Mbah Har
"Brow, jaga gubug ini....gubug cinta ini!"
Aku harus titipanku ini padamu sebentar, sebentar saja. Tolong jaga untukku. Aku tak mau ada yang mencoba mengusik atau merusaknya. Aku tak ingin ada mencoba memindahkannya dari tanah ini. Semua sudah terpatri begitu dalam. Terlalu dalam hingga sebutir debu sekalipun aku tak iklhas melukai pandangan matanya.
"aku lagi tekan brow....! mesti ngene iki!"
Aku tahu sobat, kamu pasti tahu. Aku tahu pula, kau menunjukan aku. Aku tidak perlu jelaskan. Dan aku tahu, kamu mengerti maksudku.
"Malam ini juga aku turun!" aku menjawab dengan tegas.
Aku hanya ingin mendekat sebentar. Tidak ke barat atau ke timur. Ke lembah terdalam seberkas cahaya lamanya. Jangan khawatir, ambilah di belakang jika membutuhkan. Alam telah menyediakan dari rasa lapar dan haus.
"Tak tinggal yaa brow!" aku nyalakan lampu. Aku pantulkan dalam dalam kaca. Berkilau terpancar cahaya. Dari pohon hati menerangi kekuatan minyak jiwa. Menyala tanpa tersentuh tangan-tangan berdebu.
"Ok brow, tak turu sik. Kesel. Mangkato kono!"
Seperti biasa, aku merasa dia meraih pundakku. Dia melihatku dengan tajam. Sinarnya seolah kebenaran berbisik lembut. Sedangkan aku tak sanggup membalas tatapannya. Dunia batinku terang benderang. Alam mengukir rasa rinduku. Berharap saja memupuk semangat jiwaku melihat, dalam pantulan cahaya lampu kaca sudah cukup.