Mohon tunggu...
Maria Dini Gilang Prathivi
Maria Dini Gilang Prathivi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

a grenade :D

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketahanan Batik = Ketahanan Indonesia

3 Oktober 2012   05:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:19 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lautan batik di kantor hari ini jauh lebih meriah daripada lautan batik yang biasanya juga saya amati terjadi tiap hari Jumat. Jika saat hari Jumat presentasi pengguna batik mungkin hanya 75% saja, hari ini 99%, menakjubkan. Yang mengenaskan, 1% yang tersisa itu adalah saya. Saltum, bisa dibilang begitu. Malu sekali saya hari ini karena jadi satu-satunya orang yang tidak menyadari bahwa hari ini telah dikukuhkan menjadi Hari Batik Nasional.

Ya, batik rupanya makin lama makin ddogemari. Kehadirannya yang menyapa semua orang tanpa kecuali, tua muda, kaya miskin, berpangkat dan tidak, mau tidak mau harus disadari telah memperkokoh identitas bangsa Indonesia di mata negara lain. Istimewa dan tiada duanya. Elegan dan merakyat. Semua faktor unggul inilah yang membuat batik makin diakui Coba saja kita ingat, berapa negara yang pernah berusaha mencuri hak batik dari Indonesia dan mengklaimnya menjadi milik negara mereka? Let us be proud of it. They do recognize the beauty of Indonesian culture and clearly admit it.

Batik, wujud cinta

Wanita-wanita pembatik, mereka membatik tidak hanya untuk mendapatkan rupiah, tidak hanya untuk materi. Mereka membatik karena mereka mencintai apa yang mereka lakukan. Keahlian mereka disebabkan karena latihan bertahun-tahun, kebiasaan sepanjang hidup, bukan sekedar sesuatu yang bisa gampang dipelajari dengan mudah dari bangku-bangku kursus atau les keahlian tertentu. Motif yang tertoreh, itu kreatifitas murni, bukan jiplakan asal. Coba saja kita amati, satu demi satu motif batik yang selama ini kita lihat di etalase-etalase toko, mereka berbeda namun masih seirama. Mereka unik, namun masih senafas. Itu jelas bukan sesuatu hal yang bisa dengan mudah dibuat-buat, itu adalah ide murni nan original.

Diawali dari proses pewarnaan, pemberian  lilin (yang kita lebih kenal dengan proses nyanting) pada kain dan pelepasan lilin dari kain, pembuatan batik bukanlah proses yang cepat dan instan. Dibutuhkan ketelitian dan ketelatenan tingkat tinggi, hal yang mustahil dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki cinta.

Batik, bernilai historis

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Ningrat dan bangsawan. Batik adalah tanda keadiluhuran mereka. Berawal dari Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta, batik makin lama makin membumi saja. Lambat laun, tidak hanya kaum bangsawan saja, popularitas batik pun berkembang hingga kasta terendah, meski mungkin bahan dan kualitas kain yang diproduksi akan sangat jauh berbeda. Bahkan akhirnya, tidak hanya Jawa saja, batik pun mulai merambah minat para bangsawan di kepulauan yang berbeda, hingga kini batik sudah begitu mudah terjamah, oleh siapa saja, dimana saja. Kini, batik sudah berkembang menjadi pakaian paling formal yang bisa diterima oleh segala kalangan. Warna batik di Indonesia telah merasuk begitu lama, seiring dengan sejarah.

Batik fleksibel dan gaya

Batik hadir dengan begitu anggun dalam segala bentuk dan gaya. Gaun pesta, rok ataupun kaos santai, hingga tas dan sandal rumahan, sungguh tidak pernah mati gaya. Beribu desainer mencomot batik untuk dekorasi mungil dalam beberapa gubahan mereka. Berjuta pecinta seni memasukkan batik sebagai pemanis dalam karya-karya mereka.  Kombinasi batik dengan motif-motif lain, kombinasi batik dengan warna solid dan teksture yang berbeda tetap akan menghasilkan ciri khas Indonesia yang susah dihapuskan. Batik has its eternal blending capability, it enhance the  beauty itself.

Batik, ketahanan Bangsa Indonesia

Beribu motif baru bermunculan, setahun dua tahun dan kemudian tenggelam. Beberapa mode baru bertebaran, tiga tahun empat tahun dan kemudian, ditinggalkan penggunanya. Sebut saja motif polkadot yang pernah jadi andalan pecinta vintage, apakah kini masih berjaya? Berapa orangkah yang masih kerap memakainya? Coba saja kita ingat motif bunga-bunga besar yang jadi menu wajib para penggemar retro, berapakah yang masih setia mengenakannya?

Batik tidak pernah tergeser oleh beribu mode lainnya. Batik tetap digemari, meski motif yang lain sudah mulai ditinggalkan. Batik tetap dicintai, meski motif lain dinilai membosankan. Pengguna batik tidak pernah berkurang, malahan terus bertambah. Batik tahan diterpa jaman. Keindahan batik adalah wujud nyata ketahanan budaya Indonesia. Berbanggalah, kawan! Negara kita, indah!

*catatan ini saya tulis kemarin, saat Hari Batik Nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun