Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Insiden Timor-Timor dalam Karya Sastra

28 April 2020   10:15 Diperbarui: 28 April 2020   10:17 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua tahun kemudian, kembali Bentang menerbitkan novel Jazz, Parfum, dan Insiden. Sebuah novel perlawanan Seno secara terang-terangan (tanpa sensor), lengkap dengan wawancara saksi mata. Di novel itu, ia juga menyisipkan kisah bergengsi. Sebuah kisah romantika beraroma sensual dan eksotik dalam kisah parfum dan insiden.

Sungguh. Bersamaan itu, pekerjaan seorang jurnalis adalah mengungkap kebenaran. Kebenaran secara hakiki, dengan menyampaikan, menginformasikan, dan memberitakan berdasarkan lapangan. Tentu, pekerjaan semacam itu tergolong berisiko tinggi. Pasalnya, dalam kejadian muncullah oknum-oknum dengan maksud menyembunyikan kebenaran.

Insiden Timor-Timor bukanlah fenomena yang merugikan orang-orang yang terlibat langsung, melainkan jurnalis yang dikenai tugas. Pada masa presiden Soeharto, tidak ada kebebasan pers. Semua informasi diatur dan dikendalikan oleh pemerintah. Hingga suatu kejadian, salah seorang jurnalis dianiaya preman sampai cacat premanen. Jurnalis itu dikabarkan telah memberitakan tentang penebangan kayu secara ilegal.

Bukan suatu fakta yang layak ditutup-tutupi, masa pemerintahan Soeharto banyak insiden-insiden yang tidak manusiawi. Banyak fenomena tragis dan sadis yang terjadi di berbagai kota di Indonesia. Selain di Timor-Timor, muncullah tindak kekerasan di kota Aceh. Pada kasus kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menyisakan kisah pilu. Ribuan orang tewas terselimuti darah segar, sebagaimana yang terekspresikan dalam sajak Santa Cruz. 

Tentang kejadian di Aceh, kemudian melalui tangan kreatif jurnalis sekaligus penulis tersampaikan secara benar beraroma fiktif ke dalam karya sastra. Kita mengenal Arafat Nur sebagai orang pengamat sekaligus dampak dari kejadian itu. Ia berhasil membungkus aksi kekerasan dengan gaya fiktif melalui novel-novelnya. Sebutlah novel Lolong Anjing di Bulan, Percikan Darah di Bunga, Lampuki, Bayang Suram Pelangi, dan beberapa karya puisi. Secara mendalam, ia berkisah tentang sejarah Aceh pada masa itu.

Seno, Arafat, dan penulis-penulis lain adalah tangan Tuhan untuk menyampaikan kebenaran. Ketidakterbukaan informasi menjadi ketidakpuasan tersendiri bagi mereka. Berangkat dari hukum kausalitas inilah tercipta karya-karya sastra yang serupa buku sejarah. Kenikmatan dalam pembacaan sastra menjadi daya pembaca untuk mengetahui kebenaran. Begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun