Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Topeng Kemanusiaan

28 Februari 2019   21:37 Diperbarui: 28 Februari 2019   21:48 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari, ketika saya membaca buku "Think Muhammad" karya Achmad Rifki, seorang wartawan di beberapa media dan editor buku, ada salah satu wacana yang menarik untuk disimak. Dalam buku tersebut dituliskan, jika Nabi Muhammad saw pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada tubuh dan bentuk kamu, tetapi Dia melihat pada hatimu" (HR. Bukhari-Muslim). 

Membaca, kemudian mengkaji makna dari hadits tersebut, saya teringat akan suatu pepatah yang berbunyi, "Don't judge a book by its cover", artinya jangan menilai seseorang dari rupa luarnya. Maksud dari pepatah tersebut menggambarkan rupa atau tampilan seseorang tidak selalu merepresentasikan isi dalamnya (hati).

Tampilan luar atau fisik, yang mudah sekali kita lihat, bisa saja sebuah tipuan belaka. Oleh karena ituah, kejahatan yang kerap kali terjadi di negara kita, bermula dari tampilan fisik yang menjanjikan. Dan, kecenderungan masyarakat selalu melihat orang lain dari rupa atau tampilannya dahulu.

Sebagaimana contoh, para koruptor di negeri kita. Tampilan luar mereka bisa dibilang necis, dengan setelan jas beserta dasi yang mewah menggantung di leher bajunya. Potongan juga sisiran rambut yang teratur dan rapi. Ketika berjalan dengan langkah tegap dan berirama,

Begitupula dengan wajah yang berbinar ketika menyapa atau bertemu dengan orang lain. Di mana dan hendak ke mana selalu membawa tas, terkadang juga setumpuk berkas-berkas penting yang dibantu oleh ajudan atau pengawalnya.

Selain itu, beberapa kasus penculikan remaja misal, salah satu pemicu terjadinya kasus tersebut didasarkan rasa kagum terhadp tampilan seseorang yang baru saja dikenal. Seperti kasus yang menimpa ASS (14) dan CP. Diduga mereka berkenalan di Facebook, lalu bersepakat bertemu dan mengikat janji sebuah hubungan. Setelah keduanya beberapa waktu sempat berpisah, akhirnya bertemu lagi di Bogor.

Tanpa rasa tega, CP melakukan penyekapan dan korban diperkosa sebanyak empat kali. Meski di awal ASS menolak, tapi karena umbaran janji dan iming-iming uang akhirnya korban pun menerima ajakan bejat itu.  

Dua contoh kasus di atas, memberikan pencerahan kepada kita bila tampilan luar seseorang mudah sekali digunakan dalam hal tindak penipuan. Kesalahan diri kita yaitu mudah menilai jika mereka adalah orang yang baik-baik dan terdidik dengan pesona wajah ataupun gelar yang tercantum di belakang namanya.

Sayangnya, penilaian baik terhadap sosok orang seperti itu tidaklah tepat. Mengapa demikian? Karena meski tampilan luar terlihat sempurna, baik, atau apalah, terkadang itu tidak bagi hatinya. Hatinya busuk---suka menipu orang, memperdaya orang, dan merekayasa keadaan. Merekalah penjahat kemanusiaan masa kekinian, juga perampok uang negara.

Tak hanya itu saja, terkadang mereka pun bersilat lidah, suka mengada-ada tanpa disertakan bukti yang jelas. Maksud tindakan tersebut dilakukan hanya semata-mata karena ingin  dipandang lebih dan dihormati oleh orang lain. Boleh saja, sesuka mereka jika ingin bertindak demikian, tapi jangan harap akan mendapat rahmat dari Allah SWT.

Atau, tidak pun rahmat justru laknat dari-Nya. Padahal, tentunya kita tahu sebagai umat muslim, Allah SWT tidak mencintai kaumnya yang suka mengada-ngada yang bukan pada dirinya.

Inilah penyakit masyarakat Indonesia. Penampilan dijadikan nomor satu. Bagi mereka, cover is number one, sehingga inilah yang menjadi penyebab manusia selalu tidak pernah merasa puas dan bangga terhadap apa-apa yang dimiliki.

Penampilan memanglah penting, namun salah kaprahnya penampilan seseorang tidaklah mencerminkan hatinya, sehingga perilaku dan tindakan nyata pun tak sesuai. Tak ayal, kejahatan, juga kebohongan sulit terungkap karena telah mereka tutupi dibalik tampilan yang memesona dan meyakinkan. Namun, jangan berbangga hati, sebab serapat-rapatnya menutupi atau menyembunyikan bangkai, suatu saat nanti pasti akan diketahui orang, hanya saja menunggu kapan hari itu tiba.

Seperti ungkapan Tan Malaka, berapapun kecepatan kebohongan itu, namun kebenaran akan mengejarnya juga. Siapapun yang menyembunyikan suatu kebohongan, akan tiba waktunya kehancuran mengirinya.

Suci Ayu Latifah

Mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo, Jawa Timur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun