Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wajahku di Kamera

10 Februari 2019   17:18 Diperbarui: 10 Februari 2019   17:52 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sudut kota, seseorang menghampiriku. Ia nampak lusuh dengan anyaman baju yang tak seberapa. Di tangannya yang menggantung, ada tas plastik warna hitam. Terlihat berat. Apa isinya yang tak ku ketahui.

Sampailah di antara kerumunan wajah, ia terbaring. Mulutnya komat-kamit. Tartawa ha ha ha ha tak mengerti. Sesekali tas kresek itu dilemparnya, lalu ditangkap, dilempar lagi lalu ditangkap dan seterusnya.

Menggantung wajah adalah biasaku ketika melihat mereka tak mengerti. Tak lama, datanglah seorang wanita. Memakai anyaman yang sama-sama lusuh. Bercorak ranting dan kayu tua. Lengannya tinggal separoh. Kakinya telanjang melawan derus jalan.

Perempuan itu kira-kira 45 tahunan. Menggendong seorang anak berumur 3 tahun. Mengusap peluh dengan selendang yang membalut anak perempuannya. Di antara kerumunan wajah pula, anaknya menangis getar. Memecah kota. Kelihatannya, anak itu kelaparan atau kehausan atau kepanasan, pikirku sekejap.

Begitu dengan seorang ibu yang menggendongnya. Nampak kelaparan atau kehausan atau kepanasan. Limbung jalannya. Miring-miring memenuhi jalan. Kadang membuat orang bingung melangkah, termasuk aku.

Tak banyak yang tahu tentang dua orang beranyaman itu.

"Bukan orang sini. Lalu, siapa?" berontak dalam kepala.

Di kalangan konglomerat, tak ada lakon manusia sepertinya. Semua serba mewah. Anting panjang, gelang sederet. Pakaian bling-bling. Sepatu lima senti. Wajah palsu penuh warna. Dan lain yang menghias dirinya.

Nurani berjalan. Sebilah hati ingin membuka, menelanjangi dua orang beranyaman itu. kujumpai dengan sebongkah keberanian---antara takut. Begitu menelan wajahnya lebih dalam, seseorang dari arah belakang menamparku.

"Wah, kamu ini mengganggu saja!"

"Maksudnya?" aku tak mengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun