Mohon tunggu...
Swadestawasesa
Swadestawasesa Mohon Tunggu... Jingle Man -

Penyuka musik yang enggak cadas-cadas banget dan enggak melow-melow banget. Tapi suka sama perempuan yang sekali cadas, cadas banget atau sekali melow, melow banget. :p

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lirik NOK37 Menampar Orang-orang Suci

6 Januari 2016   17:22 Diperbarui: 6 Januari 2016   17:45 3301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="NOK37/Beritajogja.id"][/caption]

Ogut kemaren baru saja wawancara sama grup rap paling berbahaya di Jogja, NOK37. Grup Rap yang satu ini bisa dibilang paling beda dari pengusung rap di Jogja. NOK37 bikin genre sendiri yang mereka namain RAW-Rap. Bahasanya jawanya sih rap waton tabrak. Rhyme-nya lurus aja, enggak ada kelok-kelok atau nge-flow macam grup rap kebanyakan di Jogja.

Sebelum wawancara, ogut kudu belajar soal NOK37 dong. Biar enggak dibilang jurnalis parasut alias ngehe yang enggak tahu apa-apa soal tema atau orang yang mau diwawancarai. Satu minggu lah ogut cari tahu soal NOK37 di internet sama tanya sana tanya sini. Dari kulikan selama satu minggu, ogut bisa bilang musik rap NOK37 ini cenderung gelap dengan lirik yang kuat. Mereka konsisten ngomongin persoalan sosial yang dekat sama anak muda Jogja.

Dari 5 lagu di album pertama dan tujuh single lepas yang dikeluarin NOK37, ada dua lagu yang ogut suka. Pertama Kapak dan batang Lidi dan kedua Prosa Solidaritas. Lagu Kapak dan Batang Lidi ini make gitar kopong dengan blues fidelitas rendah. Riff-nya gloomy banget. Terus liriknya soal orang-orang tertindas di sekitar yang makin enggak kelihatan gara-gara individu yang sekarang lebih mentingin perut sendiri daripada orang lain.

Penggalan liriknya begini nih:

Untuk mereka yang dikafirkan karena menolak untuk menjadi sama atas dasar apapun../Darah adalah roh atau ordo di mana kepala intelejen berkata tumpas../Atas mereka yang kehilangan legitimasi untuk tanah mereka berdiri/Atas nama mereka yang teralinieasi mereka yang menolak berserikat..

Lagu itu juga sedikit ngomongin soal disonansi sosial, di mana mayoritas selalu benar. Lagu Prosa Solidaritas enggak kalah menggigit. Mereka ngomongin hal paling sensitif di dunia: Agama.

Fiuh, persoalan agama di Jogja dalam beberapa tahun terakhir memang sudah mengkhawatirkan. Banyak yang berantem lalu melakukan kekerasan berdalih agama. Tuduhan haram-halal sering banget keliaran di media sosial. Ada kemarahan dan kemuakkan yang terselip dalam lagu itu. Bung, Jogja yang dulunya anteng, tenterem, damai, sekarang bisa kesulut gara-gara persoalan agama.

Simak aja penggalan liriknya:

Kau aku kalian tak segaris kenyakinan/tapi bukan kah kita wajib tuk ingatkan/tak perlu angkat senjata berkalung parang/hidup dalam toleransi jabat tangan berdampingan.

Dalam hidup Tuhan tak perlu diperdebatkan/Tanpa pinggirkan ke esaan dan ke agungan/Tuhan selalu ada dalam nafas setiap insan/bersatu dalam hati mengalir di dalam raga/bukankah hubungan manusia satu dengan yang lainnya/dalam sebuah mahajana ini juga harus dijaga

Takzim bergandeng sejalan satu irama/tak memandang setiap jengkal teritori perbedaan/kenyakinan adalah hak asai tak perlu di paksakan/jangan tertipu simpul seremoni khidmat persekawanan/Persatuan kini bermetafora hanya menjadi slogan
hanya dalam tuturan tak pernah tulus berteman/Tak ada lagi hormat sejawat dalam tulus iklas/hanya memikirkan ego tanpa dasar habluminnanas...

Buat ogut ini nonjok banget sama realita kekinian. Agama yang-lagi-lagi soal tafsir-bukan cuma ngomongin hubungan vertikal tapi juga horisontal batasannya udah mulai kabur. Semua melulu ke hubungan vertikal. Manusia dipandang bukan lagi atas dasar kemanusiaannya melainkan status dan identitas, di mana aristokrat dan elite meresponnya dengan mengagungkan kata persatuan di mimbar saja lalu diakhiri riuh tepuk tangan.

Buat ogut ini apa yang disampaikan NOK37 dekat banget sama kehidupan sehari-hari. Itu terjadi namun banyak yang menutup mata. NOK37 enggak perlu jadi haji atau berjubah untuk menyampaikan hubungan antarmanusia. Mereka cukup dandan kayak penyanyi rap kebanyakan aja tanpa jualan nama Tuhan.

Wawancaranya bisa disimak di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun