Mohon tunggu...
M. Boby Hasan Arfani
M. Boby Hasan Arfani Mohon Tunggu... Penulis - Associate Project Manager

Citizens Journalism

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hilangnya Kemampuan Benchmarking Politisi Indonesia

4 Desember 2024   08:46 Diperbarui: 4 Desember 2024   08:46 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
politisi dan benchmarking (gambar oleh: openclipart-vector pixabay)

Sejarah mencatat bagaimana hebatnya pahlawan Indonesia dalam benchmarking dan beraksi sesuai dengan keadaan terkini negaranya dikarenakan mereka paham sekali kondisi negara tercinta.

Kita sudah tidak asing dengan Pancasila yang kalau kita terjemahkan dalam ideologi bernegara maka akarnya adalah sosialisme, tapi Soekarno dan para pahlawan lainnya mengerti bahwa sosialisme yang harus diterapkan di Indonesia tidak bisa pek ketiplek memakai pemikiran barat.

Karena Indonesia merupakan negara yang berketuhanan maka dibuatlah sila ke satu 'KETUHANAN YANG MAHA ESA'.

Kalau kita pergi lebih jauh ke masa lampau kita akan menemukan bahwa Soekarno banyak mempelajari ideologi kiri, namun tidak serta merta Dirinya mengedepankan agar Indonesia menjadi negara komunis. Soekarno adalah salah satu contoh politisi yang memiliki kemampuan hebat dalam benchmarking, Berpikir di taman - taman internasional tapi bertindak secara lokal.

Selain Soekarno ada pula Mohammad Hatta bapak Koperasi Indonesia jika kita mau membaca sejarah maka kita akan menemukan rekam jejak bagaimana Hatta berkeliling eropa dari belanda sampai ke jerman untuk mempelajari bagaimana koperasi berjalan di suatu negara. Ilmu itu kemudian dia terapkan di Indonesia.

Sekarang masih banyak masalah yang belum tuntas di negara kita, dari masalah korupsi sampai dengan pendidikan yang sampai saat ini berani saya katakan bahwa pemangku kepentingan yang menjadi aktor dalam sistem ini tidak memiliki kemampuan untuk benchmarking dan bertindak secara lokal.

Kemampuan secara analitis mungkin sudah baik tapi pemahamannya tentang negara masih perlu dipertanyakan kembali.

Contoh tentang sistem pendidikan di Indonesia sudah 5 kali semenjak era reformasi kita merubah kurikulum namun semuanya tidak pernah efektif untuk diterapkan di Indonesia.

Terakhir kita punya kurikulum merdeka yang membenchmark sistem pendidikan di Australia, Singapura, sampai Finlandia namun belum mampu diterapkan secara maksimal. Penyababnya beragam mulai dari kurang meratanya fasilitas pendukung sampai dengan kualitas guru yang masih belum mumpuni.

Contoh kasus di kurikulum merdeka Ujian Nasional tidak lagi ditetapkan sebagai syarat kelulusan hal ini disambut  pro dan kontra, di perkotaan orang tua dan murid tidak senang karena dianggap mengurangi daya saing di sekolahan namun di Pedalaman banyak yang senang karena mereka kesulitan untuk belajar karena fasilitas kurang memadai, jika UN jadi syarat kelulusan alamak harus berapa tahun kami sekolah.

Keputusan mantan menteri pendidikan ini mungkin berdasarkan penelitian panjang dan berdasarkan benchmark yang jelas, namun secara tindakan masih perlu banyak perdebatan.

Keputusan pada sistem pendidikan mungkin hanya segelintir contoh bahwa politisi Indonesia sudah kehilangan kemampuan benchmarking dan pehaman terhadap negara sendiri.

Kedepannya di sektor -sektor krusial kita butuh sosok yang berpikir internasional namun dapat bertindak secara lokal. Sosok ini harus memahami secara utuh negaranya sendiri, antropologi budaya dan kehidupan sosial.

Jika sosok ini tidak ditemukan maka sulitlah kita mengarapkan kemajuan. (Opini)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun