Bagaimana menyalakan lilin kembali tanpa api menaungi sedangkan aku mulai mengerti, aku pernah diruangan pekat cahya hitam!
Apa? Mengerutkan dahi bakal muluskah? Atau kau yang mondar-mandir dengan kaki dan tangan tak teratur lantas mengerti?
Harusnya tak terjadi dan tak boleh terjadi. Aku nggak ngapa-ngapain, aku pula nggak melakukan apa-apa, tapi kenapa? Jawab wahai jiwa-jiwa yang tenang!
Hari ini aku datang ke tempatmu mengadu, kenapa hanya dentingan jam yang kau beri? Aku butuh tak sekedar nyanyian di kuping! Apa yang kau beri hanya menambah cepatnya waktu pergi dan meninggalkan aku. Ketahuilah, aku butuh kekuasaan untuk merubah yang aku mau, you know?
Aku merasa terinjak -- salah, aku diinjaknya. Dia mengobrak abrik kepalan tanganku selama ini terjaga, yaa...dia menandai tubuhku dengan lukisan tato tertulis atas namanya.
Oke, aku kalah dan aku terima kekalahanku dan aku pergi.
***
Itulah kenapa aku kemari -- AKU ULANG SEKALI LAGI -- selanjutnya kau harus jawab pertanyaanku...harus jawab dengan tulus dan jujur, tidak kan halnya orang-orang di sekelilingku yang senantiasa berbohong. Jawab dengan nurani, jawab dengan jiwamu yang tenang. Jawab sikap batin, dan aku akan balas jawab dengan air mata.
Dan kau telah menjawabnya, dan aku telah merapikannya mulai hari ini...dengan janji, dengan pula langkah kaki, dan gerakku kujanjikan lebih teratur dan bermakna. Aku janji!
Thanks wahai jiwa-jiwa yang tenang!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H