Mohon tunggu...
M. Dzulfahmi Yahya
M. Dzulfahmi Yahya Mohon Tunggu... profesional -

Hijauku.com Co Founder. Suka bersepeda, futsal, film dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Polusi Udara, Penyebab Utama Kematian pada 2050

5 April 2012   05:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:01 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polusi udara akan menjadi penyebab utama kematian penduduk pada 2050, jika dunia terlambat beralih ke praktik ekonomi yang berkelanjutan.

Menurut proyeksi lingkungan OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) berjudul “The Consequences of Inaction” saat ini banyak kota-kota di dunia, terutama di Asia, yang tingkat polusi udaranya melebihi batas aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kondisi ini akan semakin parah pada 2050.

Jumlah kematian prematur (premature deaths) akibat pencemaran udara – yang bersumber dari benda-benda partikulat yang memicu gangguan pernafasan – diperkirakan akan naik dua kali lipat, dari 1 juta kematian saat ini menjadi hampir 3,6 juta kematian per tahun pada 2050. China dan India adalah negara dengan jumlah korban terbesar.

Jumlah kematian akibat ground-level ozone atau asap kabut (asbut) juga akan naik lebih dari dua kali lipat dari 385.000 menjadi hampir 800.000 antara 2010 dan 2050.

Mayoritas korban berasal dari negara-negara Asia, yang memiliki konsentrasi asbut lebih tinggi dibanding wilayah lain. Dan lagi-lagi lebih dari 40% kematian akibat asbut pada 2050, akan terjadi di China dan India.

Dengan memertimbangkan ukuran populasi, negara-negara OECD – yang masyarakatnya banyak tinggal di perkotaan dan berusia lanjut – akan menempati posisi kedua negara dengan jumlah kematian akibat asap kabut terbanyak setelah India.

Polusi sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) – gas-gas utama pembentuk asap kabut (ground level ozone) – akan meningkat pesat di sejumlah negara maju baru dalam beberapa dekade mendatang.

Pada tahun 2050, tingkat emisi SO2 diperkirakan akan melonjak 90% dan NOx akan naik 50% dari angka tahun 2000.

Saat ini, hanya 2% dari populasi urban dunia yang hidup di wilayah dengan konsentrasi emisi PM10 sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 20 µg/m3. Beberapa waktu yang lalu, Hijauku.com sudah membahas tema polusi PM10 ini dan kondisi pencemaran udara di kota-kota besar Tanah Air.

Menurut data OECD, sekitar 70% populasi urban di negara-negara BRIICS (Brasil, Rusia, India, Indonesia, China dan Afrika Selatan) serta negara-negara lain hidup dengan konsentrasi PM10 di atas batas aman WHO (rata-rata di atas 70 µg/m3).

Pada 2050, tingkat polusi PM10 ini diperkirakan akan terus naik di semua negara. Tanpa upaya yang sistematis untuk memerbaiki kualitas udara, negara-negara OECD dan BRIICS tidak akan bisa mengatasi polusi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Satu-satunya solusi adalah beralih ke sistem pengelolaan negara yang berkelanjutan yang bisa melestarikan lingkungan sekaligus mewariskannya untuk generasi mendatang.

Redaksi Hijauku.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun