Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencari Keseimbangan

17 Mei 2023   18:00 Diperbarui: 17 Mei 2023   18:00 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENCARI KESEIMBANGAN

MBAH HAR - WAHYU

Hujan dingin seperti tak menyurutkanku untuk pulang. Pulang? Aku kasih tanda tanya sebagai kalimat retoris yang menyiratkan geometri yang berbeda. Sekarang aku sebenarnya hendak pulang atau pergi?

Selain hujan gerimis, panas terkadang pula cukup menghantui kulitku dengan sengatan. Aku tak gentar dengan ancaman yang bakal menyantera dengan hitamlah atau bersisik atau kotor kali-kalinya.

Dari satu tempat ke tempat lain aku menatap jalanan yang beraspal. Dari satu sisi ke sisi yang lain pula, aku pelajari tak selamanya rata tetapi terkadang bergelombang. Kenapa itu bisa terjadi?

Malamku...aku ambil sebagian malamku untuk melancong dan berkendara. Aku pastikan saat itu aku sudah menguji kelayakannya...karena aku akan melakukan sebuah pengintaian, terutama jaminannya aku pasang lampu yang benar-benar terang.

Sebentar lamanya aku kutak dan katik...kutak-katik tak tahunya aku ketemu juga yang aku cari. Jalanan yang bolong...jalanan yang berhubung sekedar untuk coba kenyamanan motorku. Aku lakukan dengan tiba-tiba untuk mengecek apakah masih layak atau tidaknya untuk menempuh jalanan yang tiba-tiba tak terduga.

Kenapa aku lakukan? Seperti aku bilang tadi, semua penuh dengan legenda manusia yang silih berganti. Cerita ini adalah mengganti bahwasanya masih ada lagu untuk tak dinyanyikan.

Aku sadari, aku berhenti sebentar dan adalah jiwaku yang berguncang dengan beraneka. Aku coba untuk tetap tenang dan bertanya, panggilan apakah ini gerangan?

Cuman satu kataku, itu sekedar lorong misteri yang menjulang tanpa kepastian. Aku kira (maklum, aku pendatang di kota ini) jalanan bolong di kota keramaian cuman ada di kotaku...eee rupanya disepanjang tempat aku singgah telah menjadi kehidupan. Aku makin nggak ngerti, gerangan apakah yang menguasai?

Haruskah aku marah? Kalaupun aku tersenyum bukanlah berati mengedipkan mata. Aku tersenyum puas malam itu karena aku terhindar dari kejatuhan alias aku selamat. Betapa nikmatnya kala itu aku masih rengkuh bintang, aku katakan bintang dengan pipi kemerahan adalah 'seorang bintang tidak harus terkenal, seorang bintang adalah seorang yang mampu menghargai dan tahu bagaimana menghargai.

Aku putar ke kiri dan aku baris dengan lurus sampai aku menghilang dibalik layar. Aku bersorak lompat kegirangan, pipiku yang merona berubah merah karena tersengat tangan yang meminta bayar. Dan akupun tersadar, aku lagi berpikir dalam lamunan seorang diri.

Aku tersenyum, dianya Pak kondektur juga demikian. Aku bayar, dianya Pak Kondektur terima dan aku kembali terima kembalinya. Aku cuman bilang aku akan hanya turun diakhir perjalanan, selebihnya aku akan terus melangkahkan kedua kakiku pada pohon-pohon yang mulai terlihat.

Kebetulan yang aku duduk belakang sendiri...aku bincang dengan Pak Kondektur, berbincang tentang apa saja selama itu tidak bertentangan dan menentang peraturan.

Memang tak berapa lama, kebetulan menyambut datangnya pagi kesibukan mulai menjadi-jadi. Pak kondektur sibukkan diri dengan rutinitasnya, begitu pula aku demikian terkantuk-kantuk menahan kantuk yang mulai membuat aku suntuk kembali.

Terkantuk, kemudian terlelap dan lalu tersendat karena jalan yang aku tempuh tak selamanya lurus dan mulus. Dan yang terjadi aku tak nyaman selama aku tak menganggapnya sebagai kebahagian yang aku tempuh. Itulah kataku yang ingin mencari pembuktian membenahi kebimbanganku yang terkoyak.

Aku terus bersanding dan mentari terus meninggi. Agaknya silau yang menembus kaca agak lusuh...mungkin lelah menghitung hari. Gentar sudah berkepanjangan mengukur aspal dan menerjang angin...membuat aku selalu dan senantiasa terjaga.

Aku sama bingungnya dengan angin yang berputar, ke sana dan ke sini untuk kembali lagi. Akankah aku kembali? Aku jadi bertanya-tanya sementara itu aku mulai masuki dan rasuki kesempatan yang kedua.

Oh yaa...semalam aku ngelamun tentang apa sih?

Aku heran dan keherananku yang membuat aku bertanya-tanya. Disuatu ketika aku pernah menghembuskan angin daripada ketikanya yang lain aku tarik kembali, apakah yang didapati?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun