“Kadang kita harus memilih bukan karena kita menginginkan pilihan tersebut, tapi hanya karena pilihan tersebut, segalanya akan lebih baik.” Robin Wijaya
Fenomena bonus demografi sudah muncul semenjak akhir tahun 2013. Seminar, kajian dan diskusi kencang melihat bahwa ada ancaman dan harapan didalamnya. Ancaman pengangguran karena membludaknya angka usia muda jika pemerintah tidak bisa menyambutnya dengan jumlah lapangan kerja yang berimbang dan kaum muda gagal menunjukkan kompetisinya dalam bersaing mendapatkan kue kerja tersebut.
Harapan jika sebuah negara dapat memanfaatkannya dengan baik adalah pertumbuhan ekonomi yang signifikan karena bonus demografi tersebut bisa menjadi motor konsumsi yang tinggi, yang berimbas pada arus perputaran barang dan jasa yang semakin besar dan cepat dan pada akhirnya bermuara pada tingkat pertumbuhan ekonomi sebuah negara yang diprediksi akan melonjak drastis. lalu pertanyaannya adalah Indonesia itu diposisi mana?, harapan atau ancaman?, ya tiap diskusi selalu mengarah pada dua kutub tersebut.
Kenyataannya sekarang adalah berdasarkan data statistik maka pada tahun 2013 terdapat 118 juta angkatan kerja dengan angka kerja mencapai 110 juta atau ada 8 juta menganggur. Sepuluh sampai lima belas tahun kedepan angka tersebut ditaksir membludak menjadi 171 juta jiwa merupakan penduduk produktif yang akan menanggung hampir 85 juta penduduk non-produktif. Angka 171juta jiwa itulah yang disebut bonus pemuda Indonesia. Pemuda dengan kemampuan, kreatifitas, tenaga dan semangat yang dipercaya akan menjadi motor penggerak ekonom sekaligus pemuda yang menjadi ancaman akan membebani negara jika tidak didukung dengan mindset inovasi, mudah menyerah, berserah diri, dan enggan berubah. Pilihan Indonesia 10-15 tahun kedepan ada di pilihan kita hari ini.
Memilih memikul
Struktur penduduk dengan struktur gemuk ditengah aka bonus demografi harus benar benar kita manfaatkan. Pertama adalah para penduduk yang berada didalam struktur produktif tersebut secara sadar harus mengetahui bahwa mereka adalah harapan negara. Tanggung jawab dan beban sosial bangsa ini harus benar-benar diilhami oleh penduduk usia produktif tersebut dengan baik agar setiap langkah dan tindakan yang diambil merupakan cerminan tanggung jawab yang tepat.
Lagi, itu adalah sebuah pilihan. dan pilihan disini adalah memilih untuk memikul 69 juta penduduk lain yang masih belum siap memikulnya (dibawah 16 tahun) dan 23 juta penduduk lain yang telah kehabisan energi untuk memikul (diatas 64 tahun). Angka dependancy ratio atau ratio ketergantungan menyatakan di tahun 2020-2030 mencapai 46% artinya setiap penduduk usia produktif menanggung hingga 46 pendudukan usia non-produktif. Pikulan itu akan teras ringan apabila mulai saat ini kita sadar bahwa memang tanggung jawab memikul tersebut adalah tanggung jawab kita semua penduduk usia produktif, dan toh pikulan tersebut akan terasa ringan karena ada 171 juta pemuda yang turut memikul.
Memilih untuk bersaing
Kunci sukses kedua apakah bonus demografi akan sukses adalah dari tingkat persaingan. Sumberdaya yang unggul adalah sumberdaya yang mampu bersaing secara skill dan knowledge dalam menghadapi tiap tekanan. Persaingan adalah pilihan. Menjadi20120 jiwa yang bersaing adalah kunci persaingan itu sendiri. Oleh karenanya penting disini membekali para penerus yang telah rela memikul beban negara agar nantinya menjadi seorang pemikul yang tangguh. Kuncinya di ada di pendidikan dan pelatihan. Pendidikan Indonesia saat ini masih jauh dari sebuah kata berhasil. Masih banyak celah di sistem pendidikan yang perlu dibenahi.
Puji syukur adanya MOOC (Massive Open Online Courses ) atau sekolah gratis yang mulai digencarkan universitas dan lembaga pendidikan di dunia untuk mempermudah aksebilitas informasi dan pendidikan. Gerakan pendidikan non-formal cukup masif terjadi , bergerak dari bawah yani dari komunitas. Komunitas saling bahu membahu untuk memberikan demokratisasi pendidikan dan pelatihan untuk semua. Mulai dari pelatihan bisnis, memasak, bertani dan mengajar yang tujuan utamanya satu, saling menginspirasi. Jika gerakan ini terus berlanjut maka pribadi yang bersaing pun akan terwujud.
Memilih sebagai pemantik
Sudah cukup banyak follower di social media kita. Namun, untuk menjadi negara yang bersaing tak cukup hanya bermindset followers. harus tercipta sebuah mindset baru bagi generasi muda Indonesia. Mindset menjadi seorang pelopor dan penggerak. Memilih menjadi pelopor maupun penggerak pun bukanlah hal mudah.
Dibutuhkan mindset yang tepat dan lingkungan yang tepat pula agar hal tersebut dapat tercipta. Orang tua terkadang terlalu memanjakkan anaknya dengan segala kemewahan, kemudahan dan ketersediaan mulai dari kecil. AKhirnya mentalitas hidup enak itu tercipta. Akhirnya munculah dewa bernama instant. Semuanya serba instan, namun apakah hal tersebut cukup?, saya rasa tidak. Untuk menjadi pelopor dan penggerak tidak ada namanya resep instan dan mudah. Semua jalan menjadi pelopor dan penggerak itu terjal dan berliku. Namun, hasil yang diunduh adalah kualitas. ya, pelopor dan penggerak adalah kualitas seorang leader yang mampu memantik jutaan followers lain untuk turun tangan menjadi pemantik (pelopor dan penggerak) selanjutnya. Karena hanya penduduk yang berkualitaslah yang akan mampu menjadi penanggung jawab di era Indonesia di tahun 2020-2030.
Harapan bahwa adalah benar itu merupakan bonus demografi itu adalah bonus dalam artian positif menjadi sebuah nafas lega saya sebagai pemuda Indonesia. Bahwa struktur gemuk di tengah dengan mayoritas penduduk usia produktif menjadi kepercayaan diri tersendiri dan bahwa penduduk muda Indonesia memilih itu sebagai tantangan dan berusaha mewujudkannya mampu mengobarkan jiwa muda saya. Ya, Pilihan harapan adalah pilihan logis yang akan mentriger semua aspek harian kita menuju kesana.
Harapan untuk pertumbuhan PDB indonesia sebesar USD 2,1 triliun pada tahun 2030 yang juga menjadi ekonomi global terkuat ke-7 bahkan ke-5 didunia. Harapan Bahwa tingkat pengangguran terus turun dan harapan bahwa kekayaan lebih merata dan tingkat kemiskinan yang terus terkurangi. Ya, harapan nyata bahwa bonus demografi tersebut dapat kita panen dikemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H