Membincang Indonesia bertema pendidikan selalu menarik. Cita-cita luhur Indonesia hingga di tahun 2017 belum terealisasikan dalam konteks pendidikan nasional.
Potret buruk pendidikan Indonesia, bilakitacermat sangatlah mudah diketahui hasilnya. Tanpa sadar, pendidikan Indonesia selama ini mengajarkan ilmu tahu, bukan ilmu bisa. Akibatnya, ketika penikmat pendidikan lulus, mereka gagap dan tidak mampu menghadapi dunia kerja yang banyak membutuhkan ilmu bisa.
Lalu, apakah solusi terbaik terkait permasalahan tersebut? Mungkinkah, pendidikan di Indonesia akan monoton? Ada dua langkah yang dapat kita renungkan.
Pertama, perguruan tinggi mulai tahun ini harus memprioritaskan pembelajaran ilmu bisa daripada ilmu tahu. Hal ini sangat penting digerakkan guna meminimalisasi lulusan yang memiliki label "pengangguran".
Tujuannya, agar lulusan pendidikan, ketika berada di lapangan tidak saja sekadar tahu, namun juga bisa bekerja sama dengan baik dan berkompeten. Kedua, sejak awal, setiap lulusan perguruan tinggi harus diberikan pembekalan akan tujuan kuliah, terutama untuk melahirkan generasi unggulan dan memiliki skill .
Hal ini, lulusan tidak sekadar sebagai penikmat pekerjaan, tetapi juga diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
Perludigarisbawahi, mahasiswa adalah agen perubahan (agent of change) yang jika mampu memiliki skill wirausaha multiplier effect -nya akan terkesan luar biasa. Sebutlah, Firmansyah, alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) sekarang menjadi miliarder lewat pilihan jalur wirausaha.
Ada lagi, pemilik Bakmi Tebet, Wahyu Saidi, alumnusInstitutTeknologi Bandung (ITB) sekarang membuka cabang bakmi nasional. Untuk mewujudkan dua langkah di atas, dibutuhkannya pendidikan yang berkualitas bagi semua lulusan strata sosial (upper, middle, and lower class) harus dijadikan agenda kebijakan yang tegas.
Tujuannya, menerapkan pendidikan kualitas melalui pendidikan intelektualisme, profesionalisme, skill, dan kreativitas anak muda Indonesia dapat diasah. Dengan asumsi di atas, setidaknya memberikankesadaransosialIndonesia.
Jangan sampai melahirkan generasi pengangguran yang hanya belajar ilmu tahu, tapi tidak mempelajari ilmu bisa. Selain itu, dua solusi di atas diharapkan mampu mengurangi jumlah pengangguran karena akan berdampak pada angka kemiskinan.
Selanjutnya, kemiskinan akan menambah angka kriminalitas. Karena itu, dengan cekatan kita harus memutus mata rantai tersebut. "What you get is what you believe." Jika kamu yakin, kamu akan mendapatkan apa pun yang kamu inginkan.
Suci Ayu Latifah
Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. STKIP PGRI Ponorogo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H