Ada ungkapan populer, " banyak jalan menuju Roma", setidaknya bisa mewakili sedikit kisah tentang " banyak jalan menuju Raja Ampat". Iya, Raja Ampat salah satu spot wisata yang sudah terkenal akan keindahan wisata bawah laut dan pantai-pantainya, kali ini saya mengalihkan arah ke Sulawesi Tenggara, tepatnya di Labengki. deviasinya tidak terlalu parah lah ya hehe. Wisatawan rela menyematkan kata " Raja Ampat Sulawesi", barang tentu bukan sebuah keputusan sembrono tentang pentasbihan ini.
Akses Menuju Pulau Labengki
Starting point saya bersama rombongan berangkat  dari Pomalaa, Kabupaten Kolaka. Waktu tempuh dari Kolaka ke Kendari selama 4 jam, melewati bukit-bukit dan jalan yang berkelok. Sesampainya di Kendari, kami menggunakan bus DAMRI menuju rute Pelabuhan Pantai Biru start jam 08.00 WITA selama satu jam dan alhamdulillah sampai di pelabuhan pukul 09.00 WITA. Perjalanan menuju Labengki menggunakan boat dengan kecepatan 30 PK dengan jarak 70 km, waktu tempuhnya hampir 4 jam. Kondisi cuaca waktu itu sedikit angin, sehingga kapal sedikit oleng. Pun hujan turun, sehingga jarak pandang kapal terbatas dan kami pun, sempat dibuat cemas, karena ombak bertubi-tubi menghantam kapal.
Kondisi kapal saat itu lengang, karena hujan perlahan membesar serta angin menghantam keras, hanya kepasrahan dan doa yang terus dipanjatkan. Berada di tengah-tengah laut, jalan tak terlihat, setidaknya menambah sedikit "petualangan" lainnya menuju tempat seru ini. Badai pasti berlalu, setelah kecemasan datang ketenangan, tujuan kami kali ini. Kami disambut perumahan khas suku Bajo, yang berjejer di Labengki kecil.
Secara statistik, pulau Labengki kecil ini dihuni oleh 107 kepala keluarga, kantor desa, masjid, sekolah dasar serta instalasi listrik dengan diesel. Listrik hanya menyala dari jam 6 sore hingga jam 11 malam. I
nfrastruktur jalan sudah baik, jalan beton dan ada mercusuar di belakang pulau, yang menambah view sendiri, menghadap ke laut lepas. Â Labengki besar tidak ada penghuni, namun ada pusat konservasi di desa Toli-toli Labengki. Kegiatan pembuatan taman laut ini dilakukan atas kepedulian sekelompok aktivis lokal terhadap kelangsungan hidup biota laut, terutama kerang raksasa (Tridacna), yang dimulai pada bulan Oktober 2009.Â
Tim kecil peduli lingkungan yang dibentuk masyarakat setempat, dipimpin oleh Habib Nadjar merupakan gerakan sukarela untuk mewujudkan ide konservasi tersebut. Dengan menggunakan biaya pribadi dan beberapa sumbangan dari teman dan keluarga, aktifitas konservasi pun dimulai dari survey, penyelaman, transfer biota, penetapan lokasi pemukiman dan pemeliharaan dilakukan meski dengan dukungan peralatan yang seadanya.
Spot Menarik di Labengki
1.View Teluk Cinta
Mengapa dibilang teluk cinta? apa karena Cinta AADC pernah ke sini? atau ada kisah cinta di sini? bukan semua sih jawabannya, tapi jika dilihat sekilas berbentuk hati. Lebih jelas jika menggunakan aero-photograph, sehingga lagoon yang ada di sisi, pasir putih dan warna biru laut, akan jelas berbentuk hati.
Perlu effort yang lumayan untuk naik ke sini, karena ada bagian yang terjal, sehingga perlu hati-hati. Treking sekitar 10-15 menit dan rasakan indahnya alam Indonesia yang diiringi angin sepoy-sepoy khas pantai. Ada dua view menarik, selain teluk cinta ini, tebing sebelahnya, view raja ampat dengan private beach yang dikelola oleh swasta asing, tempat bersandar yacht dan kapal wisata lainnya.
2. Pantai Panjang
Nah, setelah dari teluk cinta, kira-kira 5 menit laju kapal, adalah spot menarik di Pantai Panjang. Hamparan pasir putihnya bak hamparan karpet yang siap sedia untuk menyapa kedatangan tamu. Selamat datang di Labengki besar.
Di tempat ini, kita bisa snorkling dengan ikan-ikan kecil yang menghiasi laut. Ombaknya cukup tenang dan hamparan pohon kelapa yang berjejer rapi. serasa di pantai beneran * santai kaya di pantai. Koral-koral siap menjamu anda di bawah laut. Terima kasih Tuhan, saya menjadi warga Indonesia.
Setelah cukup puas berenang, saya dan tim kembali ke Kampung Bajo di Labengki kecil. Bersiap untuk sinyal yang tidak ada serta suguhan makanan laut yang memanjakan lidah. Jangan heran juga, untuk beberapa saat merasakan sensasi mati lampu.
Sejauh mata menandang, sebenarnya Labengki ini punya potensi yang besar untuk ditingkatkan menjadi destinasi favorit wisata. Kaya akan biota laut, warga yang ramah dan masih asri menjadi nilai tambah tersendiri. Minusnya adalah infrastruktur yang belum mumpuni, dimulai dari sinyal ( karena sekarang jadi kebutuhan primer), listrik, fasilitas WC, serta tempat ibadah. Untuk penginapan sudah cukup banyak dari mulai balai desa, home stay, hingga villa. Â Optimalisasi destinasi yang ada sudah ada, justu belum bisa banyak memberdayakan masyarakat sekitar yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Ke depannya, sektor pariwisata ini bisa dijadikan akselerasi laju ekonomi masyarakat, karena multiplier effectnya.
Akhir kata, Harapan itu masih ada, selama masih punya mimpi yang besar. Terutama anak-anak suku Bajo yang energik dan ceria. Mereka bahkan tak kenal lelah untuk pergi ke sekolah bahkan dengan kaki telanjang dan tanpa alas kaki.
" Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu ( Andrea Hirata) "
NB: untuk ke Labengki ini mesti satu paket ke Sombori, karena mubazir sama-sama keren. Lumayan banyak paket wisata ke sini dan disarankan untuk rombongan atau ikut open trip, agar lebih hemat biaya. Untuk perjalanan saya kali ini kena charge Rp. 1.748K dengan fasilitas makan 6 kali, menginap di homestay, pelampung dan google, dokumentasi, air mineral, tiket masuk tempat wisata, local guide, penjemputan dari bandara/meeting point yang ditentukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H