Sudah menjadi kisah lama betapa Indonesia adalah negeri dengan kekayaan tanah airnya. Potensi alam dan budaya yang beragam inilah yang menjadi nilai jual Indonesia dimata dunia. Potensi kekayaan ini yang menjadikan ribuan investor berbondong-bondong untuk menggalinya. Potensi yang diharapkan menjadi berkah untuk kesejahteraan bersama. Potensi potensi potensi potensi lama lama impotensi, sebut seorang penggerak industri kreatif di Indonesia.
Tak salah memang dia mengucap kalimat "kotor" itu karena memang begitu adanya. Masyarakat selalu mendewakan potensi sebuah wilayah atau sumberdaya tanpa mengambil peran untuk membuat potensi tersebut termanfaatkan. Cukup banyak potensi itu hanya terbengkalai begitu saja tanpa ada yang urus, baru ramai ketika ada negara lain mengklaim. Tak sedikit cerita bahwa sebuah potensi tersebut ternyata tidak membawa nilai tambah berarti bagi orang-orang disekitarnya. Hingga sering sekalo kita dengar bahwa potensi itu tidak dihargai dinegeri kita, dijual murah ke negeri orang, dibeli kembali dengan harga mahal, diberi label asing dan kebanggan luar biasa kita ketika memakainya.
Jika melihat fenomena tersebut, satu hal yang patut disalahkan yakni kita sendiri. Kita si tuan tanah yang kaya raya dengan bodohnya menjual semua "potensi" dengan harga receh dan membelinya dengan cara menjual potensi potensi yang lain hingga habislah semua kekayaan yang dimiliki karena kesalahan di mindset.
Hal tersebut juga muncul di satu potensi yang menjadi kebanggaan banyak orang di negeri ini, namun tak banyak orang yang tau asal potensi tersebut. Potensi tersebut bernama mutiara laut selatan.Â
Mutiara asal Indonesia ini menguasai market share sebesar 70% pasar mutiara dunia. Keunggulan dalam segi kualitas dan keunikannya menjadikan mutiara laut selatan sebagai komuditas paling dicari di dunia. Pasar milyaran dolar ini tak urung membuat negara-negara cerdas melihat peluang untuk mengelolanya menjadi sebuah produk bernilai. Added value dengan memanfaatkan teknologi, dengan memakai knowledge mendalam dari segi pengolahan dan memberikan gimmick di arena pemasaran membuat nilai jual mutiara laut selatan ini melejit di pasaran. Profit besar menanti.Â
Pasar terbuai dengan keanggunan yang melekat. Konsumen tersilaukan matanya dengan harapan yang diperoleh jika keinginan memakai mutiara itu terpenuhi. Sampai akhirnya jual beli dengan transaksi milyaran dolar itupun terjadi. Mekanisme pasar berhasil dijalankan, efek  scarcity telah berhasil membius buyer untuk membeli di harga tak masuk akal. Gimmick pemasaran sukses membuat hedonic consumers menggelontorkan uangnya dengan enteng. Sukses besar pun diperoleh.
Lalu kemana uang itu beredar?. Uang itu paling banyak beredar ke tangan orang orang pintar yang mempunyai knowledge dan skill yang mampu mentransformasi sebuah potensi menjadi profitability. Bukan malah menyalahkan negara lain yang mampu mengolahnya dengan baik namun berkaca pada diri sendiri apakah benar kita sudah aware akan potensi itu, sudahkah kita mau bergerak membuat sebuah inovasi pada mutiara itu dan sudahkah kita terus membekali diri untuk mengolah mutiara laut selatan yang merupakan idola menjadi sesuatu yang bernilai itu dengan tangan kita. Bukan tangan orang lain.Â
Mudah memang berkata, tak mudah memulai dan bertahan pada apa yang telah dimulai. Modal berupa niat dan mindset yang tepat pada potensi bernama mutiara laut selatan ini harus membumi di darah anak muda negeri. Penggerak penggerak berupa seminar, workshop, kampanye, ambasador dan sosial media yang memantik kemarahan pemuda akan potensi yang terbengkalai ini adalah solusi awal menuju lahirnya inovasi-inovasi lanjutan yang akan secara inklusif muncul dari generasi generasi cerdas bangsa. Pada akhirnya, potensi mutiara laut selatan benar-benar dihargai.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H