Mohon tunggu...
Muhammad Bayu Pratama
Muhammad Bayu Pratama Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa ITB

Pembelajar yang mencoba menyampaikan pandangannya terkati permasalahan yang ada di sekitarnya Terlibat dalam Pers Mahasiswa ITB dan Kader Surau ITB

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Jakarta akan Tenggelam? Sudah Siapkah?

2 Desember 2016   00:56 Diperbarui: 2 Desember 2016   01:54 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menara Syahbandar di Jalan Pasar Ikan, Jakarta Utara (news.liputan6.com)

Tanah Jakarta Turun atau Air Laut Semakin Tinggi?

Jakarta sebagai salah satu daerah yang berada di daerah Pantai Utara Jawa memiliki resiko yang sama terhadap penurunan tanah. Wilayah-wilayah seperti Bekasi, Subang, Demak, Semarang, hingga Surabaya mengalami penurunan tanah yang cukup tinggi. Resiko akan banjir rob pun kemungkinannya pun besar. Berikut salah satu video banjir rob di wilayah Jakarta Utara akibat jebolnya tanggul muara baru :
Namun, hal ini lebih besar disebabkan oleh turunnya muka tanah atau yang sering disebut dengan bencana land subsidence. Land subsidence adalah proses / fenomena perubahan posisi tanah yang turun secara vertikal terhadap suatu bidang referensi tertentu seperti MSL atau ellipsoid referensi. Penyebab penurunan muka tanah di beberapa wilayah Jakarta banyak disebabkan oleh penggunaan air tanah yang berlebih (Burbey J.T., 2005). Pengecualiaan bisa kita anggap terjaid di daerah Jakarta Timur. Di wilayah ini telah mengalami penurunan tanah sebesar 47cm sejak tahun 2000. Pada daerah ini banyak kawasan Industri, khususnya industri tekstil yang banyak menggunakan air tanah di dalam proses pencuciannya. 

Penurunan muka tanah di wilayah Jakarta sudah terjadi sejak tahun 1925, berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh ITB. Penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 1975, pada saat pembangunan gedung-gedung bertingkat mulai merajalela akibat kebijakan Repelita Orde Baru. Gedung-gedung bertingkat baik itu mall, hotel, atau jenis bangunan lainnya mulai mengganggu struktur tanah di Jakarta. Kenapa? Karena sebagian besar air yang digunakan oleh gedung-gedung tersebut berasal dari air tanah. Semakin tinggi bangunan, semakin besar laju air yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bangunan-bangunan tersebut. Air tersebut sebagian besar dari pemanfaatan air tanah.

Lantas, apakah masyarakat Jakarta sudah siap untuk beralih dari penggunaan air tanah? Nampaknya, perlu infrastruktur dan kebijakan jelas dari Pemerintah untuk mengantisipasi daerah yang dahulu bernama Batavia ini agar tak tenggelam. 

Apa antisipasi Pemerintah untuk land subsidence di daerah Jakarta?

Usulan pun pernah dilontarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memindahkan pusat Ibukota. Beliau hendak menciptakan kawasan Ibukota baru. “The real capital, the real govement center. Seperti Canberra, Brazilia, Ankara dan tempat-tempat yang lain,” katanya. Jakarta yang didalamnya terdapat pusat pemerintahan, pusat industri dan jasa, pusat perekonomian, maupun pusat perbelanjaan yang ditandai oleh banyaknya mall, tentunya menjadi mutiara bagi siapapun yang hendak mencari peruntungan lebih di Jakarta. 

Perlu diseminasi pusat keramaian agar berhenti atau berkurang jumlah ledakan penduduk di Jakarta yang luasnya hanya sekitar  661,52 km². Rencana pemindahan pusat Ibukota pun saya rasa masuk di akal dengan tetap perlunya perencanaan yang matang. Transmigrasi penduduk dan pemerataan pusat pembangunan di wilayah-wilayah lain di luar Pulau Jawa pun menjadi kebutuhan saat ini.

Pemerintah DKI Jakarta pun sudah mulai membuat beberapa kebijakan diantaranya PP Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Kebijakan lainnya adalah Perda Provinsi DKI Jakarta No. 17 tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah. Kebijakan tersebut untuk menanggulangi pemakaian air tanah yang berlebih dari masyarakat Jakarta. 

Rencana lainnya yang kini sedang dilaksanakan di tengah perdebatan hangat para elite politik adalah program mega proyek Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD) di 17 Pulau reklamasi utara Jakarta. Menahan masuknya air laut (intrusi ke daerah Jakarta) dengan benteng terluar adalah timbunan pulau-pulau baru. 

Mungkin masih banyak rencana pemerintah atau ide gila lainnya dari para pemangku kebijakan untuk mencegah Jakarta dari bahaya tenggelam. Entah apakah hal itu akan terjadi atau tidak, tentunya kita sebagai masyarakat perlu untuk lebih memahami kondisi lingkungan kita. Penggunaan air tanah salah satunya, harus kita kurangi. Selain, kebiasaan kita yang sering membuang sampah sembarangan juga perlu untuk dihilangkan. Jika kebiasaan-kebiasaan buruk kita yang dapat memicu tenggelamnya Jakarta perlahan mulai menghilang, dapatkah kita menjawab pertanyaan, "Sudah Siapkah Kita, Jika Jakarta Tenggelam?" Peran Anda-lah yang dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Sumber : 1 | 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun