Mohon tunggu...
mcDamas
mcDamas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Orang biasa (seperti kebanyakan rakyat Indonesia) yang sok ikut kompasiana meskipun terbata-bata. Bila teman bersedia, klik juga http://kitabiza.com, http://lampungsae.com, http://inacraftmart.comdan http://englishsolutioncenter.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Motif PKB dan PPP "Rebutan" Gus Dur

17 Januari 2014   11:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:45 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_306492" align="aligncenter" width="385" caption="Ketua PKB, Muhaimin Iskandar & Ketua PPP, Suryadarma Ali. Gambar: detik.com"][/caption] Apa yang bisa diharapkan dari partai-partai Islam? Apa yang telah dilakukan oleh mereka? Inilah diantara banyak pertanyaan yang selama ini ada di benak masyarakat Indonesia. Masyarakat yang mayoritas Muslim ini tidak mengetahui dengan persis atau tidak pernah merasakan sentuhan konkret partai-partai Islam dalam pembangunan. Kesan umum yang muncul, geliat partai Islam hanya ramai menjelang Pemilu. Setelah itu, mereka terutama kader yang duduk di parlemen tenggelam dengan kenikmatan jabatannya. Artinya, selama ini partai-partai yang mengklaim diri mewakili umat Muslim tersebut hanya dijadikan alat oleh para elitnya untuk mencari “pekerjaan”. Menjadi politisi bagi mereka adalah pekerjaan untuk mencari penghasilan guna memenuhi nafkah keluarga. Akibatnya, mereka tidak pernah benar-benar fokus bekerja untuk memperjuangkan aspirasi umat. Dalam hal kreatifitas berpolitik, partai-partai Islam juga cenderung “mandek” atau tidak ada inovasi yang membuat umat “sangat tergantung” pada kehadiran dan kerja mereka dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa. Yang justru dominan adalah, partai-partai Islam seolah merasa cukup mengandalkan jargon-jargon dan dalil agama untuk menarik minat masyarakat memilih mereka. Untuk lebih menguatkan daya pikat dalil-dalil agama tersebut, mereka umumnya memanfaatkan pemuka agama, kyai, pengasuh pesantren dan sejenisnya untuk menggiring umat. Sehingga bukan merupakan apriori bila publik menganggap bahwa partai-partai Islam yang ada sebenarnya tidak memiliki “visi” dalam kiprah politiknya. Terbukti, mereka dengan mudah berkoalisi dengan siapa saja, tidak perduli ideologisnya berseberangan, selama itu menguntungkan untuk meraih kekuasaan. Pada saat publik penasaran mengenai eksitensi mereka, yang muncul ke permukaan justru berita menyangkut rebutan Gus Dur oleh PKB dan PPP. Tujuan rebutan ini jelas yaitu demi mendapat "cipratan" ketokohan Gus Dur yang dapat mereka manfaatkan untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas mereka. Padahal, pada saat Gus Dur masih hidup, mereka telah menyia-nyiakan Gus Dur. Publik masih ingat bagaimana elit-elit PPP terlibat aktif dalam “penggulingan” Gus Dur dari jabatannya sebagai Presiden; begitu juga PKB yang dengan tanpa “sungkan” membuang Gus Dur dari jajaran pengurus PKB. Dari kasus ini, tanpa harus berdebat, publik membuktikan bahwa PPP dan PKB adalah partai “nggak jelas”, partai yang tidak memiliki visi dan misi mau kemana mereka, partai yang tidak mampu menghasilkan peta perjuangan hasil rumusan dan olah pikir para kadernya. Yang mereka "tawarkan" ke publik justru Gus Dur. Padahal bila mereka mau sedikit mengeluarkan keringat untuk menggali nilai-nilai dari ajaran Islam, disana tersedia begitu banyak, dan tanpa batas, inspirasi yang kemudian bisa mereka rumuskan menjadi garis perjuangan politik yang kuat. Pengamat politik dan peneliti senior The Founding Fathers House, Dian Permata menilai, perebutan Gus Dur oleh PPP dan PKB menegaskan bahwa tak ada regenerasi di partai Islam. Mendekati massa Gus Dur dan keluarganya adalah upaya PPP dan PKB untuk mendapatkan "obat generik" guna menanggulangi jebloknya tingkat elektabilitas mereka selama ini. Pemilu 2014 adalah momen kritis bagi PPP dan PKB untuk mempertahankan suara karena pada pemilu lalu ke dua partai ini termasuk dalam kelompok partai yang nyaris tidak lolos PT (parliamentary treshold). Jadi jelas, motif rebutan serta penggunaan nama dan gambar Gus Dur oleh para kader PPP dan PKB tak lain adalah untuk mendompleng nama besar Gus Dur demi mengejar kekuasaan, bukan untuk memperjuangkan nilai-nilai yang selama ini diperjuangkan oleh Gus Dur. Dan setelah mereka mendapatkan “kursi” yang mereka incar, mereka akan kembali ke asal mula mereka masing-masing untuk menikmati jabatannya. [caption id="attachment_306495" align="aligncenter" width="670" caption="gambar: merdeka.com"]

1389932178663205147
1389932178663205147
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun