Penggunaan judul Detektif Danga-danga, kemudian oleh Bang Yus ditegaskan dan diperkuat dengan anak judul Episode Perawan di Sarang Mucikari. Kalimat yang tentunya mengundang tanda tanya besar di benak kita? Adakah gadis perawan di sarang mucikari? Pertanyaan yang bisa dijawab ya, bisa tidak dan bisa juga tidak perlu dijawab sama sekali. Karena, biasanya, tentu saja mucikari (baca: germo) akan segera menjadikan seorang perempuan korban trafiking sebagai mesin uangnya.
Itu terlihat dalam ending pementasannya ternyata mampu menyelamatkan sang perawan sehingga dapat kembali ke pangkuan orangtuanya sehingga belum sempat menjadi korban eksploitasi seksual oleh pria hidung belang.
Sebagai seorang budayawan yang tentu sangat menghormati profesionalitas aparat, tentu saja Bang Yus tidak ada maksud menegasikan keberadaan aparat keamanan, aparat hukum dan aparat-aparat berseragam lainnya. Namun, di balik itu, hakikatnya Bang Yus telah menyisipkan pesan kepada masyarakat, bahwa rakyat jelata yang lemah sekalipun sangat diperlukan partisipasinya dalam mencegah dan menanggulangi masalah perdagangan orang.
Keterwakilan Budaya
Dalam penanganan permasalahan berbangsa dan bernegara, termasuk pencegahan dan penanganan masalah trafiking keterwakilan budaya hendaknya perlu mendapat apresiasi dari para pengambil kebijakan.
Undang-undang No. 21 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) yang disahkan pada tanggal 20 Maret 2007 hendaknya lebih membumi, dapat tersosialisasi ke akar rumput, tidak hanya berkutat dari tangan para ahli hukum ke tangan pihak elit atau sebaliknya.
Benar sekali sudah ada penyuluhan, sosialisasi dan iklan layanan masyarakat. Itu bagus. Tidak salah pula kegiatan pelatihan, workshop, seminar, lokakarya, konferensi guna membahas masalah trafiking dari tingkat RT hingga tingkat tinggi (baca: internasional). Itu tetap perlu dilanjutkan.
Kini, saatnya penanganan masalah berbangsa dan bernegara juga disempurnakan dengan menggunakan alat komunikasi yang sangat efektif, dengan bahasa rakyat. Teater, sebagai seni pertunjukan yang mereplikasi kehidupan akar rumput seperti apa adanya, perlu juga dijadikan alat komunikasi yang efektif itu, yang menjadikan rakyat seperti dirinya sendiri.
Tentu saja, pemecahan berbagai persoalan perlu kita lakukan dengan kepala dingin. Nah, teater komedi, seperti yang menjadi ciri khas Teater O – USU sejak kelahirannya 21 tahun lalu perlu mendapat sambutan, bukan cemoohan atau tertawa belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H