Mohon tunggu...
Meidion Anur Putra
Meidion Anur Putra Mohon Tunggu... Jurnalis - Reporting diverse stories

Melaporkan berbagai ragam berita, dengan satu tahun pengalaman di ruang redaksi. Bekerja dengan praktis dan disruptif untuk menemukan fakta dan nilai berita di adiwarna karya jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dampak Hypertext pada Jurnalisme Online

1 April 2017   04:16 Diperbarui: 1 April 2017   04:27 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jurnalisme online mengenal beberapa karakter pada kemudahan mengakses. Salah satu fitur yang akan saya bahas pada artikel ini adalah hypertext. Hypertext merupakan sekumpulan dokumen elektronik yang dibentuk oleh jaringan, yang mampu mengantar pengguna pada suatu halaman yang ditautkan (Mayer, 2005 hal. 309). Fitur ini mengantarkan pengguna pada kemudahan dalam mengakses atau menerima terpaan informasi yang mereka inginkan. Bagi perusahaan media massa, fitur ini juga menguntungkan mereka sehingga membuat pembaca betah berlama-lama pada situs mereka. Kita bisa mendefinisikan cara kerja hypertextadalah kumpulan material yang kemudian menciptakan serangkaian akses pada unit lain. Hal itu dapat dijumpai pada interfacekoneksi web.

Namun, terdapat beberapa teori yang menyatakan jika fitur hypretext bersangkutan pula dengan konstruksi dari berita itu sendiri. Definisi lain dari hypertextadalah kumpulan tulisan yang tidak berurutan, yang bercabang sehingga memberikan serangkaian pilihan pada pembaca yang menjadikan hal tersebut interkatif (Nelson, 1993 hal 2). Hal tersebut senada dengan teori-teori dari Bolter dan Landow yang mengatakan jika hypertextjaringan terbuka, tidak linear, serta berlawanan dengan hirarki berita yang diproduksi oleh media. Pada praktiknya sekarang ini jika kita melihat sebuah portal berita online kita melihat hypertext sebagai hal yang beriringan dengan konstruksi berita dan melengkapi berita yang ada sebelumnya.  Seperti fitur tagar atau yang lebih dikenal dengan hashtagpada media sosial “twitter”. Fitur tersebut merupakan refleksi dari hypertextpada internet. Berbeda jika kita masuk ke dalam sebuah portal berita online, fitur hypertexttersebut tidak hanya menautkan halaman seputar yang ada pada portal berita itu sendiri.

Hypertext tidak memiliki urutan resmi. Tiap jalan yang dibentuk oleh hypertext merupakan artikel yang meyakinkan dan bacaan yang pantas untuk pembaca memilah artikel secara dinamis. Artikel pada jaringan internet merupakan keberagaman tanpa dominasi (Bolter, 1990 hal 25). Hal tersebut senada dengan bentuk jaringan yang dibuat jika tautan tersebut mengantarkan kita pada portal lain yang melakukan pemberitaan mengenai fenomena yang sama, hal tersebut berlaku pada hypertext yang terdapat di wordl wide web(www) bukan pada suatu halaman yang memfungsikan fitur tersebut agar pembaca betah berlama-lama pada halaman. Dan hal tersebut lebih mendemokratisasi pembaca dalam membaca artikel secara online.

Pada jurnalisme online atau portal berita online, fitur ini bersebrangan dengan teori-teori diatas. Fitur ini lebih untuk memudahkan pembaca dalam mengakses berita. Berbeda dengan sebuah jaringan, fitur hypertextdibuat secara berlapis dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan beritanya. Sehingga, pembaca mampu memiliki kedalaman informasi yang diberikan oleh halaman berita tersebut.

Namun seperti yang kita ketahui pada portal berita online di Indonesia, hanya mengedepankan kecepatan pada produksi beritanya. Seringkali kita mendapati sebuah artikel yang tidak memiliki kelengkapan 5w+1h. Fitur hypertext digunakan untuk menautkan berita tersebut ke berita yang sama hanya saja kelengkapan informasinya sudah diperbaharui.

Sebagai contoh adalah berita mengenai penangkapan Sekjen FUI (Forum Ulama Indonesia) pada 31 Maret 2017. Pada pukul 15.44 berita yang diterbitkan berjudul “Massa 313 minta Sekjen FUI dibebaskan , Wiranto akan hubungi Kapolri”. Isi berita hanya berisikan verifikasi dari berita yang sudah ada pada pukul 15.42 yang berjudul  “Bertemu Wiranto, Massa 313 Minta Sekjen FUI Dibebaskan Sore Ini”. Pada halaman tersebut kegunaan hypertexttidak ideal secara penerapan.

Hypertextyang ideal memiliki keberagaman tekstual, menawarkan konten yang berbeda serta memberi pembaca pengalaman interaktif sehingga mereka mampu mengkonstruksi fenomena tersebut sendiri (Rost 2001). Menurrut Rost hypertextyang ideal mewakili;

  • Menekankan dan memperluas keberagaman

Mampu memberi variasi tak terbatas pada sebuah artikel tidak hanya pada satu portal berita namun juga portal lain atau sumber terhadap suatu informasi yang sama.

  • Menyajikan bentuk lain dari konten

Navigasi dari hypertext mampu membawa pembaca pada serangakaian data dan informasi secara spesifik.

  • Interaktif

Hypertext memberikan kemudahan pembaca dalam memilah informasi.

Dengan bentuk hypertext tersebut, maka demokrasi pembaca dalam memilah dan mengakses informasi mampu tercapai. Tidak hanya menjadi politisasi ekonomi sebuah perusahaan media saja fitur tersebut bermanfaat.

Media sosial juga tidak dapat dipisahkan dengan jurnalisme online. Fitur hypertextjuga merambah pada jejaring sosial tersebut untuk menambah angka pembaca. Jumlah pengguna media sosial yang tinggi menjadikan banyak perusahaan media menggunakan hypertext untuk masuk ke dalam portal berita mereka. Hal ini sebagai refleksi bahwa masyarakat modern sekarang adalah masyarakat yang haus akan informasi untuk keberlangsungan hidup mereka.

Hypertext sebagai hypermediacymerupakan manajemen informasi yang non-linear dari paradigma jaringan. Pada akhir 90-an, hypermediacymenjadi salah satu teori penting dalam new media (Lister, 2003 hal 29). Hypermediacy merupakan serangkaian aksi representatif dan membuat hal tersebut terlihat. Hypermediacy menawarkan ruang yang lebih heterogen dan sebagai jendela yang terbuka pada media lain atau bentuk representatif lain. Hypermediacy mengolah data menjadi suatu meditasi bagi pengalaman indera manusia (Bolter dan Grusin dalam Lister)

Hypertext yang ideal bertentangan dengan politisasi ekonomi suatu perusahaan media. Jika pembaca berpindah ke portal berita lain maka artinya jumlah pengakses menurun dan membuat portal tersebut kehilangan pamor. Suatu perusahaan media tidak akan beroperasi jika tidak memiliki pembaca. Kemampuan untuk mendapatkan uang dalam jurnalisme online tergantung dari bagaimana portal tersebut mengadakannya. Untuk perusahaan media biasanya pembaca membeli akses mereka. Namun menurut sistem liberal pluralis sistem pembaca yang banyak sehingga pengiklan membiayai perusahaan media merupakan cara paling signifikan untuk pembiayaan perusahaan media (Jones dan Salter, 2012 hal 19).

Konsekuensi dari hal itu adalah media dependen secara struktural pada pengiklan, sebanyak bagaimana iklan tersebut mengontrol konten yang ada pada media, dan sensor pada hal yang tidak mereka inginkan di media yang mereka biayai (Craig, 2004). Begitu pula dengan fungsi hypertext yang mana membuat pembaca berpindah ke portal berita lain tidak lah sejalan dengan media yang mendapatkan uang melalui iklan. Namun tidak jauh berbeda juga dengan media yang dibeli aksesnya oleh pembaca. Nytimes.com merupakan salah satu portal berita dimana pembaca harus membeli terlebih dahulu untuk dapat mengakses portal berita mereka. Namun mereka juga tidak menyediakan fitur hypertextpada halamannya untuk berpindah ke portal lain. Maka dapat disimpulkan bahwa independensi dan hypertex ttidak lah berjalan beriringan. Jaringan internet yang mampu merubah hal tersebut dimana masyarakat mampu lebih demokratis dalam memilah bacaan mereka.

Masyarakat yang cerdas dan hidup dalam negara demokrasi seperti Indonesia, memiliki kesempatan lebih untuk mendapatkan akses informasi yang kredibel dan beragam. Kita sedang berada di tengah arus globalisasi yang tak berhenti bergerak maju dalam inovasi. Jurnalisme online merupakan salah satu inovasi tersebut dengan macam dampak yang diciptakan. Dampak tersebut ada yang positif dan negatif. Sebagai masyarakat yang hidup di negara demokrasi, kita perlu berpikir kritis dalam megnolah informasi yang diterima. Perusahaan media mungkin memiliki agendanya sendiri dalam melakukan produksi berita, namun kita perlu cerdas memilah agar terciptanya pemerintahan yang baik. Media sebagai salah satu pilar demokrasi di Indonesia belum mencapai bentuk idealnya. Masyarakat lah yang mampu menununtun mereka untuk menjadi lebih baik lagi dalam menjadikan media yang berorientasi pada publik. Keberagaman konten, transparansi, kredibilitas, verifikasi yang tidak pernah berhenti merupakan syarat-syarat sebuah media menjadi ideal bagi kehidupan demokrasi.  Jurnalisme online sudah selangkah lebih dekat dengan hal tersebut. Membuat materi informasi menjadi suatu jaringan yang bertautan satu sama lain memberikan ruang publik yang luas dan bebas bagi masyarakat untuk mendapatkan kemajuan intelektual mereka. Sumber daya manusia adalah hal terpenting dari suatu negara menjadi maju dan sejahtera. Pendidikan dan jurnalisme bisa menjadi salah satu alternatif bagi negara ini kian unggul dari negara lain. Jika kita melihat feedback yang terdapat di media sosial memang masyarakat kita belum bisa dikatakan mampu berpikir kritis akan hal ini. Masih terlalu banyak sifat kebencian yang ditularkan melalui dampak negatif dari kebebasan berlebih tersebut. Kebebasan dan pendidikan harus berjalan beriringan agar masyarakat yang kritis dan negara yang sejahtera tercapai. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun