Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Titip Rindu buat Ibu

1 Juni 2019   14:57 Diperbarui: 1 Juni 2019   15:03 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi tradisi setiap tahunnya, menjelang lebaran semua orang pasti akan pulang ke kampung halamannya. Dari awal puasa mereka sudah berburu tiket, untuk satu tujuan. Berkumpul dan bercengkerama dengan keluarga serta sanak saudara.

Begitu juga yang terjadi di tempat kos Tira. Tentu saja libur panjang lebaran ini akan dimanfaatkan para penghuni kos untuk pulang kampung. Bertemu keluarga tercinta yang sudah menunggu di rumah. Terbayang wajah bahagia orang tua yang menyambutnya. Wajah-wajah ceria saudara dan keponakan. Juga keramahan tetangga yang tidak pernah pudar.

Lalu bagaimana dengan aku? Kalimat ini selalu bergelayut di pikiran Tira setiap melihat keceriaan teman-temannya ketika melakukan packing untuk persiapan pulang. Mereka juga berbagi cerita tentang serunya lebaran yang akan dilalui. Sedangkan dia? Dia masih diselimuti keraguan untuk memutuskan pulang kemana?

***

Ingatan Tira melayang kembali pada 5 tahun yang lalu. Tragedi malam lebaran itu kembali membayang di pelupuk matanya. Antara trauma, sedih, miris, kecewa, marah. Semua berbaur menjadi satu. Sebenarnya dia tidak mau mengingat-ingat lagi. Tapi melupakanpun tidak mampu. Karena yang dia ingat, wajah ibu yang sangat disayanginya begitu pasrah sebelum akhirnya meninggal dunia. Meninggalkan Tira sendiri, menjadi sebatangkara. Karena ayahnyapun tidak ada kabar berita, pergi entah kemana.

Tira adalah anak satu-satunya. Sudah lama merantau di ibu kota karena tuntutan pekerjaan. Meninggalkan ibunya seorang diri di kampung. Tapi biasanya dia tidak pernah lupa untuk pulang, terutama ketika lebaran tiba. Tira selalu pulang untuk bertemu ibu yang sangat dikasihinya. Ibu yang tidak pernah lelah memeras keringat untuk masa depannya. Ibu yang tidak pernah lelah merangkai doa tiap detik untuk kebahagiaannya. Dan Tira sudah mendapatkan semuanya, berkat ikhtiar ibunya yang tidak pernah lelah itu.

Tapi satu hal yang ibunya lupa, abai dengan kesehatannya sendiri. Sejak Tira SMP, memang hanya ibu yang membanting tulang memeras keringat untuk menyekolahkan Tira sampai perguruan tinggi. Karena ayah Tira tiba-tiba menghilang, tanpa pamit dan pesan. Benda berhargapun habis satu persatu untuk biaya sekolah. Ibunya sudah sering sakit, tapi tidak dihiraukan. Ibu juga tidak pernah mengaku kalau Tira bertanya. Akhirnya penyakit asam lambung menggerogoti badan tua yang makin ringkih dimakan usia itu.

Sampai suatu malam menjelang Idhul Fitri, ayahnya pulang untuk menuntut rumah yang didiami mereka selama ini untuk dijual. Ternyata ayahnya sudah menikah lagi. Ibunya tidak bisa menolak karena memang itu harta gono gini. Tira marah dan geram atas tindakan ayahnya itu. Karena membuat ibunya harus tinggal di kontrakan dan sakitnya makin parah. Ayah Tira tidak perduli. Sebagaian besar hasil menjual rumah di bawa untuk istrinya yang baru. Karena menahan sakit dan sedih yang tak terhingga, akhirnya ibu Tira meninggal dunia.

***

Ibu, aku pulang! Akhirnya anakmu pulang buk. Karena rindu. Sangat rindu padamu!"

Kakinya melangkah pasti menuju tempat ibunya beristirahat dengan tenang. Meski sudah lama tidak mengunjungi makamnya tapi Tira masih ingat banget tempat ibunya disemayamkan.

Tapi langkahnya sempat terhenti. Sedikit ragu untuk mendekat. Tapi dia yakin, inilah kuburan ibunya. Tampak rapi dan bersih. Kemudian dia membaca nama yang terpahat di batu nisan, tidak diragukan lagi.

"Seorang laki-laki yang mengaku suami dari bu Sumiati, rutin tiap bulan datang dan membersihkan makamnya." hanya itu pengakuan yang meluncur dari mulut penjaga makam.

Tira cukup kaget mendengarnya. Untuk apa dia kembali muncul? Buat apa dia mengusik ketenangan hidup kami selama ini, meski ibu sudah tenang di alamnya.

Tira mengurungkan niat untuk mampir ke rumah paklik, adik ibunya. Karena Tira sudah tidak mempunyai tempat kenangan masa kecil. Semua sudah habis dijual oleh ayahnya. Padahal tadi dia ingin melihat rumah kenangan itu. Rumah masa kecil dan yang telah mendewasakan dia dengan segala manis pahitnya kehidupan.

Dia tidak ingin bertemu orang yang selama ini menorehkan kepiluan dalam kehidupan ibunya. Orang yang sudah lama tidak menghiraukan keberadaan dia dan ibunya. Orang yang seharusnya pantas disebut dia ayah. Kaki Tira mantap menuju stasiun kereta api, untuk kembali ke ibu kota.

"Maaf ibu, saya tidak mau bertemu orang yang telah membuatmu selalu meneteskan air mata. Aku pulang hanya untuk melepas rindu padamu. Entah kapan lagi aku akan pulang ke kota ini. Karena rinduku padamu sudah cukup terpuaskan lewat mimpi."

Jakarta, menjelang surya yang fitri. Kutitip rindu untuk ibu ;(

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun