Permasalahan pendidikan saat ini butuh untuk didekati dengan cara yang lebih ekstra. Hal ini dikarenakan apa yang terjadi saat ini sangat berdeda dengan keadaan 10 tahun yang lalu.Â
Tekhnologi yang berkembang sangat pesat, sehingganya ia masuk diruang pribadi yang sangat dalam di peserta didik. Disatu sisi ketika pemanfaatannya positif ia mampu meningkatkan kualitas pendidikan, namun disisi lain konten negative yang menyertai bisa menghadirkan hasil negatif di hasil akhir maupun proses pendidikan itu sendiri.
Fenomena video viral di bulan februari 2019 ini, dimana ada seorang murid yang terang-terangan mengancam seorang guru pada saat proses pembelajaran. Yang tak tampak dari video itu adalah, proses awal yang menyebabkan kenapa sang siswa sangat berani melakukan itu.Â
Darimana ia mendapat referensi? Dengan siapa ia selalu berkomunikasi dan seberapa banyak keterlibatan orang tua dalam membersamai proses tumbuh kembang dalam kesehariannya. Tekhnologi masuk sebagai perantara sang murid dalam berinteraksi dengan semua hal diluar dirinya. Bisa jadi, ia mendapat umpan balik dari video yang ia lihat di media sosial baik youtube atau whassap yang dengan mudah bisa diakses melalui handphone pintas yang ia miliki.
Dibaca sederhana, apa yang terjadi diatas menjadi bukti bahwa tekhnologi menjadi bagian penting yang jika diabaikan akan menjadi penghambat besar menuju tujuan pendidikan, yakni membentuk generasi terbaik yang memiliki akhlaq tinggi dengan segala keunggulan  karakter. Tekhologi harus sengaja dilibatkan secara positif dan massif di ruang-ruang kelas.Â
Dan menjadi kewajiban gurulah untuk mengarahkan pemanfaatan positifnya serta didukung total orang tua walimurid. Setidaknya ada dua hal strategis yang harus dilakukan oleh guru dan orang tua. Pertama memberikan bimbingan media sosial sehat dan kedua meningkatkan interaksi non gadget dengan sang anak.
Media sosial Sehat
Anak pada dasarnya sudah tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Akan tetapi, saat lingkungan negative yang menyertainya, kemampuan untuk melihat yang benar adalah benar akan melemah. Disinilah orang tua dan guru berkolaborasi memberikan arahan, penjelasan dan bimbingan, bisa dalam bentuk diskusi mengajak anak untuk melihat lebih dalam manfaat media sosial, pun juga menjelaskan manfaat negatifnya.Â
Membuat peta kemana arah kehidupan akan melaju saat menggunakan media sosial secara sehat, dan kemana arah kehidupan saat media sosial dimanfaatan disisi negative. Â Mintai pendapat mereka, dan libatkan secara aktif. Sehingganya, muncul tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi, kenapa harus bermedia sosial sehat.
Meningkatkan interaksi non gadget
Interaksi non gadget bermakna, pada saat bertemu dengan anak, guru dan ataupun orang tua meletakkan gadgetnya dan kemudian fokus pada komunikasi yang sedang dilakukan. Ada dunia nyata dan ada dunia maya.Â
Gadget membangun dunia maya, sebaliknya non gadget membangun dunia nyata. Saat gadget terlibat dalam  komunikasi, semisal dalam satu forum satu meja, antara anak, orang tua dan guru sedang terlibat komunikasi membahas sesuatu, keberadaan gadget pasti membuat fokus bahasan menjadi tidak terarah. Tubuh berada disatu forum sedang fikiran sedang ada diluaran. Ada sesi rasa yang tidak terlibat.Â
Oleh karenanya, meningkatkan interaksi non gadget berarti menguatkan hubungan emosi dan keterlibatan perasaan dengan anak. Yang ujungnya adalah pembentukan karakter mereka.
Membersamai anak menuju kehidupan terbaiknya merupakan tugas dari semua fihak, tak hanya guru di lembaga pendidikan, tapi juga orang tua yang ada dirumah. Kolaborasi  aktif keduanya dibutuhkan, sebagai syarat utama tumbuh kembang positif anak.  Ayah Bunda dan sahabat semua, semoga semua urusan baik dalam rangka meningkatkan kualitas anak menjemput takdir kehidupan terbaiknya dengan mudah kita lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H