Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama FEATURED

Pengalaman Mengalami Perundungan oleh Anak Buah Sendiri

22 Mei 2021   20:51 Diperbarui: 5 September 2021   06:16 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (foto milik Envanto Elements)

Cerita ini real pengalaman saya sekitar 15 tahun yang lalu. Waktu itu saya baru saja diterima bekerja di kantor manajemen salah satu mall terbesar di Surabaya Timur. Kebetulan posisi saya sebagai Kepala Departemen Promosi dan Public Relation. 

Sebagai pimpinan departemen, saya mempunyai 25 anak buah dari beragam usia. Ada yang baru lulus atau fresh graduate. Ada yang sudah sarjana senior.

Tapi ada juga yang hanya lulusan sekolah menengah. Tentu saja disesuaikan dengan jobdesk masing-masing. Rata-rata usia mereka di bawah saya semua. Hanya ada 2-3 orang saja yang lebih di atas saya.

Oh ya, dari 25 orang tersebut terdiri dari 1 orang sekretaris, 14 orang sebagai tim promosi dan publikasi, sedang yang 10 orang lagi bertugas di lapangan sebagai dekorasi dan operasional.

Dengan latar belakang pengalaman kerja sebagai sekretaris, public relation, dan jurnalis. Saya merasa tidak ada kesulitan dalam menghandle pekerjaan dan memberikan arahan tugas kepada semua anak buah. Karena kebetulan saya juga sudah pernah bekerja di mall tapi sebagai sekretaris. 

Tapi setelah berjalan hampir satu bulan, saya merasakan sedikit keanehan dari salah seorang anak buah saya, laki-laki sebut saja namanya Beni. Yang justru termasuk karyawan senior di antara anak buah saya yang lain.

Beni, setiap ada rapat intern departemen, tampak sikapnya ogah-ogahan. Wajah selalu masam dan tidak mau menanggapi apa yang saya katakan. Suka mengajak bicara temannya, padahal saya lagi memberi pengarahan. Kalau saya tegur, dia mengeluarkan gerutuan. Sering telat memberikan laporan. Dan yang paling parah adalah menghindari kontak langsung dengan saya.

Sebagai orang baru, meskipun menyandang jabatan sebagai pimpinan. Saya berusaha menerima dan memahami sikapnya untuk sementara waktu.

Karena saya sendiri bukan tipe orang yang mudah tersulut emosi. Jadi saya masih mengamati, berusaha mencari tahu sekaligus introspeksi diri. Apakah anak buah saya itu memang punya sifat seperti itu atau karena ada sesuatu yang salah dengan saya.

Memang sangat berat dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan kerja baru dengan jumlah anak buah yang tidak sedikit.

Mungkin begitu juga dengan mereka, butuh waktu untuk bisa menerima kehadiran orang baru di tengah mereka. Walaupun sebagian besar anak buah saya sudah mulai bisa diajak kerja sama. Toh mau nggak mau mereka harus menerima bahwa saya adalah pimpinan mereka sekarang.

Baca juga ya: Kiat Aman Belanja Online, Harus Teliti dan Hati-Hati

Sampai pada satu hari, saya harus ngelembur karena ada pekerjaan yang belum selesai. Tapi ruangan departemen kami sudah sepi, karena semua sudah pada pulang. Hanya tinggal OB yang tiap hari memang selalu menunggu saya sampai pulang baru dia juga ijin pulang.

Kemudian saya minta OB membuatkan kopi. Ketika dia masuk ke ruangan saya sambil membawa kopi, tiba-tiba dia mengatakan ingin menyampaikan sesuatu.

"Bu Avy apa sibuk? Mau ada yang saya sampaikan."

"Nggak Tris, ada apa? Duduklah!"

OB bernama Sutris itu awalnya tidak mau, tapi saya paksa untuk duduk di kursi depan saya supaya bisa ngobrol dengan nyaman. Tampak sedikit ragu-ragu dia menuruti anjuran saya. Kemudian mulailah dia bercerita. Dan itu tidak pernah saya sangka sebelumnya.

Sutris bercerita tentang Beni, anak buah saya yang sikapnya selama ini kurang kooperatif terhadap saya. Ternyata dari sebelum saya masuk, Beni sudah merasa kecewa ketika pimpinan mengumumkan bahwa akan ada kepala departemen baru.

Dan yang bikin saya shock adalah ternyata Beni dengan sengaja mengajak teman-temannya yang lain untuk memusuhi saya. Bahkan Sutris sebagai OB dipaksa untuk tidak menuruti perintah saya bahkan harus menolak apabila saya menyuruh atau meminta tolong. Entah itu bikin kopi, mau fotokopi atau saya suruh lainnya. Padahal Sutris adalah OB dari departemen yang saya pimpin. Kan lucu banget. 

Saya sampe heran, kok nekad banget dia sampai mengajak teman-temannya memboikot dan membangkang. Bahkan menolak setiap ada perintah dari saya. Padahal sebagai pimpinan, saya juga berhak menegur dan memberi sangsi. Tapi itu belum saya lakukan. Karena saya tidak mau gegabah.

Saya sendiri tidak ada niat untuk melaporkan si Beni ke Direksi atas perbuatannya itu. Karena saya tidak mau ambil resiko yang lebih berat lagi, terutama untuk departemen yang saya pimpin.

Sutris juga mengungkapkan bahwa sudah lama Beni berambisi sekali ingin duduk diposisi sebagai Kepala Bagian Departemen Promosi dan Public Relation sejak kepala departemen yang lama mengundurkan diri. Karena dia merasa paling senior. Bekerja paling lama di kantor manajemen mall tersebut. Apalagi dia merasa menyandang gelar S1 dan sekarang sedang mengejar S2. Dia merasa tidak terima kalau diperintah oleh pimpinan yang baru dan diambil dari luar. Apalagi saya hanya lulusan Diploma 3.

Sutris juga minta maaf kalau dia harus menceritakan itu semua, karena diminta oleh teman-temannya yang lain. Yaitu anak buah saya juga. Kalau bukan Sutris yang cerita, takutnya nanti mereka dianggap mengadu domba sekaligus takut juga sama sang senior Beni. Dan tujuannya memang untuk kebaikan semua, supaya departemen kami menjadi kompak dan sehat. Apalagi Departemen Promosi dan Public Relation adalah ujung tombak dari mall tersebut.

Saya ucapkan terima kasih pada Sutris yang berani menyampaikan kepada saya. Itu sekaligus menyadarkan saya, bahwa dimanapun kita bekerja pasti akan menemui berbagai macam karakter orang. Ada yang baik ada yang kurang baik. Ada yang kooperatif, sebaliknya ada yang tidak legowo. Bisa juga dari atasan atau bawahan kita sendiri.

TIPS MENGHADAPI ANAK BUAH YANG JEALOUS

Pengalaman seperti yang saya alami pasti banyak juga terjadi di tengah masyarakat kita. Tapi mungkin tidak secara terang-terangan. Biasanya mereka beraninya sekadar kasak kusuk, bicara dibelakang kita atau paling buruk ya ngerumpi dengan sesama rekan kerja. Namanya juga ngomongin pimpinan. Pasti takut kena sanksi atau teguran. Biasanya sih gitu!

Sebenarnya saya sangat memahami rasa kecewa yang dirasakan Beni itu pasti sangat mendalam. Karena sebagai karyawan senior yang sudah lama bekerja di perusahaan tersebut, dan dengan gelar sarjana pula. 

Naik jabatan adalah puncak dari mimpinya. Apalagi sebelum saya masuk, kursi pimpinan departemen itu kosong hampir 3 bulan. Pasti dia sudah mempersiapkan diri untuk mengisi kekosongan tersebut.

Tapi semua keputusan itu kan ada di tangan pimpinan perusahaan. Mereka pula yang bisa memilih siapa yang mampu dan pantas menduduki tanggung jawab di posisi tersebut.

Saya pun berusaha untuk bersikap secara bijak. Karena bagaimanapun saya sangat mencintai pekerjaan saya yang baru. Dan saya membutuhkan mereka untuk mendukung supaya departemen yang saya pimpin mampu bekerja dengan baik dan maksimal.

Yang paling dibutuhkan adalah komunikasi dan saling mendukung. Karena kerja sebagai team work akan lebih maksimal daripada kerja sendiri. 

Selanjutnya saya membuat pe er untuk saya sendiri, harus melakukan sesuatu supaya kondisi ini tidak semakin berlarut-larut. Adapun langkah yang saya lakukan adalah sebagai berikut:

Pendekatan dari hati ke hati. Biasanya sebagai atasan harus memberi jarak atau jaga image dengan anak buah. Dalam arti bukan untuk minta dihormati. Tapi untuk menjaga wibawa, supaya anak buah tidak menganggap sepele karena terlalu dekat dengan atasan.

Saya sering memposisikan sebagai seorang ibu karena memang kebetulan usia saya diatas mereka. Segala kesulitan yang mereka hadapi, saya selalu mencoba membantu dan mencarikan jalan keluar. Hampir tiap hari ketika mereka absen dan minta tanda tangan. Saya ajak komunikasi seputar keluarga dan kehidupan pribadi mereka.

Dengan begitu saya tahu kondisi mereka. Karena kalau kondisi keluarga sedang tidak bagus, pasti mempengaruhi kinerja mereka juga.

Mendampingi kalau bertugas di lapangan. Sebagai pengelola sebuah mall, tugas saya selalu berkeliling mengecek kondisi mall dari segi kebersihan juga keindahan. Setiap hari selalu gantian yang saja ajak untuk inspeksi sekaligus mengevaluasi pekerjaan mereka kalau masih ada yang kurang maksimal.

Jadi kalau saya menegur secara langsung, itu tidak dihadapan teman yang lain. Sehingga mereka tidak akan malu karena merasa pekerjaannya masih ada yang kurang. 

Bikin challenge untuk memotivasi kerja mereka. Karena di bagian promosi dan publikasi, saya juga sering minta masukan kepada karyawan. Apa saja event yang cocok untuk diselenggarakan tiap bulan. Kalau ada yang mengajukan proposal dan disetujui manajemen, dia akan mendapat rewards. Itu juga memacu mereka untuk semakin kreatif dalam menyampaikan ide-idenya.

Refreshing bareng di luar jam kantor. Biasanya saya mengajak mereka keluar kalau menjelang weekend. Mencari kulineran, makan bareng sambil membahas evaluasi pekerjaan. Itupun dilakukan sepulang kerja, supaya tidak mengambil waktu bersama keluarga.

Memberi perhatian dari hal yang kecil. Biasanya saya kalau habis dinas luar kota, pasti memberikan sedikit buah tangan untuk anak buah di kantor. Begitu juga kalau ada yang sakit atau keluarganya lagi susah, pasti saya ajak mereka untuk peduli. 

Setelah 6 bulan berlalu, saya mulai merasakan perbedaan sikap dari Beni. Dia semakin ramah dan mau menuruti semua kata saya. Malah bisa dibilang, dia lebih perhatian dan siap membantu kalau saya sedang ada masalah. Bahkan kalau saya lembur sampai malam, dia dengan senang hati akan menemani.

Bahkan menawarkan untuk membantu menyelesaikan pekerjaan yang masih tertunda itu. Sepertinya dia sudah mau mengakui bahwa selama ini dia hanya berbekal ilmu teori tapi praktiknya kurang. Dari sayalah dia mendapat tambahan ilmu secara gratis dan jauh lebih berharga karena bisa dipraktikkan secara langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun