Seseorang telah menuliskan perihal kematian---nikmat kematian dan bagaimana ketika kematian mampir di pelupuk mata. Khusyuknya menceritakan kematian adalah sudut pandang bagaimana ia membaca bahwa kematian akan tiba pada setiap yang bernyawa. Memang iya, semua orang akan mati, kemudian fana kembali pada wujudnya semula---tanah.
Membaca tulisan, membuatku berimajinasi tentangnya. Tentang apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, maupun pengalaman apa yang disimpannya sekian lama. Yang aku tahu, dari kebiasaan membaca-baca buku adalah "membaca tulisan adalah membaca pikiran si penulis".
Membaca setiap kata-kata yang menjadikannya sebuah kalimat, paragraf yang runtut, dan tulisan yang bisa dibaca dan diceritakan. Setiap tulisnya dapatlah dideteksi kira-kira apa sih keinginan dari seseorang itu.
Juga dalam tulisan itu, pembaca didorong untuk mencari tahu seberapa jauh seseorang itu memikirkan dan melihat masa depannya. Sebagai pembaca yang khusyuk, seolah aku diajak berinteraksi dengan pikirannya---dalam tulisannya.
Aku tahu karena membaca. Aku pula, tahu lebih karena membaca dan memahami. Membaca pemahaman adalah aktifitas membaca dengan memaksa otak masuk dalam tulisan. Memahami setiap kata yang dituliskan. Setiap ujaran yang digunakan. Dan setiap simbol yang dikenakan.Â
Aku membaca ingin tahu tentang pikiran orang. Lewat bahasanya, tahu pikirannya. Lewat tulisannya, tahu perasaannya. Aku tahu karena aku membaca.
Pikiran adalah perang kata. Tersusun dari ribuan pasukan yang menjadikannya rangkaian kata yang bisa dinikmati. Menulis adalah menyalin, menumpahkan, menuangkan apa yang ada di pikiran. Pikiran jernih akan menghasilkan tulisan yang jernih pula.
Sementara itu, pikiran yang beraroma sebaliknya akan menghasilkan tulisan yang demikian itu pula. Penulis menulis untuk dibaca.
Pertanyaannya, bagaimana bila pembaca menafsirkan lain dari apa yang dipikirkan penulis? Tak apa, pembaca berhak menilai dan membaca dari sudut pandang dirinya.
Energi kata adalah kekuatan pikiran. Daya sentuhnya mampu menyihir, memotivasi, memprovokasi, dan mampu menghipnotik pikiran pembaca. Magnet setiap kata adalah ion yang kuat. Mengumpulkan segala pernik molekul yang akan menjadikannya sebuah senyawa, dalam hukum kimia.
Sementara, kata dalam ilmu fisika akan munculnya hukum relativitas. Bagaimana tercipta sebuah gelombang yang berkekuatan. Ia bergerak dengan kecepatan yang konstan, tanpa dipengaruhi daya lain. Karenanya, pengalaman penulis adalah data yang jujur dan nyata.
Kembali, ketika menulis adalah apa yang dipikirkan, aku rasa itu nyata. Dan kekuatan pikiran adalah kejujuran yang nyata pula. Pikiran tak akan berbohong. Karena pikiran adalah kata hati, meski ada otak yang mengendalikan. Yakini, pikiran adalah kejujuran yang abadi.
Mari membaca diri, apakah hati dan pikiran sama. Jikalau sama, nikmati keajaiban pikiran. Bila tak sama, jangan tanyakan nantinya. Tinggal menunggu waktu. Fisik atau batin yang akan luka---berdarah yang tak mengeluarkan darah. Bukan mencipta darah untuk sebuah kemungkaran diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H