Tempo hari, muncul harapan orang di grassroot agar Pemilu anggota legislatif segera berlalu. Itu karena di satu pihak ia ditekan oleh pemimpin teras partai politik untuk mengerahkan massa dalam kampanye, sedangkan pada pihak yang lain, dana yang ia terima sedikit, sehingga ia harus bernegosiasi sangat keras dengan orang-orang yang emoh ikut kampanye jika biaya akomodasi dan transportasinya kurang memadai.
Kemudian Pemilu anggota legislatif pun berlalu. Selang dua bulan, Indonesia kembali menggelar Pemilu Calon Presiden dan Wakil Presiden RI. Tetapi sebelum itu, ada masa kampanye. Kali ini ramai sekali. Diperkirakan angka partisipasi pemilih meningkat. Kampanye bukan saja terjadi di ruang konkrit, melainkan juga di dunia maya. Janji-janji politik dan visi-misi serta strategi dan taktik ber-sliweran dengan kampanye negatif dan hitam. Turut serta di dalamnya berbagai fitnah.
Kampanye yang paling ramai dengan data faktual dan fitnah serta meme tentu saja di dunia maya. Di sini, orang bertarung dengan kata-kata dan gambar. Kabarnya tidak sedikit orang yang berkurang dan bertambah pertemanan karena mem-posting atau berkomentar soal isu ini. Dan seperti halnya tadi, tidak sedikit orang yang mengharapkan kampanye dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI segera berlalu. Kini, ia pun berlalu.
Akan tetapi, ketika Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI 9 Juli 2014 berlalu, orang pun kini dihadapkan dengan polemik hasil quick count dan exit poll yang berbeda satu sama lain, terutama dari lembaga survey yang terbukti masuk menjadi tim sukses salah satu pasangan. Hal ini diperparah dengan klaim dan proklamir kemenangan dari masing-masing pasangan. Karena itu tidak sedikit orang merasa bingung.
Tanggapan:
1. Soal polemik perbedaan hasil survey beberapa lembaga quick count dan exit poll, maka tidak bisa tidak, seluruh lembaga quick count dan exit poll harus diverifikasi, bukan saja akurasi dan keilmiahannya, melainkan juga keberpihakan para pekerja dan sumber pendanaannya. Biarkan para pekerjanya berpihak dalam kontestasi demokrasi elektoral ini, namun hasil quick count dan exit poll mereka jangan manipulatif alias wajib akurat / ilmiah (sesuai pendekatan sains / saintifik) serta pendanaan yang akuntabel.
2. Perbedaan dan polemik hasil quick count dan exit poll ada baiknya diposisikan dalam 'ruang akademik'. Sebagaimana orang bebas berpendapat dan pendapatnya wajib dihargai, maka lembaga quick count dan exit poll pun bebas mem-publish hasil temuannya. Namun, bukan bebas dan penghargaan yang sekonyong-konyong. Bebas dan menghargai pendapat dan temuan artinya giring pendapat atau temuan itu ke ruang akademik untuk dihakimi nilai kebenarannya oleh publik, terutama oleh kalangan yang paham / ahli.
3. Klaim kemenangan pasangan Capres Cawapres RI bukan fenomena baru. Yang baru adalah ketika klaim kemenangan tersebut diproklamirkan oleh dua pasangan (peserta / kontestan). Karena pemenangnya mestilah satu pasang dan tidak mungkin dua pasang, maka pasti ada satu pasang yang keliru mengklaim dan satu pasang lagi memang benar-benar pemenangnya dan berhak mengklaim. Namun klaim mereka berlandaskan hasil survey versi masing-masing. Baiklah. Biarkan saja. Artinya publikasi klaim kemenangan ini merupakan psywar (perang psikologi). Sebab bukan saja klaimnya berdasarkan hasil survey, melainkan juga keputusan yang berkekuatan hukum rencananya akan dipublikasikan 22 Juli 2014 oleh lembaga otoritatif Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat.
Tentu saja sikap bijaksana dalam menyikapi polemik perbedaan hasil survey dan klaim kemenangan masing-masing pasangan tersebut adalah menyimak hasil real count yang rencananya akan dipublikasikan oleh lembaga otoritatif dan berkekuatan hukum KPU pada 22 Juli 2014 mendatang. Mari sikapi proses ini dengan cerdas dan jernih. Berserah dirilah kepada kebenaran. Kawal terus pengelolaan negara bangsa ini agar sesuai dengan tujuan pembentukkannya. Menangkan Indonesia!