Judul di atas terkesan negatif. Namun, saya senang saja karena egara tugas klipping, saya terkesan oleh sebuah kolom di koran Kompas Nusantara Bertutur. yaitu sebuah kolom yang menjadi wadah penulis dongeng masa kini. Sekilas saya teringat tanggal 23 Juli merupakan Hari Anak Nasional. Hal ini saya teringat, tulisan Seno Gumira Ajidarma dalam kumpulan cerpen Kompas (1996), berjudul Dongeng Sebelum Tidur mengingatkan bahwa mendongeng merupakan bagian kebiasaan yang pernah membudaya di Indonesia.Â
Hampir setiap daerah memiliki kebudayaan mendongeng sendiri. Bukan sekadar menghibur, namun juga mendidik, menanamkan akhlak, dan moral terhadap anak. Sebagai budaya warisan nenek moyang dari mulut ke mulut ini, peran orang tua khususnya ibu selaku pendidik pertama dan utama anak sangatlah dibutuhkan sebagai pembentukan karakter.
Salah satu pendukung pembentukan karakter anak, dapat melalui cara 'mendongeng'. Para ahli menyebutkan, cara optimal mengembangkan potensi anak dapat dilakukan dengan jalan mendongeng. Mendongeng akan merangsang kelima panca indera. Membacakan buku anak sejak dini adalah cara paling mudah mengenalkan anak terhadap lingkungannya.
Dongeng bagi Anak Â
Berbicara mengenai dongeng, cerpen Dongeng Sebelum Tidur karya Seno Gumira Ajidarma menyadarkan kita akan pentingnya mendongeng. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam dongeng memiliki daya magnet yang kuat. Selanjutnya, dapat memeroleh wawasan (knowledge), keterampilan (skill), dan karakter (character) yang membuat anak berperan secara efektif sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Bermula, Seno menghadirkan tokoh seorang anak perempuan --Sari (10 tahun) dalam cerpennya. Sari selalu menunggu ibunya pulang kerja, kemudian dibacakan dongeng sebelum tidur. Beberapa dongeng yang pernah diceritakan diantaranya Kisah Seribu Satu Malam, Fabel, Asal Mula Padi dari Jawa, Bali, Lombok sampai Irian, Bandung Bandawasa, dan sebagainya.Â
Pada era bimsalabim ini budaya dongeng semakin terbelakang. Mendongeng secara perlahan menghilang dari budaya masyarakat. Seharusnya mendongeng tidak terpisahkan dalam kebudayaan kita dalam sebuah pendidikan karakter. Karenanya, merupakan ciri khas, maka haruslah dilestarikan--dirawat dan dijaga bersama agar nilai-nilai kebudayaan tetap abadi, meski dunia global telah menjadi virus yang sulit untuk kita hindari.
Permasalahannya masyarakat kita, lebih suka mengejar dunianya --mencari nafkah sebanyak-banyaknya tanpa memerdulikan keluarga terutama anak. Padahal tentu saja diketahui, jika orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam pendidikan karakter.Â
Realitanya, akhir dari peran orang tua yang begitu mulia itu mulai terkikis karena bertambahnya kebutuhan dan keinginan seseorang di duniawi. Tugas utama orang tua adalah mendidik, membimbing, dan mengajari anak-anaknya. Serta mengawasi segala yang dilakukan anak dengan baik.
Dongeng adalah jembatan komunikasi yang baik dan efektif untuk mendekatkan orang tua dengan buah hati. Dongeng memiliki kekuatan super dalam membimbing dan membina anak lebih hebat dan ceria. Sebuah hasil mengungkapkan, dongeng dapat berpengaruh terhadap kemajuan negara dua puluh lima tahun ke depan.
Dongeng diciptakan untuk anak-anak, yang berisi tentang nasihat, juga pesan moral yang terselip dalam cerita. Sehingga anak mengenal nilai-nilai kesopanan, perjuangan, hingga kepahlawanan dari dongeng yang diceritakan.Â