Mohon tunggu...
Yulianti
Yulianti Mohon Tunggu... Guru - Guru

Warga Negara Indonesia Asli, yang cinta dengan tanah air Indonesia. Seorang guru SMP Negeri 3 Pseksu, di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Puisitigapuluhsatuhari] Untukmu Cahaya Mata

7 Januari 2015   18:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:37 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14199801461955080072

Tanggal satu
Kembali rasa itu menendang jantungku
Menantimu yang terindu
Dendang sayang bunda menanti
Hadirmu
Dalam sesak satu kata "Bila?"


Tanggal dua
Menahan mimpi dalam doa
Menguntai mohon
Menghela pinta demi pinta
Untuk sebuah jumpa
Denganmu...cahaya mata...

Tanggal Tiga
Melewati waktu detik demi detik
Menit ke menit
Berlalu jam, hari, dan bulan
Bersapa jua tahun dan tahun
Jumpa belum juga waktunya...cahaya mataku

Tanggal empat
Linangan airmata dan senyum kelu
Bertemu dalam ulas
Yang terkadang melibas kesabaran
Bila bertemu dengan sepenggal kalimat...
Mana cahaya matamu?
Bunda pilu dalam sendu

Tanggal lima
Amanah indah, paduan cinta
Gulatan hasrat
Dan, perekat hati
Abadi kami menanti...
Tak bosan dan lekang
Sayangku

Tanggal enam
Sayangku, cahaya mata...terkadang sulit...sulit sekali
Menahan sebak di dalam dada
Ingin akan hadirmu
Mengakumulasi...
Mengukir bongkahan-bongkahan asa...

Tanggal tujuh...
Senyuman dan indah dalam pesona bocah
Lagu tangis ramai memecah buana
Gelak tawa ringkimu cahaya mataku... genap menggema di pondok kecil kita
Namun...ternyata hanya penggal mimpi
Yang tak teraba nyatanya

Tanggal Delapan
Cahaya mataku..
Tertebar makna melimpah ruah
Menempa sabar dan juang
Kuasa Tuhan atas badan dengan sepenggal ruh

Tanggal sembilan
Semburat mentari merah merona menghangatkan buana
Menerpa batin merindu tiba, buah hati kami
Penantian tak berujung
Tak bertepi
Tak berlelah
Tak menyerah
Hingga taqdir berkata
Segenap jiwa ayahbunda berdoa
Agar engkau ada...

Tanggal sepuluh
Seketika badai memapas
Menggoyah qalbu
Seuntai tanya,
"Adakah masa itu?"
Masa engkau dirahim bunda, lahir, sayangku...

Tanggal sebelas
Dalam setiap tarikan nafas
mencoba mengabai
melenggang berdamai dengan taqdir
tapi tak kuasa
butiran-butiran rindu
memenuhi ruang khayal
akal
hati
dan setiap darah bunda
Bilakah engkau dititipkan, hai amanah indah?

Tanggal duabelas
Bertahan pada sebuah tonggak yakin...
Saatnya nanti ada...
Ada engkau...
Walau terkadang tergelincir pada kegalauan
hanyut pada nestapa dan panik
Terbawa arus lelah sesaat

Tanggal tiga belas
Di pagi bening
Ada asa kedatanganmu semakin dekat
Dekat dan dekat

Tanggal Empat Belas
Ini sungguh tidaklah mudah, sayangku
Mungkin kami belum pantas sayangku
Kami belum layak diamanahi engkau
Mungkin Masih harus menyolehkan diri
Masih harus melayakan diri
Ribuan tanya dan tanya
Merasuk sukma
Hingga bertemu satu jawaban
Belum saatnya saja cahaya mataku...

Tanggal Lima Belas
Bilakah kami layak memilikimu?
Oh Qurratun Ayun
Buah hati
dan kerinduan...

Tanggal Enam Belas
Terombang ambing dalam penantian
Terkadang rasa pun teragu
Ingin Bunda simpan dalam bilik hati terdalam
Ingin harap dan asa ini
Berlapang hati menanti
Tanpa kegalauan yang nyata

Tanggal Tujuh Belas
Melena
Namun mewarna
Memekar dalam akal dan sukma
Menancapkan yakin
Walau letih
Kau 'kan ada

Tanggal Delapan Belas
Semangat itu datang kembali
Memupuk hasrat berjuang semakin tinggi
Membunuh letih di saat ini
Menguatkan
Ikhtiar ini tidak boleh berhenti
Do'a-do'a ini harus mengangkasa
Dan tak boleh terjeda
Sesaat pun
Hingga qadar Ilahi berkata

Tanggal Sembilan Belas
Tetap sama
Merambati waktu dengan tumpukan kerinduan

Tanggal Dua Puluh
Haruskah terus tenggelam dalam penantian?
Jika bahagia hadir perdetik yang ada
Berpeluh impi
Dan cita
Akan hadirmu
Mengukir cerita di balik kerinduan memilikimu
Cahaya mataku
Seraya memejamkan mata
Kelak kau kan hadir...

Tanggal Dua Puluh Satu
"Robbi habli minasholihiiin....."
Kami lafalkan dalam pinta-pinta kami
Setiap waktu
Permata hati penantian kami....
Berharap amanah berupa engkau kami terima....

Tanggal Dua Puluh Dua
Senin pagi
Dengan berjuta makna
Kami pahami
Meski rindu kian menebal
peroleh gelar "ibu"
Darimu, cahaya mataku

Tanggal Dua Puluh Tiga
Hanya bisa bertawakal,
Anakku yang belum terkaruniakan
Suatu hari ada detik indah itu
Ini asa bunda
Asa ayah
Semoga dan semoga...

Tanggal Dua Puluh Empat
Mengalir dengan qadarNya
Ternyata sangat menenangkan, cahaya mataku
Dan, tetap dengan asa tentangmu...

Tanggal Dua Puluh Lima
Rintik hujan kian menderas
Melenyapkan ingin sesaat
Walau nelangsa, ingin ternyata tak juga berlari dari bunda...
Ingin bersamamu
Dalam rahim bunda
Dan merasakan indahnya nikmatnya menjadi ibu...

Tanggal Dua Puluh Enam
Cerita masa depan belum terurai
Mereka-reka bersama
Tentangmu

Tanggal Dua Puluh Tujuh
Mereka-reka bersama tentangmu
Ternyata begitu menyenangkan
Buah hatiku yang belum dihadirkan...
Walau setengah gila...
Ah tidak...
Ini hanya sebuah prangka baik saja...
Suatu hari....ya...suatu hari...

Tanggal Dua Puluh Delapan
Jika saja...engkau hadir sedari dulu
Sungguh sempurnalah hidup kami
Jika saja...engkau segera dihadirkan
Sungguh, hadiah terbesar bagi kami
Ah...cahaya mataku
Takbaik bagi bunda bermain dengan jika
Biarlah dalam rentang waktu yang kepunyaanNya
berjalan dengan qadarnya...

Tanggal Dua Puluh Sembilan
Dalam waktu
Yang tak terbatas
Yang tak terbilang
Yang tak terkira
Bersiap hati
Bersiap diri

Tanggal Tiga Puluh
Irama kehidupan terkadang sulit dimengerti cahaya mataku
Sang Penciptanya lah yang sangat mengerti
Apa yang terbaik
Terharmoni
Nikmati saja iramanya
Hingga nanti...
Irama tangisan pertamamu yang indah
Terdengar untuk pertama kalinya...

Tanggal Tiga Puluh Satu
Tanpa keraguan...
Tawakal kami pada taqdirNya
Menyiapkan kedua tangan...
Menyambutmu...
InsyaAllah....

Ya Allah...
Karuniakanlah kami buah hati, cahaya mata, buah kerinduan, dzuriyyatan yang toyyibah dan sholeh...
Aamiin Yaa Allah...

#‎PuisiUntukmucahayamata‬
‪#‎tigapuluhsatuhari‬
‪#‎rentang‬
‪#‎puisitigapuluhsatuhari

REPOST dari akun Yuli Zu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun