Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gara-gara Kliping

19 Maret 2019   16:05 Diperbarui: 19 Maret 2019   16:49 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul di atas terkesan negatif. Namun, saya senang saja karena egara tugas klipping, saya terkesan oleh sebuah kolom di koran Kompas Nusantara Bertutur. yaitu sebuah kolom yang menjadi wadah penulis dongeng masa kini. Sekilas saya teringat tanggal 23 Juli merupakan Hari Anak Nasional. Hal ini saya teringat, tulisan Seno Gumira Ajidarma dalam kumpulan cerpen Kompas (1996), berjudul Dongeng Sebelum Tidur mengingatkan bahwa mendongeng merupakan bagian kebiasaan yang pernah membudaya di Indonesia. 

Hampir setiap daerah memiliki kebudayaan mendongeng sendiri. Bukan sekadar menghibur, namun juga mendidik, menanamkan akhlak, dan moral terhadap anak. Sebagai budaya warisan nenek moyang dari mulut ke mulut ini, peran orang tua khususnya ibu selaku pendidik pertama dan utama anak sangatlah dibutuhkan sebagai pembentukan karakter.

Salah satu pendukung pembentukan karakter anak, dapat melalui cara 'mendongeng'. Para ahli menyebutkan, cara optimal mengembangkan potensi anak dapat dilakukan dengan jalan mendongeng. Mendongeng akan merangsang kelima panca indera. Membacakan buku anak sejak dini adalah cara paling mudah mengenalkan anak terhadap lingkungannya.

Dongeng bagi Anak  

Berbicara mengenai dongeng, cerpen Dongeng Sebelum Tidur karya Seno Gumira Ajidarma menyadarkan kita akan pentingnya mendongeng. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam dongeng memiliki daya magnet yang kuat. Selanjutnya, dapat memeroleh wawasan (knowledge), keterampilan (skill), dan karakter (character) yang membuat anak berperan secara efektif sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Bermula, Seno menghadirkan tokoh seorang anak perempuan --Sari (10 tahun) dalam cerpennya. Sari selalu menunggu ibunya pulang kerja, kemudian dibacakan dongeng sebelum tidur. Beberapa dongeng yang pernah diceritakan diantaranya Kisah Seribu Satu Malam, Fabel, Asal Mula Padi dari Jawa, Bali, Lombok sampai Irian, Bandung Bandawasa, dan sebagainya. 

Pada era bimsalabim ini budaya dongeng semakin terbelakang. Mendongeng secara perlahan menghilang dari budaya masyarakat. Seharusnya mendongeng tidak terpisahkan dalam kebudayaan kita dalam sebuah pendidikan karakter. Karenanya, merupakan ciri khas, maka haruslah dilestarikan--dirawat dan dijaga bersama agar nilai-nilai kebudayaan tetap abadi, meski dunia global telah menjadi virus yang sulit untuk kita hindari.

Permasalahannya masyarakat kita, lebih suka mengejar dunianya --mencari nafkah sebanyak-banyaknya tanpa memerdulikan keluarga terutama anak. Padahal tentu saja diketahui, jika orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam pendidikan karakter. 

Realitanya, akhir dari peran orang tua yang begitu mulia itu mulai terkikis karena bertambahnya kebutuhan dan keinginan seseorang di duniawi. Tugas utama orang tua adalah mendidik, membimbing, dan mengajari anak-anaknya. Serta mengawasi segala yang dilakukan anak dengan baik.

Dongeng adalah jembatan komunikasi yang baik dan efektif untuk mendekatkan orang tua dengan buah hati. Dongeng memiliki kekuatan super dalam membimbing dan membina anak lebih hebat dan ceria. Sebuah hasil mengungkapkan, dongeng dapat berpengaruh terhadap kemajuan negara dua puluh lima tahun ke depan.

Dongeng diciptakan untuk anak-anak, yang berisi tentang nasihat, juga pesan moral yang terselip dalam cerita. Sehingga anak mengenal nilai-nilai kesopanan, perjuangan, hingga kepahlawanan dari dongeng yang diceritakan. 

Nilai Pendidikan Dongeng

Dongeng sebagai sarana menyampaikan pesan positif kepada anak dapat dilakukan dengan berbagai cara. Setiap dongeng atau cerita yang disampaikan seseorang tidak lepas dari nilai-nilai pendidikan di dalamnya, dengan tujuan tertentu. Missal, untuk menstimulasi dan merangsang otak untuk berpikir dan memetik makna tersirat maupun tersurat dalam cerita.

Adapun nilai pendidikan dari dongeng, Pertama, sarana pendidikan yang sederhana, namun memiliki daya ketertarikan yang kuat. Seseorang yang pandai membawakan sebuah cerita akan mendapatkan nilai plus dari pendengar. Kedua, dari dongeng yang kita dengar, dapat merangsang pendengar. Ketiga, membentuk karakter anak dengan memaknai alur cerita. Kemudian, mengkaitkannya dengan realita sosial.

Keempat, mengajak berpikir dan berimajinasi menemukan gambaran yang ingin disampaikan pengarang. Kelima, dapat menumbuhkan rasa romantisme, kasih sayang, cinta terhadap anggota keluarga dengan mempererat tali persaudaraan. Dan keenam, dongeng merupakan awal dari sebuah peristiwa-peristiwa sosial yang ada di masyarakat.

Dongeng dalam dunia anak-anak, memiliki posisi yang sangat strategis. Kejiwaan anak yang labil, maka dengan mudah kita memberikan pembelajaran yang sederhana, tapi bernilai tinggi untuk mempengaruhi tingkat pemikiran anak. Misal membacakan cerita Kura-Kura dan Kelinci, Abu Nawas, Kisah 25 Nabi dan Rasul, Timus Emas, Asal Usul Danau Toba, dan lainnya. Dari beberapa cerita tersebut, memiliki pesan moral yang tinggi sehingga anak nantinya dapat menyimpulkan sendiri, mana yang buruk dan baik untuk dirinya.

Saat itulah, sebenarnya masa paling ampuh untuk mengisi manajemen otak anak, memuat budi pekerti, sikap, kemanusiaan, tingkah laku, dan kepedulian yang baik dapat ditanamkan dalam dunianya. Pasalnya, anak-anak era ini, rasa keingintahuan dan menggandrungi hal-hal yang baru mulai liar.

Berangkat dari sastra cerpen, ternyata bukan hanya sekedar kisah ataupun cerita berimajinatif saja. Terlebihnya, terdapat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, pembelajaran tidak hanya bersumber dari materi-materi yang diajarkan guru di sekolah. 

Akan tetapi pembelajaran pun dapat kita peroleh dari sebuah cerita yang memiliki makna kehidupan yang mengikat. Jadi, bukan saatnya kita melupakan dan meninggalkan karya sastra prosa ini. Karena setiap kata di dalamnya menyimpan seribu makna untuk dipahami.

Cerita harus dibangun dari hati dan pikiran yang suci. Bukan dari nafsu yang kian membelenggu dan menghukum hati dalam mencerna kepingan makna dari sebuah cerita. Untuk itu, marilah kita mengenalkan sastra Indonesia kepada anak lewat cerita berpendidikan sebelum tidur, mulai dari cerita yang anak sukai. Selamat mencoba!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun