Mohon tunggu...
mbiesap
mbiesap Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

- Milanisti Indonesia - Penghitung Jejak Langkah Kaki - Amatir dalam segala hal, namun berusaha untuk jadi professional - Penyuka Tidur siang, namun sudah lama merindukannya adjustmenthidup.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Nasi Goreng

26 Oktober 2015   16:48 Diperbarui: 26 Oktober 2015   19:04 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perut memang sama seperti tangki bensin yang berpengaruh terhadap semua kinerja mesin, baik itu fungsi oksidasi hingga fungsi kinetis yang menggerakkan, sehingga bisa berpindah ke tempat lain. Fungsi perut sebagai tanda lapar, kadang bisa membawa kita ke tempat yang kita tidak kita ketahui sebelumnya, sama seperti cerita pertemuan semalam dengan seorang liar biasa, orang yang punya pemikiran anomali juga.


Sebelum bertemu dengan bang Tom, seorang Indonesia berlatar Batakbond, seorang pengembara kehidupan yang berputar-putar mengelilingi negeri. semangkuk mie rebus di tukang nasi goreng langganan menjadi energi dalam bercerita di malam yang membuat saya datang terlambat ke tempat kerja di hari selanjutnya karena ngobrol terlalu asyik dan mengena dihati namun menampar sebagai generasi muda yang sok idealis ini.


Jelas bukan pertemuan pertama kali, karena sebelumnya pernah bertemu, namun malam kemarin berasa ada tamparan sebagai seorang warga bodoh di Republik Impian ini.
Ada beberapa pembicaraan sebenenya, namun bisa disimpulkan ke beberapa major:

1. Kebijakan publik tentang transportasi massal ( Kereta Api, Trans Jakarta, dan Solusi Ojek Online sebagai pengurai macet, hingga pompa bensin) ;

2. Tentang Rokok yang masih pro kontra termasuk Kontribusi kepada negara, langkah preventif dan mengapa perokok termasuk dikategorikan orang bodor versi beliau :

3. Mafia dalam Ekonomi, karena trending-trending dan monkey business yang sengaja direncanakan jauh-jauh hari ;

4. Profesi ideal kita, menjadi pegawai, pengusaha atau birokrat? ;

5. Nasib orang bodoh, memang selalu dibodoh-bodohi.
Dalam pemikiran dan diskusi semalam, berikut ini adalah epilog sebagai dasar pemikiran;

1. Pernahkah berpikir, uang jaminan Kereta Rel, kenapa uang tabungan di ATM tidak bisa diambil semua, semua kartu berlatar e- dalam busway yang kadang tidak semua shelter pakai kartu e- ini,

Untuk Anda yang berkecukupan dan bergelinang rupiah, mungkin uang tersebut tidak material. Tapi bagaimana dengan orang-orang prasejahtera di liat Sana?

1. Karena memang nilai kepuasan orang berbeda-beda, termasuk nilai manfaatnya. Solusi macet termudah selain melarang kendaraan pribadi masuk ibukota adalah dengan penataan pompa bensin yang mesti diatur, agar orang memikirkan dua kali untuk mempunyai kendaraan sehingga publik transport bisa digunakan. Namun apakah publik transportasi yang ada sudah terintegrasi? 

2. Masalah rokok yang masih melegenda dengan pro-kontra yang ada, termasuk kebijakan Pemerintah yang pro pengusaha karena pengusaha Indonesia terkaya masih dari sektor ini, termasuk pembodohan akan nilai-nilai manfaat, anomali rokok dalam kegiatan olahraga, musik dll, serta harga yang murah sehingga hanya orang yang dianggap belum sejahtera sebagai konsumer terbesar rokok serta cukai yang masih berkontribusi terhadap penerimaan negara non pajak sehingga logisnya Pemerintah tetap ogah untuk melarang secara gamblang, meskipun ada ide gila dari orang lain untuk menutup pabrik rokok;

3. Fenomena batu Akik yang ratusan juta, ikan koi milyaran, daun sente, Love bird dan lain sebagainya yang memang disediakan oleh mafia cerdas beberapa tahun ke belakang yang siap untuk memungut berkah akibat booming. Bukanlah suatu pembodohan, melainkan ide menciptakan trend ini yang patut diacungi jempol oleh para pelaku Shadow Economy. Monkey business ini adalah solusi cerdas para pencari untung yang usahanya INtegrated dan telah sustain beberapa lama dengan skema cerdasnya ;

4. Profesi ideal yang mesti didukung oleh sekolah, guru tidak fokus karena sertikasi, dosen yang terus mengejar kredit penelitian, bahkan tak jarang penelitian ini ujung-ujungnya menggadaikan negara, pekerja yang terlalu bergantungan dengan pengusaha sehingga antara output dengan yieldnya tidak seimbang, tak salah namun memang dipandang tidak ekonomis, para PNS yang terpaksa sekolah untuk mengejar golongan dan para aktivis yang diberikan scholarship hanya dengan tujuan jadi Intelejen negara asing untuk melihat segala cela negeri ini. Tak ada salah dengan semua profesi yang ada.

5. Kita orang bodoh, adalah bukan bodoh yang mutlak. Melainkan karena akses yang terbatas, sehingga indikasi awal terkesan pembodohan tetapi bukan pembodohan yang tidak disengaja. Melainkan pembodohan yang sistematis yang dirancang khusus untuk melemahkan kita sebagai warga negara. Pembodohan akan semua keterbukaan, pemiskinan secara karakter sehingga masalah-masalah sosial, kesenjangan dan outlayer masih ada, karena memang menjadi grassroot dan solusi tiada akhir.

Ah, sebuah tamparan yang kadang kita tidak sadar akan semuanya. Tidak ada yang mesti disalahkan di sini, karena memang kita berada dan terjebak salam siklus tidak mengenakkan. Kita bagai negara tanpa mazhab. Tak tahu kemana kebijakan mau dibawa dan kesejahteraan hanya angin surga.
Bukankah para pendiri Bangsa ini adalah insinyur terbaik dalam meletakkan falsafah untuk warga dan tanah air, bagai musuh dalam selimut ternyata peperangan tersulit itu peperangan yang terjadi di internal bangsa sendiri.
Wahai diri,

Semua adalah realita yang mesti dihadapi. Tak cukup peluh untuk mengeluh, tak cukup aral untuk mengakar, tak cukup sabar untuk menebar semua harapan, tak ada pula sakit yang tak sembuh dalam sakit,

Karena momentum saja, karena Steady State itu masih menjadi mimpi bersama. Kita memang bodoh, tapi izinkan kami untuk tahu.
Pejuang?

Hadapi !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun