Pengantar
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang digunakan oleh bangsa Indonesia sebagai lambang kebanggaan, identitas, dan perhubungan. Bahasa Indonesia saat ini mulai terkontaminasi dengan bahasa remaja atau sering disebut bahasa gaul. Menurut Suratno (2016), bahasa gaul adalah bahasa yang digunakan dalam situasi informal dan cenderung mengikuti tren terkini dalam penggunaan bahasa. Sedangkan menurut Kridalaksana (1984) dalam bukunya yang berjudul Kamus Linguistik, bahasa gaul adalah bentuk bahasa yang diciptakan oleh kelompok sosial tertentu sebagai alat komunikasi di antara sesama anggota kelompok tersebut. Bahasa gaul ini juga dapat berfungsi sebagai tanda identitas kelompok atau tanda perlawanan terhadap kelompok lain.
Dinamika interferensi bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia baku mencerminkan perubahan sosial dan budaya yang signifikan, di Daerah Istimewa Yogyakarta, penggunaan bahasa gaul sudah menjadi bagian dari budaya remaja dan semakin populer dengan adanya media sosial sebagai teknologi komunikasi yang canggih. Bahasa gaul seringkali menambahkan kosakata baru atau mengubah makna kata yang sudah ada, sehingga sulit dipahami oleh orang yang tidak terbiasa dengan bahasa gaul tersebut, terutama orang tua penutur asli bahasa Jawa di Yogyakarta.
Bahasa Indonesia, yang merupakan bahasa resmi Indonesia dan digunakan untuk komunikasi resmi dan formal, telah menghadapi tantangan dalam beberapa tahun terakhir karena pengaruh bahasa gaul. Bahasa gaul yang sering digunakan oleh remaja sering kali mengandung kata-kata slang, dan frasa informal yang tidak selalu diakui oleh masyarakat lebih luas. Bahasa gaul di kalangan remaja khususnya mahasiswa adalah ragam bahasa casual yang dipakai untuk berkomunikasi antarindividu dengan latar belakang yang sama, biasanya ditandai dengan penggunaan kosakata yang berbeda dari bahasa Indonesia formal, termasuk singkatan, dan istilah-istilah populer. Bahasa gaul juga seringkali dipengaruhi oleh budaya populer, seperti musik, film, media sosial, dan digunakan untuk mengekspresikan identitas kelompok atau komunitas tertentu, karena memiliki peran penting dalam membentuk hubungan sosial yang erat antarindividu.
PembahasanÂ
Globalisasi memperkenalkan banyak konsep dan terminologi baru yang sebelumnya tidak ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sebagai hasilnya, bahasa Indonesia harus mengakomodasi perubahan ini dengan menciptakan istilah baru atau menyerap istilah asing. Menurut Alwi (2000), bahasa berkembang melalui penambahan kosakata baru yang dipinjam dari bahasa lain untuk menutupi kekurangan dalam kosakata. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, memainkan peran penting dalam memasok kosakata baru bagi bahasa Indonesia. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, dampak globalisasi juga terlihat dalam aspek sosial budaya, terutama terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Dengan adanya globalisasi, bahasa Inggris masuk sebagai bahasa internasional, dan memengaruhi bahasa Indonesia. Pengaruh ini dapat dilihat dari munculnya kata serapan, penggunaan bahasa gaul atau slang.
Yogyakarta bukan hanya kota pelajar, tetapi juga pusat budaya yang memadukan tradisi Jawa dengan modernitas. Keberadaan kampus-kampus ternama seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Institut Seni Indonesia menjadikan Yogyakarta sebagai melting pot budaya dari berbagai daerah di Indonesia. Hal ini menciptakan lingkungan yang kaya akan interaksi sosial dan budaya, sehingga menjadi tempat bagi perkembangan bahasa gaul di kalangan remaja. Bahasa gaul di kalangan remaja Yogyakarta mencerminkan dua sisi identitas, yaitu keterikatan pada budaya lokal dan keterbukaan terhadap tren global.
Interferensi bahasa gaul di kalangan remaja Yogyakarta menunjukkan bagaimana bahasa berkembang secara dinamis sesuai dengan perubahan sosial dan budaya yang terjadi di lingkungan tersebut. Yogyakarta sebagai kota yang dijuluki pusat pendidikan memiliki banyak mahasiswa yang sangat heterogen berasal dari berbagai daerah di Indonesia, keberagaman latar belakang ini menciptakan interaksi antar budaya yang kaya dan menjadi sarana utama bagi penyebaran dan perkembangan bahasa gaul di kalangan remaja. Bahasa gaul sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan pertemanan dan media sosial. Di Yogyakarta, interaksi sosial antar mahasiswa sangat intens, baik di dalam maupun di luar kampus. Dalam interaksi tersebut, bahasa gaul berfungsi sebagai simbol solidaritas kelompok dan sebagai media untuk menunjukkan identitas sosial tertentu.
Remaja di Yogyakarta tidak hanya menggunakan bahasa gaul untuk menunjukkan identitas kelompok, tetapi juga sebagai bentuk adaptasi terhadap budaya populer yang masuk melalui media sosial. Istilah-istilah baru yang muncul dalam bahasa gaul sering kali dipengaruhi oleh tren nasional maupun global, tetapi di Yogyakarta istilah tersebut sering dipadukan dengan nuansa lokal. Misalnya, di lingkungan kampus percakapan antar mahasiswa sering kali mencampurkan bahasa Jawa dengan bahasa gaul, menciptakan bentuk komunikasi yang unik. Istilah-istilah seperti gue nggak papa berubah menjadi gue ra popo, atau lagi apa? menjadi loe ngopo? ketika disandingkan dengan bahasa gaul yang lebih umum seperti baper atau julid. Fenomena ini menunjukkan bahwa bahasa gaul di Yogyakarta tidak hanya sekadar meniru tren nasional dan global, tetapi juga mengalami lokalisasi yang memperkaya khasanah bahasa. Selain itu, remaja Yogyakarta cenderung menggunakan bahasa gaul sebagai bentuk ekspresi kreatif dan solidaritas komunitas. Media sosial dan komunitas remaja kreatif di Yogyakarta memiliki peran penting dalam menyebarkan istilah-istilah baru. Acara budaya, diskusi komunitas, dan karya seni kontemporer juga sering memanfaatkan bahasa gaul sebagai medium untuk menyampaikan pesan, menunjukkan bahwa penggunaan bahasa gaul tidak hanya terbatas pada percakapan informal, tetapi juga menjadi bagian dari dinamika budaya dan intelektual di Yogyakarta.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa gaul atau slang adalah ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi internal dengan maksud agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya globalisasi yang menyebabkan berkembangnya media sosial seperti Twitter, Instagram, Facebook, dan TikTok, bahasa gaul tidak lagi digunakan dalam ruang lingkup internal suatu kelompok. Melalui media sosial, bahasa gaul justru menjadi fenomena nasional di Indonesia karena hampir seluruh pengguna aktifnya dapat memahami bahasa tersebut. Bahasa gaul memiliki bentuk yang beragam, salah satunya berupa kosakata bahasa Inggris. Ada banyak ungkapan bahasa Inggris yang memperkaya kosakata bahasa gaul di kalangan remaja Yogyakarta, di antaranya merupakan kosakata bahasa Inggris yang dipertahankan, diadaptasi, atau telah sedikit banyak diubah secara fonetis dan ortografis (Wijana, 2012:316). Contoh bahasa gaul Indonesia yang berasal dari bahasa Inggris yaitu kepo, akronim dari knowing every particular object. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kepo diartikan sebagai rasa ingin tahu yang berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain. Selain itu, masih ada banyak contoh lainnya yang tidak terdapat dalam KBBI, seperti kiyut (cute), GWS atau gewees (get well soon), OTW atau otewe (on the way), jujurly (honestly), i'm not father (aku gak papa), POV (point of view), LOL (laugh out loudly), TBH (the be honset), serta enter wind (masuk angin). Peningkatan penggunaan bahasa gaul yang mengandung elemen dari bahasa Inggris ini menunjukkan bagaimana bahasa dapat berkembang seiring dengan perubahan sosial dan budaya. Hal ini juga mencerminkan proses adaptasi bahasa Indonesia terhadap pengaruh luar, sekaligus menciptakan identitas baru yang relevan dengan masyarakat modern. Perubahan ini tidak hanya menciptakan warna baru dalam bahasa, tetapi juga mencerminkan dinamika komunikasi antar generasi, yang sering kali berusaha untuk mengekspresikan diri dengan cara yang lebih kreatif dan inovatif. Namun, hal tersebut menimbulkan tantangan interferensi bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia baku dapat memengaruhi kemampuan remaja dalam menggunakan bahasa formal, terutama dalam situasi akademik. Remaja yang terbiasa menggunakan bahasa gaul cenderung mengalami kesulitan saat harus menulis atau berbicara dalam konteks formal.