Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Noumenus (Babak 8)

13 Januari 2010   01:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:29 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Nandar tetap diam berdiri melihat Hartanto yang semakin jauh. Ia tidak menyangka kalau dirinya telah menjadi penghianat yang menusukkan pisau di antara persahabatan mereka. Munandar sama sekali tidak menyadari akan semua itu. Secepat kilat ia pun berlari menyusul Hartanto yang telah jauh berada di depannya.

"Aku minta maaf, Har!" ucap Nandar sambil terus mengejar Hartanto yang melengkah dengan cepat. "Aku minta maaf kalau kamu memang menganggapku telah bersalah!" ucapnya kembali dengan volume yang lebih keras lagi.

"Aku tidak pernah menyalahkanmu, Fais, atau siapa pun. Semua ini memang sudah kepastian yang harus kita hadapi."

"Kata-katamu justru membuatku semakin merasa bersalah."

"Kalau aku menyalahkanmu, aku tidak akan berada di sini, berjalan bersama kamu! Sudahlah, Ndar, semua itu jalan yang harus kita lalui. Terlalu banyak persimpangan dalam hidup, seperti persimpangan jalan yang setiap tujuan mempunyai jalan sendiri-sendiri. Kita harus memilih. Kita harus rela berpisah dengan siapapun itu demi sampainya kita pada sebuah tujuan. Jangan terlalu dilebih-lebihkan. Masalah sudah jauh tertinggal di masa lalu. Lupakan saja!"

Sejenak Munandar diam sambil terus mengikuti Hartanto yang berada beberapa langkah di depan. "Apa Rena tahu dengan sikapmu ini?" ucapnya pelan yang sebenarnya hanya ingin membicarakan seorang Rena.

"Dua hari setelah itu, dia datang ke rumah. Dia tidak minta maaf atau marah-marah. Dia menganggap, aku sudah mengakui kesalahanku. Setiap kami bertemu, dia selalu mempunyai topik baru yang untuk dibicarakan. Dulu seminggu sekali dia berkunjung, kemudian menjadi sebulan sekali dan sampai berkunjung kembali saat dia mendapat masalah. Saat dia membutuhkanku, dia akan datang, dan setelah itu dia menghilang. Selalu saja seperti itu."

"Kamu menerimanya?" sahut Nandar dengan pertanyaan.

"Tidak ada alasan buatku untuk menghindarinya."

"Padahal kamu tahu,"

"Sudah!" potong Hartanto, "Aku tidak mau lagi membahas soal Rena atau Noumenus. Aku sudah terlalu banyak berbicara. Semuanya, aku kira sudah cukup."

iBersambung ke Noumenus (Babak 9)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun