Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

"Positive Thinking"

31 Desember 2018   14:37 Diperbarui: 31 Desember 2018   15:11 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sering kali setiap mengakhiri pidato maupun sambutan, seseorang menutupnya dengan ungkapan: Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.

Sesungguhnya setiap manusia, setiap individu, dan setiap diri kita memiliki sisi kebaikan dan sisi keburukan. Dua sisi itu akan mendewasakan kita---bersikap rendah hati atau sombong dengan kelebihan yang dimiliki. Pun demikian saya.

Siapa saya tanpa dia? Lelaki tanguh nan bijaksana. Lelaki yang kadang juga keras dan unik. Dikatakan unik, di balik kerasnya ia begitu cengeng. Setiap malam, ketika yang lain tidur---istirahat, dia bangun. Kemudian, menghadap kiblat dan menangis. Semula saya tak habis pikir, tapi realitanya dia melakukan.

Keajaiban Allah  tidak dapat diduga jatuhnya ke siapa dan kapan tibanya. Seorang gadis desa yang hanya bermimpi tamat sekolah jenjang SMA, kini akan mengubah mimpinya bergelar sarjana pendidikan. Siapa lagi kalau bukan karena dia? Sutejo (49), seorang dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Ponorogo. Kebaikan dan kedermawanannya begitu berjasa. Dua tahun sudah, Sutejo menemani saya menikmati kerasnya deru ombak kehidupan yang pahit dan rawan ini.

Konsep Pemikiran Hidup

Sutejo itu bak kompas. Menunjukkan jalan yang baik dan benar di setiap sudut kehidupan. Jalan yang membawa pada titik perubahan dahsyat. Kesabaran Sutejo yang luar biasa, mampu mengubah pola pikir saya menjadi gadis yang peka dan kritis terhadap hidup.

Dalam menyusuri sungai kehidupan, Sutejo tak lelah mengingatkan untuk memerioritaskan kepentingan umum dibandingkan pribadi. Bukan tak mungkin, kita hidup di tengah-tengah masyarakat dengan beragam pemikiran dan konsep hidup.

Untaian nasehat Sutejo, hidup harus; narima, ikhlas, dan syukur. Ketiga nasehat itu harus dimiliki setiap manusia. Kendati itu, tingkat emosi yang labil mudah sekali terpengaruh oleh suara dari luar. Untuk itu, muncullah paradigma baru dalam mengontrol, mengendalikan, dan meminimalisir permasalahan hidup.

Sifat saya yang ngeyelan dan cuek, sering membuat Sutejo naik pitam. Pernah suatu ketika, Sutejo menggebrakkan meja karena ketidaktangapan saya dengan apa yang dimaksudkan. Saat itu, saya memutuskan menundukkan kepala dan diam, mendengarkan tegurannya. Peristiwa itu, menyadarkan saya supaya menghargai dan merespon orang lain. Saya sadar jika salah, sehingga Sutejo berlaku demikian.

Saya mengaku beruntung dapat mengenal sosoknya sebagai jembatan membangun karakter dan proses berpikir. Apa yang diajarkan tidak pernah salah. Jika pun ada, mungkin jarang dijumpai. Terlebih, apa yang diajarkan dan diberikan benar, atau lebih tepatnya cocok untuk direfleksikan.

Di balik semua itu, ada sisi lain dari Sutejo. Bagi saya Sutejo layaknya matahari di pagi, siang, dan sore hari. Ketika pagi, menghangatkan manusia dengan cahaya lembut beraroma semangat baru. Siang hari, memberikan ruang manusia untuk beraktivitas sebagai pemenuhan hidup. Begitupula di sore hari,  memberikan keteduhan, kenyamanan, dan keakraban menyambut pergantian waktu.

Menggugah Motivasi

Ada sesuatu yang menarik untuk diteladani dari sosok Sutejo. Pertama, Sutejo selalu bersikap baik, lapang dada, dan berpikir positif terhadap suatu hal. Tidak pernah membenarkan suatu yang salah, dan menyalahkan sesuatu yang benar. Kedua, kendati hidup di lingkungan yang keras, secara tidak langsung Sutejo menjadi lelaki keras. 

Keras dalam kepribadian, keras dalam pemikiran, dan keras dalam segala hal. Uniknya, lewat tutur kata lembut dan bermakna, ia mampu menghipnotis seseorang, termasuk saya.

Ketiga, Sutejo memiliki tekad yang kuat. Tidak pernah ragu setiap melangkah. Hanya kata 'siap' yang selalu terlontarkan. Entah bagaimana nanti yang penting siap, dengan segala resiko dan hambatan. Langkah demi langkah diiringi doa dan kepercayaan. Oleh karena itu, setiap kali bertindak selalu berbuah baik.

Terbukti, seperti yang sudah ada. Sutejo merintis Sekolah Literasi Gratis (SLG) di sebuah kota kecil di Jawa Timur, Ponorogo. Gerakan literasi yang dirintis, bertujuan  memotivasi dan menyadarkan masyarakat Ponorogo terkait literasi. Sebab, semua aspek kehidupan sesungguhnya berkaitan dengan literasi, yaitu berupa kepekaan dan kesadaran sosiaL. Selain itu, juga ada hibah 10.000 buku di seluruh lembaga sekolah Ponorogo dan sekitarnya.

Menurutnya, dunia literasi harus segera ditegakkan mengingat kemiskinan moral semakin ramai meruak di setiap sudut kehidupan.

"Jangan sampai terlambat, sebelum pandangan lenyap dalam ketegangan moral maka kepekaan dan kesadaran sosial harus segera dikibarkan. Dengan kata lain, degeneralisasi moral harus bangkit," katanya suatu waktu.

Luar biasa. Sosok matahari ini merupakan metaphor yang tepat untuk Sutejo. Pasalnya, sosok demikian langka dijumpai di tengah derasnya arus global. Dan, segala kebaikan dan segala dari dan dirinya, tidak mudah terlupakan begitu saja, karena hasil ciptanya telah tertanam dan berbunga di setiap sudut-sudut kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun