Mohon tunggu...
Hing Saja
Hing Saja Mohon Tunggu... -

saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pintu Hidayah (Bagian 1): Tompel

6 Oktober 2013   01:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:56 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku percaya, bahwa semua yang diluar kuasa manusia adalah dari Tuhan. Kita semua tak pernah bisa memilih siapa orang tua kita, sebagai mana kita tak bisa memilih jasad yang ditempati oleh ruh kita saat ini. Semua itu dari Allah. Semua adalah takdir. Begitu pun aku. Aku tak pernah meminta Tuhan untuk menempatkan ruhku pada jasadku saat ini. Kulit hitam, rambut keriting, tubuh kurus, ditambah tompel besar warna hitam selebar kepalan tangan di wajahku. Tepatnya dipipi sebelah kiri. Waktu kecil, aku tumbuh penuh percaya diri. Aku tak pernah menyadari bahwa tanda di muka ini akan membuatku jadi bahan olok-olok diantara teman-teman sebayaku atau pun setiap orang yang tak senang melihatku. Sebelumnya semua orang tak terlalu memperhatikan tompel dimukaku ini. Namun, saat aku masuk SMP, seorang teman bernama Tina, entah apa masalahnya denganku, hampir setiap bertemu dibuatnya aku malu. Kalau memang dia bermaksud bercanda, pastilah dia melihat reaksiku saat dia mencandai aku. Aku tidak suka. Tapi rupanya, dia mendapat kesenangan tersendiri saat melihat reaksiku menyembunyikan kemarahan. Jika di sekolah ada Tina, maka di kampung tempat tinggalku ada Yayu. Gadis ini cantik, sangat cantik bahkan. Mudah bergaul, banyak sekali temannya. Namun suatu kebiasaanya jika ia sedang berkumpul dengan teman-temannya, ia akan menjadikan salah seorang sebagai bulan-bulanan. Termasuk aku salah satu yang paling sering menjadi korbannya. Aku pun mulai menarik diri dari pergaulan. Agar aku tak terlalu banyak sakit hati dengan tingkah laku teman-temanku itu. Pergi ke sekolah, aku sengaja berlambat-lambat, agar aku tiba tepat saat jam pelajaran di mulai. Waktu istirahat, aku lebih banyak bersembunyi di perpustakaan. Saat pulang sekolah, aku berusaha sesegera mungkin sampai ke rumah.  (BERSAMBUNG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun