Pagi-pagi buta. Kuseruput embun di atas daun mangkok depan rumah. Ada seekor semua jantan bersama tiga ekor semut lainnya di sana. Mereka asyik membincangkan Indonesia.
"Mereka sibuk dengan kepentingan masing-masing."
Itulah sayup-sayup dialog yang terdengar.
Kemudian, semut yang paling hitam dan kecil pun berkata, "Akan ada kekuasaan dalam hati mereka. Semua akan menjadi penguasa di negaranya sendiri."
Dialog semakin membuncah. Para semut membawa catatan masing-masing. Terlihat dedaun penuh dengan gores. Melirik. Mencoba membaca lalu menganalisa goresan pembisik itu.
"Hush, masih pagi kalian jangan ramai. Lihatlah, lakon manusia masih lena dengan mimpi. Padahal dunia lagi kritis. Kritis sosial, kritis budaya, kritis agama, kritis hukum, hingga kritis politik sekalipun. Ya. Akan ada perang!" tutur semut jantan.
Hari semakin naik. Dialog para pembisik belum usai tuntas. Mereka saling membaca catatannya. Surya perlahan hadir lewat harapan. Setiap berkasnya dikirimkan sejuta energi positif. Surya tahu, lakon manusia membutuhkan itu. sayang, tak banyak mereka yang tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk pagi ini.
"Sekadar bercengkerama dengan berkas ini, mereka tak sudi," sela Surya tak mau kalah.
"Lantas bagaimana nasib kelak?
"Sebentar, ada hal penting yang perlu kita selesaikan hari ini."
Semut hitam dan kecil itu tiba-tiba menyela. Ia nampak serius. Apa yang dicari, pikirku. Berangsut. Catatannya paling banyak. Berbasis waktu---tanggal dan jam lengkap.