Tingginya tingkat turnover karyawan merupakan masalah serius yang dihadapi banyak perusahaan saat ini. Turnover yang tinggi tidak hanya mengindikasikan adanya masalah internal dalam manajemen sumber daya manusia, tetapi juga membawa dampak finansial yang signifikan bagi perusahaan.Â
Salah satu dampak finansial yang sering kali diabaikan adalah meningkatnya biaya pajak pengangguran yang harus ditanggung perusahaan. Setiap kali seorang mantan karyawan mengajukan klaim kompensasi pengangguran, beban finansial tersebut sebagian besar jatuh pada perusahaan yang terakhir mempekerjakannya.Â
Klaim kompensasi pengangguran yang diajukan oleh mantan karyawan dapat menyebabkan kenaikan tarif pajak pengangguran yang dibebankan kepada perusahaan.Â
Tarif ini dihitung berdasarkan sejarah klaim kompensasi pengangguran dari mantan karyawan perusahaan tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi jumlah klaim yang diajukan, semakin tinggi pula tarif pajak pengangguran yang harus dibayar.Â
Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan biaya operasional yang signifikan, terutama bagi perusahaan dengan tingkat turnover yang tinggi. Selain itu, biaya tambahan ini dapat mengurangi kemampuan perusahaan untuk berinvestasi dalam program pelatihan dan pengembangan karyawan yang dapat membantu menurunkan tingkat turnover di masa depan.
Berikut merupakan contoh implementasi perhitungan tingginya pajak yang harus dibayarkan akibat turnover.
Misalnya, Hotel X merupakan salah satu hotel bintang 4 di Indonesia yang memiliki 94 karyawan dengan tingkat turnover tahunan sebesar 23,40% Â (yaitu 22 orang). Dengan rata-rata gaji karyawan pada hotel bintang 4 di Indonesia adalah sebesar Rp 4.000.000. Total kenaikan pajak pengangguran dihitung sebagai berikut:
Penalti:
(Tarif pajak baru dikurangi tarif dasar) x [Rp 4.000.000 x (94+22)]
= (5,4%-5,0%) [Rp 464.000.000] = Rp 1.856.000
Pajak pengangguran tambahan karena turnover: