Era globalisasi telah membawa berbagai perubahan di berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bahasa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mengalami perkembangan seiring dengan pesatnya pertukaran informasi dan budaya, terutama dengan dunia Barat. Salah satu pengaruh yang paling menonjol adalah masuknya kata-kata serapan dari bahasa Inggris yang digunakan dalam berbagai bidang seperti teknologi, ekonomi, sains, budaya populer, dan bisnis. Globalisasi dapat dipahami sebagai suatu fenomena yang mengakibatkan keterhubungan dan keseragaman budaya serta sistem ekonomi di seluruh dunia. Menurut Oxford Dictionary, kondisi ini terjadi akibat pengaruh perusahaan multinasional besar dan kemajuan dalam komunikasi. Globalisasi bersifat evolusioner, artinya merupakan proses yang terus berubah seiring dengan perkembangan masyarakat dan manusia (Al-Rodhan, 2006:6). Tidak hanya itu, era revolusi Industri 4.0 juga membawa perubahan besar pada cara manusia berkomunikasi dan menggunakan bahasa. Teknologi seperti kecerdasan buatan, internet of things, dan otomatisasi menghadirkan berbagai istilah baru yang sebelumnya tidak dikenal. Bahasa Indonesia harus mampu menyesuaikan diri dengan fenomena ini melalui pengembangan kosakata baru atau penyerapan kata-kata dari bahasa lain, terutama bahasa Inggris yang mendominasi bidang teknologi dan sains.
Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah menjaga keseimbangan antara serapan istilah asing dan pelestarian bahasa Indonesia. Penyerapan yang tidak terkontrol dapat mengikis identitas bahasa Indonesia, sementara penolakan terhadap istilah baru dapat menghambat perkembangan bahasa di bidang teknologi. Globalisasi dan kemajuan teknologi di era Industri 4.0 memperkenalkan banyak konsep dan terminologi baru yang sebelumnya tidak ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sebagai hasilnya, bahasa Indonesia harus mengakomodasi perubahan ini dengan menciptakan istilah baru atau menyerap istilah asing. Menurut Alwi (2000), bahasa berkembang melalui penambahan kata-kata baru yang dipinjam dari bahasa lain untuk menutupi kekurangan dalam kosakata. Dalam hal ini, bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional, memainkan peran penting dalam memasok kosakata baru bagi bahasa Indonesia. Sejak awal abad ke-20 hingga saat ini, globalisasi telah mengakibatkan berbagai perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia secara global. Di Indonesia, dampak globalisasi juga terlihat dalam aspek sosial budaya, terutama terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Dengan adanya globalisasi, bahasa Inggris masuk sebagai bahasa internasional, dan memengaruhi bahasa Indonesia. Pengaruh ini dapat dilihat dari munculnya kata serapan, penggunaan bahasa gaul atau slang, serta istilah-istilah teknis yang banyak digunakan dalam bidang teknologi dan bisnis.
Kata serapan adalah kata dari bahasa asing yang diintegrasikan ke dalam kosakata bahasa Indonesia. Proses ini mencerminkan interaksi budaya dan perkembangan sosial. Bahasa Inggris memberikan kontribusi besar terhadap kosakata bahasa Indonesia, dengan contoh seperti abstrak (abstract), bagasi (baggage), dan aksesori (accessory). Proses penyerapan dilakukan dengan penyesuaian ejaan sesuai kaidah bahasa Indonesia, seperti yang diatur dalam EYD V. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan pemahaman terhadap kata serapan sekaligus menjaga keaslian bentuk aslinya. Kata serapan merujuk pada kata-kata yang berasal dari bahasa asing atau daerah yang diintegrasikan ke dalam kosakata bahasa Indonesia. Menurut Bloomfield (dalam Imran, 2005:17), proses ini mencerminkan dinamika bahasa yang terus berkembang seiring dengan interaksi antarbudaya. Salah satu bahasa yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap kosakata bahasa Indonesia adalah bahasa Inggris.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa gaul atau slang adalah ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi internal dengan maksud agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya globalisasi yang menyebabkan berkembangnya media sosial seperti Twitter, Instagram, Facebook, dan TikTok, bahasa gaul tidak lagi digunakan dalam ruang lingkup internal suatu kelompok. Melalui media sosial, bahasa gaul justru menjadi fenomena nasional di Indonesia karena hampir seluruh pengguna aktifnya dapat memahami bahasa tersebut.
Bahasa gaul atau slang juga menjadi fenomena menarik dalam perkembangan bahasa Indonesia. Awalnya digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu, bahasa gaul kini menjadi fenomena nasional melalui media sosial seperti Twitter, Instagram, dan TikTok. Banyak istilah slang yang berasal dari bahasa Inggris, misalnya kepo (knowing every particular object) dan OTW (on the way). Fenomena ini mencerminkan bagaimana bahasa Indonesia beradaptasi dengan pengaruh luar dan menciptakan identitas baru yang relevan dengan masyarakat modern.
Dalam ranah teknis, istilah berbahasa Inggris juga mendominasi bidang teknologi dan bisnis. Contoh seperti loading, tweet, like, dan subscribe lebih sering digunakan daripada padanannya dalam bahasa Indonesia, seperti "memuat" atau "sukai". Demikian juga dalam bisnis, istilah seperti marketing (pemasaran) dan branding (penjenamaan) lebih populer daripada padanan lokalnya. Meskipun padanan bahasa Indonesia telah diciptakan, tantangan utamanya adalah penerimaan masyarakat yang cenderung lebih memilih kata asing karena dianggap lebih modern dan familiar.
Kata serapan bahasa Inggris memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Di satu sisi, kata serapan memperkaya kosakata bahasa Indonesia dan memungkinkan bahasa ini untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perkembangan global. Dengan adanya kata-kata baru, bahasa Indonesia dapat menjadi lebih fungsional dan relevan dalam berbagai bidang, terutama di era digital dan industri 4.0. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa penggunaan berlebihan kata serapan, terutama tanpa adanya penyesuaian, dapat mengancam kelestarian bahasa Indonesia. Beberapa ahli bahasa berpendapat bahwa terlalu banyak adopsi kata asing dapat melemahkan identitas bahasa nasional dan meminggirkan kata-kata asli bahasa Indonesia. Penggunaan kata serapan yang tidak terkontrol juga dapat mempersulit pemahaman bagi masyarakat yang kurang familiar dengan bahasa Inggris, sehingga menciptakan kesenjangan linguistik. Persaingan global di era globalisasi saat ini berdampak signifikan terhadap penggunaan bahasa. Menguasai satu bahasa saja menjadi tantangan dalam menghadapi kompetisi global yang semakin ketat. Indonesia, sebagai negara berkembang, sangat membutuhkan kontribusi dari negara-negara maju.
Oleh karena itu, penting bagi setiap warga negara Indonesia untuk menguasai bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, yang berfungsi sebagai bahasa internasional untuk berkomunikasi dengan individu dari negara lain (Saragih, 2022:2576). Fenomena ini memiliki konsekuensi bagi bahasa Indonesia, yang dapat dibagi menjadi dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah kosakata bahasa Indonesia semakin kaya berkat penyerapan kata-kata dari bahasa asing. Di sisi lain, dampak negatifnya adalah pemahaman tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat melemah jika bahasa Inggris digunakan secara berlebihan.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah berupaya untuk menciptakan padanan kata dalam bahasa Indonesia bagi istilah-istilah yang diambil dari bahasa Inggris. Contoh nyata dari upaya ini adalah penggunaan istilah "pranala" untuk menggantikan kata "link" atau "gawai" sebagai pengganti "gadget". Meski demikian, banyak dari istilah-istilah yang diusulkan oleh lembaga kebahasaan ini tidak selalu populer di kalangan masyarakat luas. Menurut Sugono (2018), salah satu tantangan terbesar dalam menciptakan padanan kata adalah penerimaan dari masyarakat, yang cenderung lebih memilih kata asing yang sudah familiar. Selain pengaruh globalisasi, penggunaan kata serapan bahasa Inggris di Indonesia juga dipengaruhi oleh dinamika sosial dan budaya. Masyarakat, terutama generasi muda, sering kali memandang penggunaan istilah asing sebagai bentuk modernitas dan gaya hidup kosmopolitan. Hal ini tampak dalam penggunaan bahasa di media sosial, di mana kata-kata seperti "trending" "followers", "influencer" dan "viral" telah menjadi bagian dari bahasa sehari-hari.
Bahasa Inggris telah menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap bahasa Indonesia, yang terlihat dalam berbagai ragam, mulai dari formal hingga nonformal. Kemudian, pengembangan bahasa Indonesia di era Revolusi Industri 4.0 menghadirkan berbagai tantangan dan peluang. Bahasa Indonesia harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perkembangan teknologi dan digitalisasi yang menghadirkan banyak istilah baru. Badan Bahasa telah berupaya mengembangkan padanan istilah yang relevan dan membangun literasi digital di kalangan masyarakat. Meski demikian, penting bagi masyarakat untuk tetap menjaga keseimbangan antara penggunaan istilah asing dan padanan bahasa Indonesia yang sudah ada, demi menjaga identitas bahasa dan budaya bangsa. Oleh karena itu, perlu sikap yang bijaksana dalam menyikapi pengaruh ini agar dampak positifnya dapat dimaksimalkan, sementara dampak negatifnya dapat diminimalkan. Dalam rangka menghadapi tantangan ini, bahasa Indonesia perlu terus dikembangkan agar dapat bersaing dengan bahasa Inggris. Selain itu, sosialisasi mengenai istilah-istilah teknis dalam bahasa Indonesia juga sangat penting untuk diterapkan. Hal ini bertujuan agar seluruh masyarakat Indonesia memahami istilah-istilah tersebut, sehingga frekuensi penggunaannya lebih tinggi dibandingkan dengan istilah bahasa Inggris.
Sumber referensi:
Saragih, Desi Karolina. (2022). Dampak Perkembangan Bahasa Asing terhadap Bahasa Indonesia di Era Globalisasi. Jurnal Pendidikan Tambusai, Volume 6, Nomor 1, 2569-2577.
Imran, Indiyah. (2005). KATA SERAPAN DALAM BAHASA INDONESIA. Seminar Nasional PESAT (hal. 17-21). Jakarta: Universitas Gunadarma.
Sugono, Dendy. (2018). Bahasa Indonesia di Era Globalisasi. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020, 24 April). Pengembangan Bahasa Indonesia di Era Revolusi 4.0.