Restu...menghampar permadani. Hasrat berjalan, surga membayangi bumi. Warna yang meyakinkan aku untuk luruh bersama. Setetes air mata terucap. Rindu...bersahaja mendinginkan suasana hati, menjerit sukmaku memaknai.
Aku tidak peduli orang lain menganggapku lemah dan atau cengeng. Aku tidak ambil pusing dengan orang bicara apa, aku ora ngagas...aku hanya rindu!!!
"Semoga ini tangga yang benar dan tepat menuju puncak yang harus aku gapai!"
Kembali ke Angkringan..
Aku menyaksikan, mataku kuat-kuat melihat. Jiwaku mengelus dada berdebar. Telinga mendengar degub jantung. Lemah bibirku berseru teriak dalam riak tanpa suara. Dan aku mengulang peristiwa selepas tadi, aku sendiri merasakan sesuatu yang lelah hilang dalam diriku. Dalam lubuk hatiku, aku hanya ingin "engkau tenang dalam damai". Bapak, aku hanya rindu.
Hilang dan hampa. Semua begitu terasa setelah semuanya tiada. Setidaknya janjiku akan kujaga dalam ingatan senyum. Akan kupegang tangan kasarmu takkan kulepas. Sampai nanti, keriput pipimu adalah gambaran perjuangan.
Kembali ke bus yang perlahan berhenti...
Sesosok anak kecil berlari menyambut uluran tangan yang keluar dari pintu depan sebelah kiri. Tertawa dalam gendongan peluk erat berseragam biru berlebelkan bad nama di dada kiri dan kondektur di dada kanan. Haru bahagia, aku terbawa rindu. Tidak sanggup menuliskan dengan tinta, kecuali kata "Rindu".
"Bapak, maafkan anakmu, anakmu tidak bisa menyediakan sepotong roti tiap hari!"
(Semoga menjadi jalan cahaya)
Allahumaghfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa - Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua orangtuaku, kasihanilah mereka sebagaimana mereka telah mengasihiku di waktu kecil