Kedua, kisah nyata yang diangkat oleh Isabel Allende ini mengangkat adanya tradisi patriarkal yang menempatkan kaum pria sebagai penentu segalanya. Tradisi main kuasa. Itulah intinya. Pelaku kekerasan dalam kisah Jenny adalah kaum pria. Namun dalam banyak hal, pelaku kekerasan tidak mengenal jenis kelamin. Sering kali kekerasan, main kuasa, kecenderungan untuk menang sendiri demi kepentingan diri sendiri dan kelompoknya, lebih merupakan diktum budaya. Artinya, begitu seseorang berada dalam lingkaran kekuasaan, yang mengemuka adalah sikap arogansi. Tidak peduli apakah seseorang itu pria atau wanita, bukan tidak mungkin, dia akan muncul sebagai seorang yang menerapkan kebenaran tunggal. Dia tidak memiliki kemampuan untuk mendengarkan. Ciri dari kegagalan pemimpin macam ini ditandai dengan kesibukan dalam dirinya sendiri. Tidak cukup konsentrasi dalam diskusi. Sibuk dan asyik dengan apa yang dipikirkannya sendiri, dan pada waktu yang sama enggan untuk hadir dan menikmati kebersamaan dengan orang lain. Dalam rapat, orang macam ini akan sibuk dengan gadgetnya sendiri. Pikirannya melayang pergi, sehingga sekalipun secara fisik hadir, tetapi secara mental menjauh.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H