Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[PDKT] Cintaku Tertinggal di Kereta

4 April 2015   22:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:32 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1428159958882008944

[caption id="attachment_407682" align="aligncenter" width="300" caption="Mbak Avy No. 14"][/caption]

Suara peluit panjang terdengar mengiringi badan kereta yang perlahan bergerak meninggalkan stasiun Gubeng Surabaya.Yang penuh oleh hiruk pikuk penumpang sedang menunggu kereta, yang akan membawa mereka menikmati long wiken. Fahmi menghempaskan badannya ke kursi panjang no 8A yang kebetulan dekat jendela, walaupun seharusnya dia di nomor 8B. Semoga tidak ada yang duduk disini, harap Fahmi. Tapi tidak lama kemudian tiba-tiba suara lembut menyapa membuyarkan harapan itu.

“Maaf saya di nomor 8A.”

Secara spontan Fahmi menggeserkan pantatnya ke arah pinggir untuk memberi kesempatan gadis itu lewat dan menempati kursinya yang sah di nomor 8A.

“Maaf ya mas?” kembali suara lembut itu menyapanya. Kali ini ramah disertai senyuman tipis yang manis.

“Nggak papa mbak. Santai aja.”

Meski sedikit kecewa, Fahmi tampak tercekat seolah melihat wujud bidadari dengan paras yang menawan dalam balutan kemeja kotak-kotak dan celana jeans biru muda. Tidak ketinggalan wangi lembut parfum beraroma melati yang menusuk hidung.

Waduuuuuhhhh..... Spontan denyut jantung Fahmi kencang berdegup, grogi, panas dingin, salah tingkah....komplikasi “penyakit dadakan” yang dirasakan waktu itu.

Naluri sebagai pemuda yang normal lagi jomblo, harus segera cepat bertindak. Ini rejeki dan kesempatan yang tidak bisa datang setiap saat. Mumpung kereta masih 15 menit melakukan perjalanan, masih ada 105 menit lagi kesempatan untuk mengorek-ngorek mencari tahu tentang dia. Kayaknya pasti banyak hal yang menarik. Fahmi yakin perjalanannya kali ini akan sarat kesan dan tidak membosankan seperti biasanya.

Mencoba mencuri pandang dengan menoleh ke arah jendela, Fahmi pura-pura melihat pemandangan luar. Wajah gadis itu tertutup rambutnya yang tergerai hitam sebahu. Kelihatannya dia sedang menulis sms atau bbm karena kepalanya sedikit tertunduk.

Ketika Fahmi mencoba berdehem lirih, dan..... cewek itupun menoleh sambil melempar senyum. Tidak ingin kehilangan momen, Fahmi langsung menyodorkan tangannya.

“Saya Fahmi.”

“Putri.” jawab gadis itu singkat.

“Mbak Putri ke Madiun ato Jogja?” pertanyaan susulan masih memanfaatkan momen.

“Panggil Putri saja. Saya turun Madiun. Mas Fahmi turun mana?” jawab Putri sambil memperbaiki posisi supaya lebih nyaman ngobrol dengan Fahmi.

“Ehm panggil Fahmi juga. Saya turun Jogja. Asli Surabaya ato Madiun....”

Ternyata kalau sudah rejeki memang tidak akan kemana. Dari pancingan ringan tadi, akhirnya Fahmi bisa mengajak Putri ngobrol panjang dan lebar sesuai dengan keinginannya tadi. Lagipula sayang kalau ada teman seperjalanan tidak dimanfaatkan. Tapi di tengah keasikan mereka saling bertukar cerita, bbm Putri berbunyi beberapa kali.

Putri bergegas membuka telpon genggamnya. Nampaknya dia akan membalas bbm itu. Lantas Fahmi menahan diri untuk tidak bertanya lagi supaya tidak  mengganggu. Tapi dalam pikirannya sudah berkecamuk aneka macam rencana untuk lebih banyak menggali informasi tentang Putri. Fahmi terpikat oleh pesona gadis yang baru beberapa menit menemani perjalanannya itu.

Tiba-tiba dari arah depan tampak karyawan restorasi mendorong kereta minuman yang ditawarkan ke penumpang. Ide cemerlang tiba-tiba muncul di benak Fahmi. Ketika gadis itu masih sibuk menulis bbm, Fahmi membeli 2 botol soft drink.

“Ini buatmu Putri...” Fahmi menyodorkan minuman rasa jeruk itu ke arah Putri yang nampaknya sudah selesai beraktifitas dengan telpon genggamnya.

“Waduh kok ngrepotin sih... Makasih ya Fahmi.” Tanpa basa basi Putri menerima minuman itu dan langsung menyeruputnya sedikit. Kemudian meletakkan di dekat jendela.

Putri turun ke Madiun untuk nengok orang tuanya. Dia kuliah di Universitas Airlangga fakultas Ekonomi semester 8. Dia kos di seputaran kampusnya. Selain mahasiswi dia juga bekerja di sebuah perusahaan property terkenal di Surabaya.

Pancingan sebotol minuman segar itu sukses membuat Putri dengan senang hati bercerita dan ngobrol panjang dengan Fahmi. Dan itu membuat Fahmi semakin kagum. Karena di samping cantik dan keibuan, ternyata Putri adalah sosok yang cerdas. Di paruh waktu dia menjadi presenter di salah satu televisi swasta di Surabaya. Mereka semakin larut dalam berbagi cerita. Pembawaan Putri memang ramah dan supel. Tapi dia tidak menyadari kalau Fahmi semakin di buat terpesona dan berharap bisa mengenalnya lebih dekat. Bahkan kalau mungkin bisa menyelinap masuk di hatinya. Makhlum sudah hampir setahun jomblo dan sudah ngebet cari pacar menjelang wisuda tahun depan. Nggak asik rasanya kalo pas wisuda nggak ada pacar yang mendampinginya.

Pembicaraan mereka terhenti sejenak ketika bbm Putri berbunyi lagi. Putri pun meminta ijin Fahmi untuk membalas bbm itu. Ketika Fahmi melihat lagi karyawan restorasi kembali lewat, kali ini membawa menu nasi goreng dan bakso. Setengah kegirangan, seperti mendapat peluang di kesempatan kedua.... Fahmi memesan 2 mangkok bakso. Dia sudah yakin pasti Putri suka makan bakso. Kebanyakan cewek sangat menyukai makanan satu itu.

“Ini bakso buatmu Put.” Kata Fahmi sambil menyorongkan mangkok bakso itu ke arah Putri yang sudah selesai ber-bbm.

Dengan sedikit terkejut Putri mau nggak mau harus menerima bakso yang pasti sudah di bayar oleh Fahmi.

“Kamu kok repot-repot banget sih... Saya sebenarnya tadi sudah sarapan kok...”

“Semangkok bakso nggak akan bikin kamu kekenyangan deh.” Jawab Fahmi dengan penuh harap Putri mengerti akan kebaikan hatinya.

Akhirnya memang mereka makan bakso sambil diselingin cerita yang seolah tidak pernah habis. Tanpa terasa beberapa menit lagi kereta sudah hampir sampai di stasiun Madiun. Fahmi sedikit kesal mengapa kok kereta tidak mogok saja, sehingga mereka masih bisa punya waktu berlama-lama duduk bersanding sambil terus bercerita. Tapi bukan Fahmi kalau tidak pintar melihat peluang. Dia sudah mendapatkan nomor telpon Putri dan pin BB. Itu mungkin satu-satunya obat yang bisa menghilangkan rasa kecewa.

Tidak berapa lama kemudian kereta berhenti di stasiun besar Madiun. Putri sudah bersiap hendak turun sambil menjinjing tas kecil di tangan kanan dan tas selempang di bahu kirinya.

“Ayo aku bantuin Put...” Fahmi mencoba menawarkan diri untuk membantu gadis itu. Padahal dia juga tahu kalau kereta tidak mungkin lama berhenti. Paling cuman 10 menitan. Kalaupun Fahmi nantinya ketinggalan kereta kan ada alasan buat ngantar Putri sampai ke rumahnya. Memang itu modus Fahmi.

“Nggak usah, terima kasih. Cuman ini aja kok. Sampai ketemu ya...” jawab Putri sambil bergegas untuk turun.

“Kabari kalau sudah kembali ke Surabaya ya Put. Siapa tau kita bisa ketemuan nanti...” teriak Fahmi penuh harap, supaya di dengar oleh Putri yang semakin menjauh.

Putri hanya tersenyum dan mengerlingkan matanya penuh arti. Dia pun berjalan menuju pintu luar kereta dan hilang berbaur diantara kerumunan penumpang yang turun.

Mata Fahmi terus mengikuti kemana bayangan Putri bergerak. Ketika pandangannya sudah beranjak ke jendela, Fahmi melihat Putri yang sudah dekat pintu luar peron di jemput seorang laki-laki tegap berseragam tentara. Mereka berbaur berpelukan disertai cium pipi kanan dan kiri. Dada Fahmi langsung berdetak keras. Pandangan matanya tidak berpindah dari satu titik itu yang membuat dia tiba-tiba seperti terpaku. Persendiannya lemas seketika. Akhirnyapun dia terduduk.

Kereta beranjak pelan. Selanjutnya bergerak menjauh stasiun kota Madiun yang meninggalkan Putri dengan laki-laki tegap yang memeluknya erat itu. Apakah itu tunangan Putri? Kenapa tadi Putri tidak bercerita apapun tentang pacar atau tunangannya? Ataukah aku yang terlalu ge er?

Fahmi membuka daftar nama teman di telpon genggamnya. Dalam hitungan detik dia sudah menghapus nama gadis yang sempat melambungkan harapan setinggi awan meskipun hanya 120 menit saja.

Fahmi kembali duduk di kursi nomor 8B dengan lesu dan lemas. Apalagi wangi parfum bunga melati masih tertinggal yang akan menemani dia selama perjalanan sampai ke tujuan nanti.

“Oalaaaahhh nasiiiiibbb.... Baru mau usaha nyari pacar kok harus kecewa lagi.” keluh Fahmi sambil membayangkan wisuda tahun depan dia masih belum dapat seseorang yang akan mendampinginya.

***

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakan link akun Fiksiana Community)

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun