berkebalikannya. Tentunya, besar kemungkinan pengaruhnya akan lebih besar ke arah negatif. Betulkan?
Seperti itulah gambaran pentingnya membuat komunitas yang sehat baik fisik maupun psikis. Sebuah lembaga pendidikan yang berkualitas tak mampu berdiri sendiri, ia butuh di dukung oleh lembaga lainnya. Jikapun tidak dalam bentuk dukungan formal, dukungan informal berupa menjaga kesehatan lingkungan dari polusi kenakalan dan semua suasana negatif lainnya bisa cukup membantu.
Saya menyebut fenomena ini dengan kata Kolaborasi. Meski semua bersepakat bahwa kolaborasi akan memberikan dampak positif tapi tidak semua mampu melaksanakannya di tataran lapangan. Contoh kecilnya, berbagi metode manajemen kelembagaan, bagaimana mengelola sebuah lembaga pendidikan yang baik, dan menghasilkan output terbaik.Â
Adanya kemalasan ini salah satunya dikarenakan masih ada frame berfikir, "saya harus menang dan kamu harus kalah". Bukan sebaliknya, "untuk menjadi menang, say harus membantu kamu menang".
Spirit kolaborasi yang cenderung menurun akan berdampak pada penurunan kualitas secara kolektif, namun disisi lain ia mampu mengangkat kualitas secara sporadis, yakni hanya lembaga itu dan itu saja yang muncul terbaik. Tantangan besarnya memang disana, ketika mampu meletakkan ego sektoral kelembagaan dan menggantinya dengan kesadaran bersama untuk maju.
Dalam konteks kelembagaan, ruang kolaborasi bisa masuk di ranah pengelola lembaga, yayasan dan juga dilevel tenaga pendidik dan kependidikan. Apapun, model dan ruang yang dipilih untuk kolaborasi, semua mensyaratkan kesefaham bersama bahwa ini adalah pilihan terbaik melaju lebih kuat dan jauh untuk lembaga pendidikan terbaik.
Sekarang, bagaimana memulainya? Setelah kesadaran bersama untuk tumbuh terbaik bersama sudah ada. Maka, lanjutkan ini dengan duduk bersama membicarakan kebutuhan masing-masing lembaga, dan rangkai dengan mengkomunikasikan di dalm satu forum bersama. Ada kekikukan bisa jadi, tapi proses sharing ini butuh terus dilakukan. Terkomunikasikannya kebutuhan ini, diikuti oleh saling berbagi solusi antar lembaga yang sudah terkolaborasikan itu.
Lembaga A ternyata membutuhkan sebuah sistem pembinaan mental karakter peserta didik. Sumber daya manusia dan sistem tata alur kurikulum untuk mendukung kebutuhan itu belum dimiliki. Sedang disisi lain, lembaga B memiliki sumber daya baik manusia maupun sistemnya. Kolaborasi bekerja diruang ini, saling berbagi saling mengisi.
Penutup, ada saat lembaga pendidikan akan kalah dengan pesatnya kebutuhan masyarakat bertumbuh dan masyarakat mampu secara mandiri memenuhi kebutuhannya tanpa menggunakan jasa lembaga pendidikan. Artinya, inovasi dan perbaikan kualitas wajib terus dilakukan oleh lembaga pendidikan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Selamat berproses, selamat berkolaborasi.
Penulis : Rofi'udin
Kepala MTs AL ISHLAH
Founder Yayasan SmartGen Indonesia