Mohon tunggu...
Swadestawasesa
Swadestawasesa Mohon Tunggu... Jingle Man -

Penyuka musik yang enggak cadas-cadas banget dan enggak melow-melow banget. Tapi suka sama perempuan yang sekali cadas, cadas banget atau sekali melow, melow banget. :p

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ojek Online Solusi Sementara Masalah Transportasi di Jogja

19 Desember 2015   03:04 Diperbarui: 19 Desember 2015   03:11 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Calljack Jogja salah satu Ojek Online yang baru beroperasi di Jogja (Foto: Beritajogja.id/Aristides)"][/caption]Was-was juga saat lusa lalu membaca dilarangnya ojek online sama Menteri Jonan. Padahal di Jogja sendiri ojek online selama satu tahun terakhir sudah membantu masyarakat, khususnya sebagian besar mahasiswa. Soalnya, layanan ojek online enggak cuma bisa mengantar dari satu tempat ke tempat yang lain tapi juga bisa mengantarkan makanan. Apalagi di musim hujan begini, mahasiswa malas keluar buat cari makan.

Yang lebih penting lagi, ojek online mampu mengatasi persoalan buruknya akses dan ketidakadilan transportasi di Jogja. Waktu operasional bus yang tidak 24 jam dan beroperasi sampai tempat tertentu ditambah buruknya perbaikan fisik cukup merepotkan warga yang tidak punya motor pribadi. Apalagi untuk mereka yang punya aktivitas padat. Buat yang mau ke tempat yang tidak terjangkau bus dan angkot bisa menggunakan ojek online.

Saya ambil contoh Malioboro yang sering didatangi orang-orang untuk wisata atau anak muda Jogja buat sekadar nongkrong. Sayangnya, akses transportasi ke sana sungguh terbatas. Hanya sampai jam sepuluh malam. Enggak ada lagi busway atau angkot yang bisa digunakan sebagai akses ke sana. Artinya di atas jam sepuluh malam, Malioboro hanya bisa didatangi bagi mereka yang punya kendaraan pribadi. Sedangkan buat mereka yang enggak punya motor pribadi, ya monggo lah tengkurap saja di rumah.

Ketidakadilan lainnya adalah soal tarif parkir yang letoy. Iwan Puja Riyadi, peneliti Pusat Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM sempat menyinggung ini. Dalam wawancaranya dengan Beritajogja.id Iwan memaparkan panjang lebar soal ketidakadilan yang satu ini. Kata Iwan, yang naik mobil Ferrari tarif parkirnya sama dengan yang naik mobil merk Tiongkok. Yang naik motor Ninja tarifnya sama dengan yang naik pitung. Parkir di daerah A sama harganya dengan parkir di Mall.

Lalu, Wisatawan yang menggunakan bus punya titik yang sama dengan yang menggunakan mobil. Namun banyak tempat wisata di Jogja yang menarik tarif bus jauh lebih mahal ketimbang mobil. Ada pula tempat wisata yang tidak memperbolehkan bus masuk wilayah. Padahal, bus kan ngangkut orang banyak tuh. Bayangkan saja kalau mereka yang naik mobil atau motor pribadi diangkut sama bus, berkurang lah jumlah kendaraan di Jogja dan pastinya menekan kemacetan.

Petugas negara yang dibebani kewajiban melayani rakyat juga abai dalam memberikan fasilitas dan kenyamanan transportasi. Akibatnya, transportasi rakyat tidak terurus hingga tak menarik masyarakat untuk menggunakannya. Selain itu, waktunya pun terbatas dan harganya mahal. Untuk sekali naik bus misalnya, perlu biaya Rp3000 dan Rp6000 kalau mau bolak-balik. Orang juga bakal memilih beli kendaraan pribadi melihat hal ini. Apalagi sekarang kredit motor atau mobil murah meriah. Ada juga yang cuma modal KTP di awal.

Buruknya akses bisa dilihat pada trotoar dan lampu merah. Pemerintah bilang sudah memfasilitasi pesepeda dengan memberi mereka ruang tunggu di lampu merah. Ruang tunggu itu enggak lebih sempir dari rumah barbie. Terus kalau sudah lewat lampu merah, di mana hak pesepeda jadi kabur. Kudu nunggu lampu merah berikutnya buat dapat "rumah barbie" lagi. Di trotoar, hak pejalan kaki sudah enggak ada. Trotoar dijadikan tempat dagang, pemasangan spanduk, baliho, sampai TPS alias tempat parkir suka-suka. Penyandang disabilitas juga kehilangan hak akses jalan yang aman dan nyaman. Enggak ada trotoar yang didesain khusus untuk mereka di jalan-jalan utama. Kalau ada yang mau ke Malioboro misalnya dari Taman Parkir Ngabean, penyandang tua netra misal kudu lewat mana coba?

Pada titik ini, keputusan Jokowi saya rasa tepat untuk mengaktifkan kembali usaha ojek online. Selain cukup terjangkau, ojek online ini bisa digunakan kapan saja dan oleh siapa saja untuk mengakses tempat-tempat yang ingin dituju saat transportasi di Jogja tidur. Ojek online juga bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak punya kendaraan pribadi namun padat aktivitas, bahkan bisa digunakan untuk penyandang disabilitas sekalipun.

Yang kudu diperhatikan pengusaha ojek online adalah adanya potensi mengurangi penjualan sepeda motor atau mobil pabrikan yang mungkin akan melahirkan serangan balik cepat. Kudu dipikirin bener tuh strateginya kalau sampai kejadian beneran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun