Pengalaman menulis pertama kali, begitu melelahkan tapi mengena. Satu artikel dibahas kurang lebih 6 jam. Saya ingat betul, ketika tulisan artikel saya dibahas oleh Bapak dan sahabat, Sri Wahyuni di garasi.Â
Kala itu, saya menulis tentang buku, yaitu bagaimana seseorang dapat mengenali dan menyayangi buku. Tulisan itu termuat di Radar Ponorogo, edisi 7 September 2016. Kemudian, tulisan kedua berjudul Jadi Penulis? Ya Rajin Membaca, termuat di Radar Ponorogo edisi 24 September 2016.
Adapun teknik menulis, saya menerapkan teknik N3, yaitu niteni, nerokne, nambahi. Caranya dengan melakukan pengamatan tulisan yang termuat di media secara saksama, mencari model tulisan yang enak, kemudian menirukan gaya tulisan tersebut, dan terakhir menambahkan sesuatu yang diperlukan dalam tulisan kita.Â
Lalu, teknik lain yaitu dengan menggunakan aforisme, cerita, berita, dan lainnya. Saya rasa, teknik ini mudah dan dapat dilakukan siapapun. Syaratnya hanya satu: jangan berangkat dari kekeringan gagasan dan kedangkalan solusi.Â
Buatlah gagasan-gagasan baru yang hidup, dan solusi-solusi yang tepat untuk menarik pembaca. Jangan lupa, semisal tulisan untuk konsumsi media, penting sebelum mengirim kenali karakter tulisan di media tersebut. Jangan sampai salah sasaran karena ditolak media lebih menyakitkan daripada ditolak cinta.
Dari pengalaman menulis, pesan utama yang dapat saya tuturkan adalah kecintaan terhadap buku---membersamai buku. Kalau sudah cinta, seseorang akan merasa rindu jika berjauhan dengan yang namanya buku.Â
Dan kini menjadi penyakit saya. Saya sering rindu terhadap bacaan baru. Guna mengobati kerinduan tersebut, saya suka membaca buku baru, lalu diresensi.Â
Pun, buku lama. Tidak saja buku, koran pun saya lahap saban hari. Saat itu, Kebetulan Bapak berlangganan 6 koran. Ya, kami ada kebiasaan rebutan koran setiap harinya guna mencari tahu informasi apa yang bisa digali hari itu.
 Dalam kegiatan membaca, saya tidak sekadar membaca saja. Untuk mengikat dan mengingat bacaan, saya menyiapkan secarik kertas untuk menuliskan sesuatu baru.Â
Ya, untuk menambah pengetahuan dan bahan untuk menulis. Bahkan, qoute-qoute pun saya tulis. Biasanya saya manfaatkan sebagai pembuka tulisan. Ini dia yang dinamakan teknik aforisme.
Selain bacaan, menulis butuh komunitas. Sebuah ruang yang semua elemennya memiliki tujuan sama. Komunitas berperan besar dalam proses belajar menulis. Katakanlah, dalam suatu forum membahas tentang buku tertentu.Â