Oleh Sirilus Aristo Mbombo
Malam ini terasa dingin. Angin terus berhembus membawa arah yang tak pasti akan hari esok. Angin menyejukan tubuh dan memicu pertanyaan bagi pikiran. Hari esok menjadi misteri bagi pikiran yang seakan-akan terus bertanya-tanya, kemanakah kamu akan berlari dari persoalan hidup ini?Â
Semuanya hanya memicu permasalahan dan saling menyalahkan satu sama lain. Lantas mengapa hidup ini dihantui banyak persoalan? Apakah ada seseorang bermimpi di siang hari tentang nuansa baru hidup ini? Jawabannya sederhana nuansa mimpi itu akan terus berjalan dalam alur hidup reel manusia saat ini.Â
Pikiran manusia terus bertengkar dalam balutan lapisan kulit kepala manusia. Tanda keriput di dahi seakan-akan menandakan pikiran sedang berperang melawan keadaan. Tetapi reelnya semua hanya imajinasi sesaat di dalam pikiran. Karena pada hakikatnya manusia hanya mencari arete atau keutamaan dalam hidupnya.
Dalam bahasa Yunani kata arete merujuk pada keutamaan yang dibahasakan dalam filsafat plato. Kata arete diterjemahkan dari bahasa Yunani yang berarti excellence yang tentu selalu merujuk pada dimensi keunggulan atau keutamaan. Dalam dimensi kehidupan manusia tentu seseorang yang mampu meraih excellence dalam keseharian hidupnya dijuluki sebagai seorang manusia yang mampu menjadi manusia utama dalam lingkaran kehidupannya. Bagaimana manusia mencapai keutamaan dalam hidupnya?
Saya mengutip pandangan dan gagasan Plato seorang pemikir besar Yunani Kuno yang dengan gagasan filosofis ia mengatakan sangat sederhana yakni untuk menjadi manusia utama adalah bagian yang tak terpisahkan dari olah jiwa dengan ditopang oleh kemampuan rasio, akal budi agar manusia dapat mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
Dalam lingkaran kehidupan manusia zaman ini dibutuhkan pencerahan secara mendalam agar manusia mampu mengolah jiwa dan mengolah pola pikirnya sehingga manusia dapat menjadi seorang manusia yang utama dan bijaksana dalam menata kehidupannya. Manusia zaman ini harus mampu meraih kebijaksanaan dalam hidupnya di dalam mengolah jiwa dan pola pikirnya agar manusia mampu merefleksikan kehidupannya dalam realitas konkret keseharian hidupnya.Â
Saya berpikir manusia zaman ini dalam mencapai dimensi keutamaan dalam hidupnya tidak lain hanya dengan mengolah jiwanya dan merefleksikan secara mendalam keberadaan rasio dan akal budinya, karena manusia zaman ini hidup di era modern sehingga sering kali jatuh dan tergelincir dalam doxa atau opinion semata.Â
Manusia zaman ini kelihatan hanya berkutat pada kebodohan dan kedangkalan semu dalam hidupnya. Manusia zaman ini tampak tidak mampu memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya secara optimal. Manusia harus mampu keluar dari keadaan itu, karena kebodohan dan kedangkalan dalam berpikir telah mengakar dan membelenggu hidup manusia sepanjang sejarah peradaban manusia.
Dalam filsafat Plato pada hakikatnya dunia ini dipandang semata-mata semu dan yang sejati ialah hanya bentuk idea yang baik dari semua kehidupan yang semu dengan menemukan kebenaran sejati dari dunia ini.
Refleksi kritisnya manusia zaman ini harus mempunyai kesadaran dan keberanian dan terus belajar dalam mengelolah dimensi jiwa dan kemampuan yang tertanam dibalik akal budinya dalam menyikapi dunia ini secara konkret dengan berbasiskan pada ide, gagasan dan kejernihan pikiran bahwa semua manusia di jagad raya ini adalah pembelajar dari dunia yang riil dengan dilandasi suatu keinginan dari dalam diri manusia untuk menjadi bagian dari manusia yang utama dalam siklus kehidupan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H