Mohon tunggu...
Beti.MC
Beti.MC Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang memberi ruang untuk menulis pengalaman dan ikut mengkampanyekan "Kerja Layak PRT dan STOP PRT Anak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Sekolah Mengabarkan Informasi Belajar Mengajar Melalui Gawai Anak

17 April 2018   11:37 Diperbarui: 18 April 2018   17:51 2311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
surabaya.tribunnews.com/ahmad zaimul haq

Tet ... tet....tet......

Aku pikir anakku sedang mainan bel, hendak mengisengiku. Tapi ternyata bel masih dipencet beberapa kali, padahal aku masih berada di dapur, terpaksalah aku berlari menuju pagar. "Ono opo Yuk?" Aku kaget, ada Iyuk di pagar. Dengan wajah bingung, Iyuk masuk dan segera menyampaikan kabar. "Kulo mumet, HP-ne Mamad ical."

Iyuk menyampaikan kisah sedih yang dialami anaknya, telpon gengam anak bontotnya hilang dan sudah beberapa hari anaknya ngambek, tidak mau makan, tidak mau bicara, tidak mau apa-apa di rumah. Untung saja masih mau berangkat sekolah karena masih ada ujian akhir. 

Keluh kesahnya sudah luber, sudah tidak bisa dibendung. Tujuan utama Iyuk ke rumah adalah mau pinjam uang untuk membelikan HP. Dia punya sedikit rupiah, tapi tidak cukup. Ya, untuk mengurai rasa mumetnya itu. Menurutnya, lebih baik dibelikan sekarang daripada Si Bontot tidak mau ke sekolah.

Dalam pikiran Iyuk, seorang ibu yang penuh welas asih, HP itu menjadi sarana komunikasi penting untuk Mamad. "Apa-apa informasi dari sekolah ada di HP itu, mba. Semuanya di WA, jadi kalau gak punya HP, Mamad ketinggalan informasi dari sekolah. Penting HP itu," ujar Iyuk menjelaskan kebutuhannya. Aku paham, sangat paham situasinya.

Segera setelah kuberikan uang, Iyuk pamit. Malam ini juga ia mau beli HP, biar anaknya semangat lagi.

Bukan tanpa risiko Iyuk meminjam uang ini. Suaminya sudah marah besar karena rencana membelikan HP. Menurut suaminya, itu sama saja dengan memanjakan anak, selalu dituruti semua kemauan anak. Ah, antara bapak dan emak saja tidak sepaham. Kalau Iyuk, selama kebutuhan itu untuk keperluan sekolah, dia akan mengusahakan sebaik-baiknya. Mungkin tidak dapat HP yang terbaik, tapi cukuplah untuk mendapat informasi dari sekolah dan mengembalikan Si Bontot mau terus sekolah. Begitu prinsipnya.

Ya, prinsip yang dipegang teguh walau akhirnya dirinya yang bertengkar dengan suami dan didiamkan selama berhari-hari. Oalah Yuk......

Bukan hanya Iyuk saja yang dipusingkan dengan keperluan HP untuk alasan sekolah. Aku saja yang beberapa tahun lalu mempunyai tekad untuk tidak memberikan HP terlalu dini untuk anak, terpaksa menerima situasi bahwa saat ini tidak bisa tidak. Perlu ada HP sebagai jalur komunikasi antara guru dan murid-murid. Saat anakku naik kelas 6, dia bilang perlu untuk mengecek HP, jaga-jaga Pak Guru menyampaikan pesan melalui WA. 

Dan terbukti, banyak informasi disampaikan melalui teknologi ini. Padahal, kesepakatan yang aku bangun dengan anakku, tidak ada HP selama hari sekolah, sehingga praktis HP itu tersimpan dan baru keluar di hari akhir sekolah.

Kini, dalam sehari, anakku mengecek HP beberapa kali supaya tidak ketinggalan berita dari sekolah. Yaa ... sebenarnya sekolah sudah punya sistem penyampaian informasi melalui buku agenda dan surat edaran/pengumuman tapi rupanya layanan WA jadi primadona untuk menyebarkan info "dadakan". Termasuk menyampaikan jadwal ujian, praktis banget, guru tinggal cekrek, foto agenda dan disebarkan melalui WA grup.

Wah ... benar-benar menjadi penting benda yang disebut HP ini. Sesekali aku juga melakukan tanya jawab dengan guru kelasnya melalui WA, atau menyampaikan berita tentang anakku, seperti waktu sakit atau menanyakan tugas-tugas sekolah.

Jadi, kalau Iyuk berkeras untuk membelikan HP, itu semata-mata karena pertimbangan sarana komunikasi, bukan karena memanjakan anak. Ya, selalu ada banyak sisi dalam merespon sebuah kejadian.

Aku jadi teringat, karena HP anakku sering berada di laci daripada di tangannya. Pernah suatu hari ada informasi penting mengenai jam pulang sekolah. Karena hanya mengandalkan tulisan di buku agenda, aku tidak mengetahui kalau ada perubahan. Tetapi untungnya pada hari itu aku memang melewati sekolah anakku karena mau pergi ke bank. Betapa kagetnya aku, teman-teman sekelasnya sudah berhamburan keluar pagar. Akhirnya aku memutar kendaraan menuju ke sekolah dan mencarinya. Rupanya, Pak Guru menyampaikan ralat jam pulang melalui WA! Karena kebiasan menyimpan di laci, tak terdengarlah bunyi pesan masuk itu.

Pernah juga, sepulang sekolah anakku buru-buru cari HP-nya. Aku telanjur mengomel kok yang dicari malah HP, bukannya membersihkan diri dulu. Anakku lantas menunjukan agenda, rupanya, untuk keperluan membuat buku kenangan, setiap anak harus mengirimkan foto melalui WA grup kelasnya.

Ya...ya...memang praktis juga dengan WA ini. Foto tak perlu dicetak dan bisa segera dikirim untuk proses pembuatan buku. Sudah memudahkan, cepat, irit biaya, apalagi yang kurang dari layanan ini? Nah, kalau sudah begini, jadi penting sekali kan keberadaan HP itu! Memang benar perkembangan informasi semakin cepat, harus dibarengi dengan kebijaksanaan dari orang tua dan anak. Tentu perlu dibangun kesepakatan mengenai penggunaan HP supaya tetap berfungsi sebagai sarana komunikasi dan bukan sarana hiburan semata.

Belajar dari pengalaman itu, aku ikut mengecek hp, jaga-jaga ada ralat informasi dan supaya tidak terlambat menjemput Tole pulang sekolah atau ada pemberitahuan mengenai ijazah atau kelulusan nantinya. Ah...WA memang bisa membuat penyampaian informasi makin cepat!

Salam.

Catatan:
*Ono opo Yuk = Ada apa Yuk
**Kulo mumet, hpne Mamad ical = Saya pusing, hp-nya Mamad hilang

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun