"Ini asbaknya nak, maaf saya tidak merokok dan tak minum kopi, kalo di sini banyak juga yang melinting bako dengan kawung... sesekali cobalah"
Nampaknya Abah sedang berpuasa, beliau tahu apa isi termos kecil yang belum kubuka itu atau sedikit aroma kopi robusta di ataas bangku beton di bawah rindangnya beringin. Ceritanya sungguh menggugah rasa ingin tahu lebih dalam sejarah Pajajaran. Mimik yang serius dengan nafas yang teratur kala berbicara dengan sesekali menoleh pusara di hadapan kami sejurus kemudian menoleh arah sungai Ciliwung yang di atasnya ada jembatan gantung yang legendaris dengan mitosnya. Abah tidak cerita tentang tragedi sepasang kekasih beda bangsa, beliau bertutur akan sosok yang lebih mashur di tatar Sunda: Maung.
Memang yang nampak di sini hanya tiga pusara saja, namun Ratu tidak hanya ditemani Mbah Jepra dan Mbah Baul tapi kehadiran Sang Maung senantiasa menghampirinya. Seolah ada makhluk lain sedang mengibaskan ekor atau desiran angin menyeruak diantara kami berdua, suara tahlil menggema di hadapan pusara berdesakan ibu-ibu berkerudung khusuk mengikuti kuncen yang memimpin acara itu. Sementara Abah terus bercerita kepemimpinan Jendral Bintang Lima yang dianggapnya sangat kemaruk kepada harta yang ingin menguasai negara selamanya bersama keturunannya.
Sesaat melirik wajahnya yang sepintas mirip pemimpin yang tidak disukainya itu aku tersenyum seraya melinting tembakau yang aromanya mengimbangi bau kemenyan dan dupa cendana. Agar intermezzo tidak melebar kemana suka Abah bercerita, saya alihkan para peziarah bertambah ramai dan mulai membelah arah pusara yang dituju. Abah tolong ceritakan siapa Mbah Jepra dan Mbah Baul itu...
"Mbah Jepra menurut tutur turun temurun adalah Ki Kartaran atau Purwagalih putra dari Aki Kahir atau Elang Sutawinata yang masih keturunan Prabu Sangara atau Kian Santang atau Sunan Rahmat Suci atau Sunan Godog. Disebut Ki Jepra setelah beliau pulang dari Perang Jepara yang menjadi salah satu panglima perang tentara Mataran yang berasal dari Pajajaran. Dalam perang melawan VOC itu Mataram memperoleh kemenangan dan Sultan Agung menjadikan daerah Jepara sampai Tegal menjadi lumbung padi.
Sehabis dari Jepara bersama sahabatnya Ki Bagus Wonoboyo dari Pati kembali ke Pajajaran, dalam rombongan ini juga ikut ibunda Ki Bagus yakni Ratu Pembayun Mataram. Selanjutnya adik Ki Jepra yang cantic bernama Nyimas Linggarjati diperistri Ki Bagus Wonoboyo dan tinggal di Tapos sementara Ki Jepra kembali ke Caringin yang sekarang menjadi Bogor. Konon kebon ini yang membuka juga Ki Jepra untuk ditanami berbagai jenis buah-buahan dan kayu keras yang kemudian dipilih Prabu Siliwangi untuk semayam, ini hanya sekelumit yang saya ingat dan tentunya banyak lagi yang bisa diceritakan"
Sungguh menarik cerita ini Bah, tapi ada juga yang mengatakan kalau Mbah Jepra itu adalah Syech Jafar Shodiq dan Mbah Baul itu Syech Mambaul Ulum? Bagaimana menurut Abah?
"Boleh saja orang menyebut versinya masing-masing karena setiap kepala berbeda isinya, monggo mawon kata wong Jowo hahahaa... Matahari semakin merunduk nak, nanti kau kehabisan waktu ashar segeralah ambil air di sumur atau di sungai itu. Andai kita berjodoh bisa bertemu lagi sekarang waktunya Abah undur diri menapaki jalanan berbatu halus menuju Batutulis"
Punten Abah, sebelum berpisah bolehkah saya mendengar sanad dari manakah kulonku itu? Dari beberapa cerita kok rangkaiannya belum menuju sebuah jawaban.
"Sabar saja nak, nanti juga ketemu pada saatnya. Assalamu'alaikum Warahmatullaahi wabarakatuh."
Wa alaikum salam warahmatullaahi wabarakatuh. Â Terima kasih Abah hati-hati di jalan.