Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Selingkuh dengan Sastra

24 Desember 2018   15:39 Diperbarui: 24 Desember 2018   15:50 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : instagram/@gilasastra

Tak khayal, orang besar kadang juga takut dengan namanya penulis. Mengapa demikian? Karena penulis memaparkan hasil observasinya, penelitiannya, dan pengamatannya secara nyata dengan landasan, teori, dan data yang riil yang mampu menguatkan karyanya. Dari mana penulis mendapatkan data, tentunya melalui kejadian-kejadian yang ada. Mereka berpetualang mencari alasan yang tepat dan sesuai dengan pemikirannya. Misal, menyimpulkan dari hasil wawancara.

Selain data hasil wawancara, penulis juga harus banyak-banyak mencari literature dari buku. Membaca dan membaca terkait topik yang tengah diangkat. Penulis tidak boleh sekadar berpendapat tanpa teori alias ngawur. Karena, salah satu sifat penulis memiliki jiwa yang jujur. Penulis jujur akan disegani dan dipercaya pembaca. Dengan begitu, karya tulis dapat diakui publik--mampu mencerahkan dan membangunkan pembaca.

Selingkuh dengan sastra, nampaknya memang tepat untuk saat ini. Dunia semakin hingar bingar, konflik terus berdatangan---tidak larut justru semakin menegangkan. Semua orang mencari dan membongkar ragam kesalahan. Mereka menyuarakan kebenaran, keadilan, dan ke-ke lainnya sehingga melibatkan masyarakat bawah yang tidak tahu apa-apa dan mengerti apa-apa.  Ibaratnya, mereka seperti ayam diberi makan. Jika ada makanan di arah utara, mereka dengan semangat lari ke arah utara; jika makanan digulirkan ke bawah, mereka akan mengejarnya. Ya, itulah kita.

Kadang memang aneh. Tapi lebih aneh lagi, mereka yang berpendidikan bukan mendidik menuju lebih baik, justru memprovokasi mereka sebagai alat perang. Lalu, bagaimana cara mengatasi hal demikian?

Nampaknya, alternatif selingkuh dengan sastra dapat diaplikasikan. Bukan zamannya perang pakai senjata, tapi perang pakai bahasa. Lewat pena, melukis kata dalam karya. Semoga selingkuh dengan sastra dapat meminimalisir kerusuhan-kerusuhan yang ada. Selamat mencoba, menulis sarana mengungkapkan jiwa dengan cerdas dan terdidik!

Suci Ayu Latifah, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun