Mohon tunggu...
mbiesap
mbiesap Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

- Milanisti Indonesia - Penghitung Jejak Langkah Kaki - Amatir dalam segala hal, namun berusaha untuk jadi professional - Penyuka Tidur siang, namun sudah lama merindukannya adjustmenthidup.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sakit Gila Nomor Tiga : Fanatisme Berlebih

18 Oktober 2015   02:07 Diperbarui: 18 Oktober 2015   08:32 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba jantung berdetak kencang seperti benderang mau perang, tengah malam dan saat semuanya hening karena memang sudah tertidur lelap, menikmati kasur rumah yang memang menjadi tempat terbaik untuk istirahat dari jeda beberapa minggu tidak dikunjungi hingga tersadarkan, ini dalam keadaan terbangun dari tidur. Sehingga pantas saja selalu ada kerinduan tersendiri, berasa di luxury hotel berbintang Kejora ataupun tempat termewah di dunia, itulah mengapa kadang rumah dibilang, albaiti Jannati, rumahku surgaku, karena memang banyak "surga" tersedia di sini, terutama senyum-senyum hangat orang-orang terbaik dalam hidup kita, ayah dan ibu serta adik tercinta beserta kenangan-kenangan indah dan buruk yang menjadi satu, melebur hingga menampilkan nostalgia.

Berbicara tentang rumah, yang kebetulan berlokasi di Buitenzorg, sebuah kawasan terpadu, kota satelit yang mulai terkena efek megapolitan lainnya, kemacetan, polusi udara, kesempitan dalam mencari lapangan kerja dan problematika sosial lainnya, terkadang menimbulkan kegetiran tersendiri. Karena gap penghasilan antara penduduk bervariasi sebarannya, sehingga ada yang terlihat jomplang, bahkan kadang curam dalam pandangan ekonomi. Ya sudahlah, terlalu berat jika melihat sudut pandang agregatif hehe 
Karena itu semua hanya sebagai bagian dari kontemplasi hidup, mengarungi dinamika menuju #samawa2016. Insha Allah, aamiin.

Beruntung sekali sebenarnya, sebagai buruh migran, di Kostan tidak ada televisi. Sehingga saat pulanglah, waktu yang tepat untuk menonton TV. Bukan apa dan kenapa, melainkan tidak tertarik saja jika hanya melihat tayangan-tayangan kurang bermutu jadi  rating terbaik, untungnya momen libur selalu ada tayangkan favorit, macam Masalembo (sekarang sudah tamat), tayangan sepakbola, Dragon Ball, detektif Conan, acara-acara berbasis budaya dan jalan-jalan ala Net TV dan berita di TVRI, yang merupakan CNN versi Indonesia, karena netralitas, independensi dan jangkauan seluruh nusantara di tengah TV swasta lain yang kadang menggiring opini tertentu, sehingga condong mengunggulkan atau menjelekkan pihak tertentu, baik pemerintahan ataupun partai tertentu.

Ah tibalah pada Premis kita, sakit gila ketiga dari seri sebelumnya. Kenapa mesti sakit gila lagi? Kita gila? Kamu gila? Atau kamu dan aku, jadi tergila-gila oleh cinta #eaa, bisa jadi, bisa jadi hehe
Biarkan ia bersemi dengan Yoga, loh kok Yoga? Bukannya dengan Mas Bas atau bersemi bersama bunga matahari? Ah sudahlah, sudah mengarah ke arah ngaco sepertinya hehe. 

Merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatisme berarti:
KBBI 
fa·na·tis·me n keyakinan (kepercayaan) yg terlalu kuat thd ajaran (politik, agama, dsb)

Tesaurus 
fanatisme n asabiyah, kefanatikan, keyakinan, keteguhan, ortodoksi, tradisionalisme 

Sehingga dari kepercayaan yang kuat, timbullah ego yang tinggi dan menimbulkan gesekan-gesekan, jika gesekan perasaan mungkin bisa dibenarkan, apalagi dengan mantan atau calon gebetan, tapi jika bergesekan antara suku, pendukung partai, pendukung Presiden atau bahkan pendukung bola, bisa celaka 13. Mengapa?
Akar dari semuanya bisa menyebabkan perpecahan dan disintegrasi bangsa secara luas. Naidzubillah, Semoga tidak terjadi demikian karena Bhinneka tinggal Ika, cita-cita pendiri bangsa kita, merupakan semboyan yang bukan hanya simbolik saja, tapi lebih dari itu semacam ruh penyatuan, agar tetap bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sakit gila nomor tiga, fanatisme berlebih bukanlah sebuah model untuk mengukur efektivitas Pemerintah dalam menjalankan pemerintahan, melainkan hanya sebuah pendapat dalam pikiran sempit seorang Ndeso dan Katrok macam saya yang terbagi menjadi beberapa hal. Berikut ini adalah bentuknya:
1. Fanatisme Pendukung klub sepakbola ;
2. Fanatisme Pendukung Calon Presiden ;
3. Fanatisme Orang Jatuh Cinta
4. Fanatisme orang beragama

Here we are: 

1. Fanatisme pendukung klub sepakbola

Bukan rahasia umum lagi, jika mendukung klub sepakbola tertentu bisa menjadi dan melebihi fanatisme terhadap Agama, sehingga malah fanatisme ini seperti dijadikan agama, sehingga sendi-sendi kehidupan telah mendarah-daging dengan sepakbola ataupun klub lain, semisal basket, rugby, baseball bahkan klub penggemar rahasia (mungkin) hehe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun